Eksekusi I

1863 Kata
25 Oktober 2018 "Rin, kau sudah siap?" "Sudah, Kak." "Jangan lupa dengan semua rencanamu." "Baik, Kak." "Ini adalah misi beregu pertamamu. Jangan sampai kau membuat kekacauan." "Siap, Kak." Aku berjalan menyusuri lorong saluran air bawah tanah di pusat kota untuk menuju ke arena. Jujur saja tanganku bergetar hebat kali ini, jantungku berdetak cepat dan badanku berkeringat. Mulai dari sini, aku harus mengikuti semua perintah dari kak Nova. Setelah beberapa saat aku berjalan, akhirnya aku tiba di pintu masuk arena. Aku buka pintu itu menggunakan kode pas, aku masuk ke arena dan aku disambut oleh petugas keamanan. "Selamat datang, Nona Bianka. Ada yang bisa aku bantu untukmu?" Sapa petugas keamanan itu. "Aku ingin menonton pertandingan bersama Sir Nugraha." Sahutku dengan nada sombong kepada petugas keamanan tersebut. "Mohon maaf, Nona. Ketua sedang tidak berada di arena." Sahut petugas keamanan tersebut. "Hubungi Sir Nugraha, katakan kepadanya jika aku datang. Antarkan aku ke kursi VVIP, aku akan menunggunya di sana." Ucapku sinis. "Rin, aku harus memastikan kau sudah memakai semua perlengkapan yang dibutuhkan. Setelah ini beberapa agen akan mengkonfirmasi kehadirannya kepadamu." Instruksi kak Nova dari Red Coffee kepadaku. Hari ini Red Coffee menutup aktifitasnya untuk sementara karena sedang terjadi sesuatu yang penting. Ini adalah misi pertamaku dalam melakukan penyergapan. Aku harus menggunakan kacamata khusus yang diberikan kak Nova kepadaku karena beberapa agen akan mengirimkan sinyal kepadaku yang hanya bisa dilihat oleh kacamata ini. "Agen Bianka, kami telah tersebar di dalam arena. Kami berhasil masuk menggunakan kode pas yang anda berikan kepada kami. Ketika anda tiba di kursi VVIP, kami minta anda perhatikan sekeliling. Jika anda melihat cahaya biru yang mencolok dari kacamata anda, itu adalah kami." Seru seorang perempuan di dalam telingaku. aku terus berjalan dan naik ke kursi VVIP. Menurutku , kursi ini sangat nyaman, aku bisa mengawasi seluruh arena hanya dari satu sudut kecil ini. Setelah aku duduk, petugas keamanan memintaku menunggu, sementara dia beranjak dan menghubungi Nugraha agar dia datang ke arena. Aku perhatikan sekeliling dan aku melihat ada empat cahaya biru yang mencurigakan aku tangkap di dalam kacamataku. Aku yakin jika cahaya itu adalah agen yang telah bersiap di arena. Aku lihat jam yang berada pada pergelangan kiriku, waktu telah menunjukkan pukul lima sore di mana pertandingan terakhir akan dimulai setelah ini. Memang, pertandingan kali ini adalah pertarungan antar lelaki sehingga Nugraha mungkin tidak begitu tertarik dengan pertarungan hari ini. Tapi aku harus memastikan menemui Nugraha atau misi hari ini akan berantakan. Meski memang jika aku tidak berjumpa Nugraha hari ini misi bisa diulang di kemudian hari, tapi aku berhasrat untuk menyelesaikan misi itu hari ini. Setelah 15 menit aku menunggu, akhirnya Nugraha hadir ditemani oleh beberapa wanita berpakaian seksi. Aku yakin mereka adalah para selir milik Nugraha. "Gadisku sayang, kenapa kau tidak bilang jika hari ini kau akan hadir di arena? Kau bisa mengirimkan surel terlebih dahulu agar aku tidak pergi." Sapa Nugraha berlagak manis di depanku. "Ah, aku ingin membuat sedikit kejutan untukmu, Sir. Duduklah, aku sangat ingin menonton pertandingan para pria kuat di sini. Siapa tahu preman yang aku cari tengah berada di dalam arena." Jawabku manja kepada Nugraha. Nugraha mengambil tempat duduk tepat di sebelahku, kemudian secara spontan dia menggenggam tanganku. Jujur saja, saat ini aku sedang merasakan perasaan geli dan jijik yang teramat sangat. Aku lihat beberapa selir Nugaha hanya berdiri di sekitarnya dan menatapku sinis. Sepertinya mereka ingin berada di posisi yang aku duduki saat ini. "Kau suka melihat pertandingan ini, Bianka? Aku hanya suka melihat pertandingan antar perempuan. Jika kau memang suka pertandingan antar lelaki, aku akan menemanimu lagi lain kali. Ucap Nugraha sambil sesekali mengusap kepalaku dengan mesra. Aku sengaja menyandarkan kepalaku ke bahu Nugraha agar para selirnya semakin panas kepadaku. Aku terdiam beberapa saat, memerhatikan pertandingan yang berlangsung, sekaligus juga memerhatikan sekitarku. Pertandingan berlangsung sengit, masing-masing petarung saling jual beli serangan membuatku tegang ketika menontonnya. Nugraha semakin merapatkan tangannya kepadaku ketika melihatku sedikit begidik ngeri karena brutalnya pertarungan di arena. Dan ketika salah satu memenangkan pertandingan, aku spontan berdiri dan melompat kegirangan mengikuti euforia penonton. Sesekali aku juga ikut meneriakkan nama pemenang dengan keras. Aku sedikit melirik kepada Nugraha, aku lihat dia hanya diam memerhatikan tingkahku. Ketika penonton mulai membubarkan diri karena pertandingan telah berakhir, aku melihat beberapa agen bergerak. Aku melihat mereka berjalan perlahan ke belakang arena dan ke beberapa area lain. "Rin, lanjutkan misi ke tahap dua." Seru suara kak Nova di dalam telingaku. Aku segera bergerak perlahan mendekat ke arah Nugraha. Aku semakin mendekatkan wajahku ke arahnya, kemudian aku berbisik kepadanya, "Sir, dingin." Nugraha paham dan mengajakku beranjak dari arena menuju kamar miliknya. Ketika aku berjalan ke arah kamar milik Nugraha, aku sempat sedikit melirik dan melihat jika ada salah seorang agen yang mengikutiku dari belakang. Aku merasa cukup tenang karena diawasi oleh agen secara langsung. "Rin, jika kau merasa tidak sanggup, segera bunyikan kode merah dan para agen akan langsung membantumu." Perintah kak Nova dari dalam telingaku. Aku mengerti dan tidak menjawab instruksi darinya. Setibanya aku di dalam kamar, Nugraha langsung mengunci pintu dan aku melompat merebahkan diri di atas ranjangnya yang nyaman. Nugraha spontan mendekatiku yang telah terbaring di atas tempat tidur. "Sekarang semua bergantung kepadaku, aku telah kehilangan kehormatanku, sehingga aku tidak memiliki apapun yang harus aku khawatirkan jika terjadi sesuatu kepadaku hari ini." Pikirku. Aku telah dan akan terus selalu mempertaruhkan apapun yang aku miliki demi bisa membunuh Nugraha. Aku berguling ke sana ke mari seperti anak kecil yang menemukan mainan baru, sedangkan Nugraha hanya duduk diam di sudut ranjang sambil melihat tingkahku yang sengaja aku buat manja. Satu waktu, aku sengaja berguling ke arah Nugraha dan memeluk paha Nugraha dengan lembut. Dengan sengaja pula aku menempelkan bagian atasku pada Nugraha. Aku tahu, bagian atasku tidak memiliki ukuran yang besar, tapi aku rasa Nugraha akan cukup tergoda dengan bagian atasku. Nugraha sedikit menggesekkan pahanya ke bagian atasku, aku menangkap sinyal bahwa Nugraha mulai tertarik dengan perlakuan yang aku berikan kepadanya. Nugraha mengelus rambutku perlahan, kemudian dia mulai mengambil posisi berbaring di sampingku. Wajahku dan Nugraha bertatapan, aku harus berusaha menahan rasa jijik demi keberhasilan misi penyergapan ini. Perlahan, Nugraha mulai menciumi kening dan pipiku. Aku sebenarnya tidak ingin disentuh sama sekali oleh pria menjijikkan ini, tapi aku harus tetap menjalani peranku dengan sungguh-sungguh. Tangan Nugraha juga tidak tinggal diam, dia berusaha menyusuri setiap lekuk tubuhku dari atas sampai bawah. Dilucutilah pakaian atasku helai demi helai, hingga tidak ada satu helai benang pun yang menutupi tubuh bagian atasku. AKu masih berusaha menutupi bagian atasku menggunakan telapak tangan. Aku masih merasa sangat risih dan malu dengan apa yang terjadi saat ini. Ketika melihatku yang sudah tidak mengenakan apapun di bagian atas, Nugraha dengan buas dan ganas menerkamku, memegang kedua tanganku dan mengangkatnya sehingga terpampanglah tubuh bagian atasku tanpa ada apapun yang menutupinya. Mata Nugraha berbinar melihat tubuhku, kemudian beralih memandang ke arah mataku dengan pandangan haus akan nafsu birahi. Sedetik kemudian aku menutup mataku, berusaha memasang ekspresi seperti menantikan tindakan selanjutnya dari Nugraha kepada tubuhku. Tanpa membuang waktu lagi, Nugraha segera melumat tubuh bagian atasku. Rasanya sakit, sama sekali aku tidak dapat menikmati apa yang tengah terjadi. Selain karena aku membenci Nugraha, perlakuan kasar Nugraha kepadaku juga menambah rasa sakit yang aku rasakan. Aku sedikit mengerang kesakitan, namun Nugraha sepertinya tidak memedulikan hal itu dan terus melumat habis tubuh bagian atasku. "Ah, aku telah menantikan ini selama bertahun-tahun, Rin." Ucap Nugraha dengan penuh nafsu. Aku terkejut, sangat terkejut. Bagaimana bisa Nugraha mengetahui namaku yang sebenarnya? Sontak mataku terbuka dan aku memundurkan kepala Nugraha dari tubuhku. "Tunggu, Sir. Kau memanggilku apa? Rin? Kau membayangkan wanita lain ketika bersamaku, Sir?" Sahutku dengan sengaja memasang wajah sebal kepada Nugraha. Aku harap hal itu bisa membuat Nugraha tidak mengenaliku sebagai Rin. "Sudahlah, Rin. Kau tidak perlu berbohong kepadaku. Aku sudah tahu sejak awal jika kau adalah Rin. Rin Abriana Lee, anak dari pemilik perusahaan Airconst. Aku tidak akan bisa melupakanmu, Rin." Ucap Nugraha sambil berusaha menerkamku kembali. "Hei, tunggu sebentar." Sahutku sambil memundurkan badanku menghindar dari Nugraha. "Bagaimana kau mengetahui identitasku yang sebenarnya?" Tambahku. "Ah itu, aku masih belum bisa melupakan kejadian dua tahun lalu, Sayangku. Aku tidak akan lupa dengan teriakan putus asa dari ibumu ketika dia memohon untuk diampuni. AH! TERIAKAN ITU! SANGAT LUAR BIIASA, RIN!!" Ucap Nugraha sambil berteriak. "Tunggu, bagaimana kau bisa mengetahui tentang pembunuhan keluargaku?" Tanyaku berpura-pura penasaran dengan apa yang dikatakan Nugraha. "Ah itu, itu karena aku adalah orang yang membunuh semua keluargamu! AHAHAHAHA! Aku masih ingat, AKU MASIH INGAT SEMUANYA! Aku ingat ketika kau berbohong, ketika kau mengatakan jika kau berasal dari utara, ITU SEMUA MEMBUAT DARAHKU MENDIDIH, RIN!! Aku tidak menyangka jika kau dapat berpura-pura seperti itu! Kemarilah, Rin. Kemarilah!" Nugraha melompat ke arahku. Aku berusaha menghindarinya dengan melompat ke samping, menjatuhkan diri dari tempat tidur. Aku memposisikan diriku berdiri, bersiap dengan apapun yang akan dilakukan Nugraha kepadaku. Aku sudah tidak peduli jika bagian atasku terpampang nyata di depan Nugraha. "Kemarilah, Rin! KEMARILAH! Kau telah tumbuh menjadi seorang petarung yang sangat kuat! Aku pasti bisa menikmati tubuhmu ketika nanti aku menyayat tubuhmu secara perlahan! AAHHH! PASTI SANGAT MENYENANGKAN!!" Seru Nugraha. Dia bergerak turun dari tempat tidur, aku memundurkan langkahku sedikit demi sedikit. Nugraha merogoh sesuatu di dalam laci meja yang berada di samping tempat tidur, dan mengeluarkan pisau yang ada di dalamnya. Pisau tersebut ia todongkan ke arahku, aku semakin waspada terhadapnya saat ini. "Lihatlah! Lihatlah tubuh sempurna yang terpampang nyata di depanku ini. LIHATLAH!! Sebentar lagi, aku akan menyayat tubuh indahmu itu, Rin! AAAAHH! AKU SANGAT TIDAK SABAAR!" Nugraha berteriak seperti orang kesetanan di depanku, tapi dia juga tidak segera mengambil langkah maju. "Bayangkan, Rin. BAYANGKAN! Bayangkan setiap darah yang mengalir dari bekas luka sayat yang aku buat di atas kulit indahmu itu. Bayangkan rasa sakit yang akan kau rasakan ketika pisauku merobek setiap jengkal dari tubuh indahmu, Rin! Aroma darah yang akan membanjiri lantai kamar ini, akan menambah keromantisan yang akan kita ciptakan, Rin. Setelah itu aku akan menikmati setiap jengkal dari tubuhmu, akan kunikmati lubang surgawi milikmu bersama dengan darah yang telah membasahi seluruh lantai kamar ini! AAAAHH PASTI AKAN NIKMAT SEKALI!!" Nugraha semakin menyerocos tak terkendali. "Wah, ternyata kriminal satu ini benar-benar sakit." Gerutuku. "Rin, apa yang terjadi? Katakan sesuatu jika kau membutuhkan bantuan!" Seru kak Nova dari dalam telingaku. Aku tetap terdiam tidak menjawab omongan dari kak Nova. "RIN! JAWABLAH! RIN!" Kak Nova terus memanggil namaku. tapi aku tetap tidak menjawabnya. Tapi sesuatu terjadi satu detik kemudian, di mana tubuh Nugraha tiba-tiba terjatuh. Badan Nugraha tiba-tiba lemas dan dia tersungkur ke lantai. Pisau yang dia pegang juga terjatuh, menggelinding cukup jauh dari tangannya. "Fyuh, Kak Nova, dan Para Agen, rencana tahap dua berhasil dilaksanakan." Ucapku dengan tegas kepada seluruh agen yang mengawasiku. Aku segera mengambil pakaianku dan mengenakannya satu persatu sebelum para agen tiba di sini. Ah, tanganku lelah menulis semua ini. Ketika aku menulis ulang adegan ini, darahku kembali mendidih. Aku merasa sangat malu membagikan semua adegan ini di buku harianku. Tapi aku juga merasa jika adegan ini cukup menarik untuk dikisahkan menjadi sebuah novel. Mungkin lebih tepatnya novel dewasa karena ada beberapa adegan seksual yang eksplisit di dalamnya. Baiklah, karena tanganku yang cukup lelah, aku akan melanjutkan cerita ini di lembar selanjutnya esok hari. Akhir-akhir ini memang sangat banyak sesuatu terjadi du hari-hariku, sehingga buku harianku sangat padat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN