The Arena I

1532 Kata
27 Oktober 2018 Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lakukan kemarin. Aku tidak menyangka jika aku yang merupakan orang baru justru bisa mengambil alih arena dengan improvisasi dan menyingkirkan permaisuri Nugraha sebelumnya. Tapi beruntung, aku masih diperbolehkan untuk pulang dan tidak harus tinggal di arena. Tapi sayangnya, mobilku masih berada di tangan kak Nova. Pagi ini kak Nova memberikan laporan kepadaku terkait dengan Nugraha. Kak Nova mengatakan jika Nugraha saat ini tengah berada di dalam ruang investigasi khusus milik The Barista yang aku sendiri belum mengetahui lokasi pasti dari tempat tersebut. Tapi kak Nova berkata jika tempat itu merupakan tempat yang sangat menyeramkan dan tidak manusiawi. Nugraha telah sadarkan diri di tempat itu. Awalnya ia terkejut, namun setelah dia mengetahui kenyataan yang terjadi, dia justru tertawa terbahak-bahak. Untuk sementara, para agen akan membiarkan dia tetap seperti itu dan berusaha mengorek informasi dari Nugraha secara perlahan karena The Barista yakin, kasus yang akan terungkap bukan hanya kasus pembunuhan keluargaku. Laporan yang aku terima tentang Nugraha juga menyebutkan jika ia adalah terduga pelaku bisnis jual beli obat terlarang di dalam arena. Kak Nova memberikan tugas kepadaku untuk menyelidiki hal itu dari dalam arena dan mencabut sumber masalah langsung dari akarnya. Kak Nova juga mengatakan, alasan dia mengirimku ke arena lagi adalah karena aku sudah terlanjur berimprovisasi sehingga akan sangat aneh apabila aku tiba-tiba menghilang dari arena. Dalam misi penyusupan kali ini, aku juga dibantu langsung oleh agen Eka dan SIlva sehingga keamanankku akan lebih terjamin dibanding ketika aku menjalankan misi sendirian. Apalagi peran yang aku mainkan adalah peran sentral, sebagai tangan kanan Nugraha. Aku tidak perlu mendatangi kedai untuk sementara untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Setelah matahari mulai meninggi, aku segera bergegas berjalan menyusuri lorong bawah tanah menuju ke arena. Sesampainya di arena, aku telah ditunggu oleh seseorang di salah satu ruangan yang ada di sana. Petugas keamanan mengantarku menuju ruangan yang ternyata adalah ruang kerja milik Nugraha. Di sana telah duduk seseorang yang belum pernah aku temui sebelumnya. Dia memperkenalkan diri sebagai Robin. Robin adalah tangan kanan Nugraha yang sebenarnya. Robin juga berkata jika kemarin dia berada di ruangan rapat bersama dengan yang lain ketika aku disidang oleh para anggota arena. "Tunggu, Kak Robin. Jangan bilang jika sebenarnya banyak orang yang tidak meninggalkan ruangan itu bukan karena aku, melainkan karena kak Robin tidak meninggalkan ruangan itu?" "Ahahaha, kau tidak salah, Bianka. Tapi aku juga tidak meninggalkan ruangan itu karena aku lebih percaya kepadamu daripada Poison Ivy sialan itu." Jawab Robin. "Kau memiliki masalah dengan Poison Ivy?" "Ah bukan masalah pribadi. Aku hanya tidak suka dengan sifat penjilat yang ia miliki. Ngomong-ngomong, jangan panggil aku 'Kak', cukup panggil aku Robin." Sahutnya. Ruangan kerja milik Nugraha bukanlah ruangan bagus seperti milik The Barista, melainkan hanya ruangan biasa yang berisi satu set sofa dan meja serta beberapa aksesoris khas bawah tanah seperti foto wanita seksi dan semacamnya. Mungkin karena aku yang sudah mulai terbiasa dengan kehidupan bawah tanah, sehingga aku sudah tidak terkejut lagi dengan segala suasana di sini. Aku mengambil satu tempat duduk yang tidak jauh dari Robin. Petugas keamanan yang mengantarku meminta izin untuk undur diri dari ruangan ini. "Bianka, aku ingin memberitahu sesuatu kepadamu. Apa yang kau ucapkan kemarin secara tidak langsung membuatmu masuk sebagai anggota organisasi ARENA. Bagaimana? Apakah kau yakin ingin bergabung dengan Arena? Atau ucapanmu kemarin hanya sekedari gertakan agar kau terbebas dari tuduhan? Jika kau melakukan hal itu demi membebaskan diri, aku akan membiarkanmu pergi dari sini. Tapi jika kau memang berniat masuk dan membantu Arena, aku ingin mengucapkan selamat datang kepadamu." Robin mengulurkan tangannya kepadaku. Sebuah senyuman misterius yang tidak bisa aku artikan terukir jelas pada bibirnya. Aku merasa, aku harus benar-benar waspada dengan orang ini karena dia terllihat lebih berhati-hati jika dibandingkan dengan Nugraha. "Kau yakin mengucapkan selamat datang kepadaku? Apakah kau tidak mencurigaiku seperti Poison Ivy? Apakah ini hanya sekedar jebakan? Ketuamu sedang menghilang, kenapa kau justru menyambut orang baru sepertiku? Bukankah hal ini mencurigakan? Aku yakin, meskipun aku menyambut tanganmu, kau akan tetap mencurigaiku. Ah, jangan-jangan alasanmu tidak meninggalkan ruangan itu kemarin karena kau ingin mengawasiku dari dalam?" Aku juga mengulurkan tanganku, tapi aku tidak menyambut tangan Robin. Dua tangan kita masih saling mengambang di udara. "Haha, aku rasa Nugraha sama sekali tidak salah menyukaimu, Bianka. Kau adalah orang yang sangat cerdik dan berhati-hati. Kau sangat paham dengan jalan pikiran orang sepertiku." Robin tertawa kecil mengetahui jika aku tidak begitu saja menyetujui tawaran darinya. "Kau tahu, kehidupan keras jalanan yang mendidikku dari kecil membuatku dapat berpikir di luar kotak, Robin. Dan kau menyebut Sir Nugraha tapa menggunakan julukan, itu membuatku berpikir jika kau sangat dekat dengan Nugraha. Atau mungkin kau adalah rekan Sir Nugraha sejak kecil?" Aku menarik tanganku dari udara, mengurungkan niat untuk menjabat tangan Robin. "Kau ingin mendengar kisah dari Arena? Mungkin cerita ini bisa kau jadikan bahan pertimbangan untuk benar-benar bergabung dengan Arena." Robin mulai menjelaskan kepadaku tentang asal usul dari Arena. Saat awal mula dibentuk, Arena tidaklah besar seperti sekarang. Kisah dari Arena berawal ketika Robin masih berusia sekitar 15 tahun, di mana dia adalah seorang remaja biasa yang hidup berkecukupan. Tapi Robin memiliki keluarga yang berantakan, dan dia mengalami perlakuan yang buruk dari orang tuanya sejak dia kecil. Robin merupakan anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan sehingga sebenarnya kelahiran Robin sama sekali tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya. Pernikahan yang dilandasi rasa terpaksa, kehadiran seorang anak yang tidak diinginkan, serta watak dari kedua orang tua Robin yang sama-sama keras merupakan kombinasi yang sempurna untuk membentuk sebuah keluarga yang tidak harmonis. Keaadaan itu membuat Robin yang kala itu masih berusia 15 tahun meninggalkan rumahnya. Dia berpikir, dengan dirinya kabur dari rumah, orang tua Robin akan mencarinya dan kehidupan Robin beserta keluarga akan menjadi lebih baik karena orang tua Robin mengerti betapa berharganya Robin bagi keluarga. Tapi ternyata anggapan Robin salah besar. Orang tua dan keluarga Robin tidak mencarinya sama sekali setelah beberapa hari Robin menghilang dari rumah. Rasa kelaparan yang dialami Robin membuatnya melakukan aksi nekat. Robin terpaksa mencuri sepotong roti dari salah satu toko di pinggir kota demi mengganjal perutnya yang sudah beberapa hari tidak terisi oleh makanan. Namun nasib sial memang masih berpihak kepada Robin. Pemilik toko tempat Robin mencuri roti berhasil menangkapnya ketika ia akan melarikan diri dari toko tersebut. Robin dipukul berkali-kali menggunakan benda tumpul, warga yang melihat kejadian itu juga acuh terhadap Robin dan memilih untuk berpura-pura tidak melihat kejadian tersebut. Hari itu akhirnya Robin masih tetap kelaparan dan badannya babak belur penuh lebam. Robin berjalan tertatih menahan sakit dan memilih untuk kembali tidur di depan sebuah toko yang telah tutup, berharap jika semua yang terjadi selama ini hanyalah mimpi. Robin sangat terkejut ketika ia bangun keesokan harinya, ia menemukan sepotong roti dan sebotol air minum tergeletak tak bertuan di depannya. Robin menoleh ke kanan dan kiri mencari orang yang memberikan roti itu kepadanya, namun dia tidak mendapati seorang pun di sekitarnya. Tanpa pikir panjang Robin langsung melahap roti itu hingga habis tak tersisa. Setelah sedikit mengganjal perut, Robin berniat berjalan entah ke mana demi mencari kehidupan barunya. Tapi Robin dikejutkan dengan suara seseorang yang berasal tidak jauh dari dirinya. "Sudah kenyang? Akan pergi?" Robin mencari sumber suara itu berasal. Robin mendapati seorang lelaki yang Robin taksir berusia 20 tahun berada tidak jauh dari dirinya. Robin sangat terkejut karena ketika dia mencari seseorang yang memberinya roti, dia tidak bisa menemukan seorang pun yang berada di dekatnya. Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Robin, kemudian dia duduk di sebelanya. "Duduklah dulu. Siapa namamu?" Sapa lelaki itu ketika ia duduk di sebelah Robin. Robin pun mengikuti kalimat pria itu dan kembali duduk. "Umm, aku Robin, Paman." Robin merasa canggung berbicara dengan orang asing seperti ini. "Nama yang bagus. Aku Nugraha. Aku tidak tahu apakah ini nama asliku atau bukan, karena aku kehilangan ingatanku. Aku rasa kepalaku terbentur. Kenapa kau tidur di teras toko? Apakah kau tidak memiliki rumah?" "Aku kabur dari rumah, Paman. Aku tersiksa saat berada di rumah. orang tuaku selalu bertengkar dan melampiaskan kemarahan mereka kepadaku. Aku kira dengan aku kabur mereka akan menghubugi dan mencariku, ternyata aku salah. Mereka sama sekali tidak mencariku. Sekarang aku tidak memiliki tempat tinggal." "Kau tidak memiliki bekal?" Tanya Nugraha kepada Robin. "Bekal makanan dan uangku telah habis beberapa hari yang lalu. Aku hanya memiliki ponsel saat ini, tapi aku tidak ingin menjualnya karena aku berjaga-jaga jika suatu hari orang tuaku mencariku." Ucap Robin yang malang. "Haaaah, dasar. Anak muda zaman sekarang memang selalu berpikiran sempit dalam bertindak. Baiklah, apakah kau ingin hidup?" "Mau! Aku mau hidup!" Seru Robin antusias dengan ajakan Nugraha. "Baiklah jika seperti itu, kau harus bersedia bertahan hidup dengan cara apapun. Ikutlah denganku, Robin. Aku akan mengajarkan kepadamu cara untuk bertahan hidup di jalanan seperti ini." Ajak Nugraha. Robin dengan antusias menerima ajakan Nugraha dan pergi bersama sejak hari itu. Inilah kisah perkenalan antara Robin dan Nugraha. Kisah selanjutnya akan aku ceritakan di lembar berikutnya. Tanganku lelah menulis buku harian yang justru berbelok menjadi kisah dua orang yang tidak memiliki hubungan dekat denganku. Tapi menurutku, mereka memiliki kisah yang menarik sehingga membuatku menuliskan kisah mereka dalam buku harianku. Siapapun kalian yang menemukan buku ini, kalian jangan protes jika beberapa lembar ke depan, aku tidak akan menuliskan kisah tentang diriku sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN