Nyaris Putus Asa

1148 Kata
20 Juli 2018 Satu bulan sudah aku tinggal di pusat kota. Di hari-hari awal memang semua terasa sangat sulit karena aku masih belum terbiasa hidup sendiri. ada sedikit keajaiban, atau mungkin keanehan aku rasakan di sini. Yang aku maksud adalah soal kuliah. Aku tidak mengurus apapun di kampus, namun semua urusan administrasi dan lain-lain telah rampung. Aku semakin bingung tentang siapa gerangan yang mengurus semua ini. Dan hari ini, hari pertama perkuliahan dimulai. Tidak ada yang istimewa dari perkuliahanku, aku merasa sama seperti sekolah pada umumnya. Mungkin karena aku bukan orang yang begitu tertarik dengan dunia pendidikan, sehingga aku bisa berpikir seperti ini. Jika Daniel atau paman Juli mendengar hal ini, mungkin aku sudah berubah menjadi kue mochi karena dihajar oleh mereka. Sejak pindah ke pusat kota, aku mengontrak sebuah apartemen. Paman Juli lah yang memilihkan apartemen dekat dengan kampus. Awalnya paman Juli menawarkan kepadaku untuk tinggal lagi di rumah lamaku, namun aku merasa masih belum siap untuk menginjakkan kaki ke rumah itu. Rasa taruma masih sangat membekas di dalam kepalaku. Di dalam apartemen, aku dituntut untuk bisa melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Mencuci, mengepel, dan semuanya aku harus lakukan sendiri. Awalnya, aku melakukan semuanya dengan sangat berantakan karena aku tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah sejak kecil. Namun berkat bantuan Daniel, aku akhirnya terbiasa melakukan semuanya sendiri. Dan satu hal lagi, Setiap waktu senggang, aku selalu menyempatkan diri berkunjung ke Red Coffee. Aku sangat suka dengan keramahan kak Nova dan dia selalu bersedia mendengarkan semua keluh kesahku. Di antara semua hal baik yang aku tulis di atas, ada satu hal yang sangat menggangguku. Tujuan utamaku kembali ke pusat kota adalah untuk mencari petunjuk tentang pembunuhan keluargaku. Namun hingga satu bulan aku berada di sini, aku tidak menemukan apapun. Aku dan Daniel sudah berusaha mencari ke hampir setiap sudut kota, dan menjelahjah banyak sekali halaman internet, tetapi hasilnya tetap nihil. Sore ini, aku benar-benar suntuk dan pusing karena aku masih belum menemukan apapun. Aku duduk sendiri di salah satu sofa pelanggan Red Coffee yang mulai sepi karena para pelanggan lain mulai meninggalkan tempat ini. Di sela lamunanku, tanpa sadar kak Nova telah berada tepat di hadapanku. "Hei Nona Muda. Aku melihat kau termenung sedari tadi. Apakah ada sesuatu yang mengganggumu? Dan, aku tidak melihat Daniel hari ini. Pemandangan yang sangat jarang melihatmu sendiri tanpa Daniel." Sapa kak Nova dengan senyum teduhnya yang khas. "Ah, kau mengagetkanku, Kak. Daniel hari ini tengah bekerja. Dia berkata jika pekerjaannya kali ini membutuhkan banyak waktu, jadi kemungkinan dia baru akan muncul satu minggu lagi." Sahutku dengan wajah tertekuk. "Hei, Rin. Jika ada yang mengganggu pikiranku, kau bisa menceritakannya kepadaku. Aku tidak yakin dapat membantumu, tetapi aku merasa itu lebih baik dibanding kau tidak bercerita sama sekali." Kak Nova mengambil satu tempat duduk di hadapanku. "Aku tengah mencari sesuatu, namun aku tidak dapat menemukannya." Kujawab pertanyaan kak Nova dengan lemas sambil sesekali meminum es kopi yang telah aku pesan dari kak Nova. "Sesuatu? Sulit? Apakah rahasia? Jadi aku tidak boleh tahu tentang hal itu? Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi." Kak Nova menjawab dengan nada jengkel tapi tetap memberikan senyum hangatnya yang khas kepadaku. Aku merasa, apa yang aku cari kali ini tidak bisa aku ceritakan lebih lanjut kepada kak Nova. Sejenak aku memilih diam dan memalingkan wajahku, dan kak Nova tampak akan beranjak dari tempat duduknya karena dia melihat aku yang tidak bersemangat untuk diajak berbincang. "Kak, apakah kakak tahu tentang pertandingan tarung bebas yang tidak resmi? Aku mencarinya satu bulan dan tidak menemukan apapun." Ucapku saat kak Nova mulai berdiri. Kak Nova tidak menjawabku dan melanjutkan langkahnya menuju bar. Aku merasa sedikit kecewa dengan respon kak Nova. kak Nova yang biasanya sangat ramah, sekejab terasa sangat dingin kepadaku. Apakah kak Nova marah karena aku tidak menanggapi obrolannya tadi? Entahlah, kepalaku terasa semakin berat. Saat aku kembali terhanyut dalam lamunanku, kak Nova datang kembali ke hadapanku sambil membawa ponsel miliknya. Lagi, kak Nova mengambil tempat duduk di hadapanku seperti tadi. Kali ini kak Nova menunjukkan wajah datar yang sangat sulit untuk aku terka maknanya. Kak Nova menyodorkan ponselnya kepadaku. Terlihat sekilas di layar ponselnya tengah memutar sebuah video. Aku ambil ponsel milik kak Nova, dan aku perhatikan video apa yang tengah diputar. Sebuah video siaran langsung yang berisi sebuah pertarungan namun sangat brutal. Meskipun memang pertarungan itu tidak menggunakan senjata apapun, tetapi aku dapat melihat dengan sangat jelas sebuah teknik yang mengakibatkan dislokasi pada sendi lawannya. Aku sangat terkejut ketika melihat di bagian pojok kanan bawah videonya. Sebuah pertandingan brutal bertajuk Underground Free Fighting yang tertulis dengan jelas di pojok kanan bawah layar ponsel milik kak Nova. Dengan wajah terkejut, aku menoleh ke arah kak Nova. Aku melihat kak Nova tetap dalam wajah datarnya menatapku dalam. Aku masih belum dapat mengartikan pandangan dari kak Nova. Terlihat jelas dari mataku, kak Nova menghela nafas panjang sambil sedikit menunduk, kemudian kembali menatapku. Sedetik kemudian, senyum simpul nan hangat kembali menghiasi wajah kak Nova. Sungguh seseorang yang sangat tidak dapat aku mengerti. "Apakah ini yang kau cari, Rin?" Tatapan dalam kak Nova membuat otakku terrjeda sepersekian detik. "I.. Iy, Kak. Bagaimana kakak menemukan ini?" Tanyaku dengan terbata. "Aku sudah lama menjadi pelanggan eksklusif pertandingan itu, Rin. Kau tidak dapat menemukan hal ini di permukaan, karena tempat pertandingan dan siarannya sangat tersembunyi. Tapi karena aku melihatmu sangat putus asa, aku tunjukkan ini kepadamu." Jelas kak Nova. "Tapi Kak, pertarungan itu terlihat sangat brutal." Ucapku dengan wajah ketakutan. "Hm? Apa yang kau rencanakan, Rin? Kau ingin mengikuti pertarungan itu? Aku sarankan kau jangan mengikuti pertarungan itu, Rin. Karena pertarungan itu mempertaruhkan nyawamu." Terang kak Nova dengan wajah khawatir. "Lalu, untuk apa kak Nova berlangganan?" Tanyaku dengan penuh rasa penasaran. "Ah itu, aku hanya suka melihat orang lain bertarung sampai babak belur seperti itu. Tetapi aku tidak rela jika ada orang yang aku kenal ikut bertarung di dalamnya." Terang kak Nova. "Ah tidak, aku tidak akan mengikuti pertandingan itu. Aku hanya penasaran dengan pertarungannya." Jawabku. "Oh, jika kau penasaran, aku dapat mengatur ponselmu sehingga kau dapat mengakses alamatnya." Wajah lega terukir pada kak Nova saat ini karena aku mengatakan jika aku tidak berminat mengikuti pertarungan itu. Kak Nova mengambil ponselku dan sedikit mengotak-atiknya. Hanya butuh waktu sekitar dua menit sampai akhirnya aku dapat mengakses alamat Underground Free Fighting melalui ponselku sendiri. Aku sangat senang dan berterima kasih kepada kak Nova karena hal itu. Malam hari ketika aku telah pulang ke apartemen, aku kembali mengecek alamat Underground Free Fighting. Malam ini tidak ada siaran langsung pertarungan seperti yang aku lihat tadi sore. Akhirnya aku mencoba masuk ke beberapa sub halaman hingga aku menemukan satu halaman yang bertuliskan pendaftaran. Dear diary, saat ini aku tengah diselimuti keraguan. Meski memang aku telah semakin dekat dengan petunjuk utama, tapi rasa takut yang aku rasakan terasa semakin pekat dan hal itu membuatku semakin merinding. Tolong, aku mohon cahaya harapanku jangan berubah gelap karena ketakutan ini. Buku harianku hari ini aku tutup sampai di sini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN