Pagi jam empat, Fira sudah bangun. Lalu, menjalankan rutinitas seorang ibu rumah tangga.
Ia mandi dulu, lalu menunaikan ibadah subuh.
Setelah itu, Fira mencuci baju, piring, nyapu dan ngepel.
Keringat membasahi badannya, yang sedikit gempal.
Setelah punya anak, Fira memang kurang merawat diri. Hingga ia jadi agak gendutan.
Membuat sarapan selesai.
Fira duduk santai memakai daster rumahan, memainkan ponselnya berselancar mencari tau cara mempercantik penampilan.
Benar kata Arman. Dia harus cantik supaya suami betah di rumah.
Tak terasa waktu sudah menjelang siang.
Leo sudah terlihat tampan dengan setelan kantornya.
"Wah, mas kelihatan lebih fresh dari biasanya?" Fira tersenyum miring, melihat penampilan suaminya.
Suaminya terlihat sangat tampan, tidak akan ada yang tau dia sudah menikah dan punya anak jika tidak kenal.
Terlihat masih muda dan menarik.
Fira menghela napasnya dalam, lalu melihat penampilannya sendiri. Pakai daster, dan bau asem, karena keringat yang keluar setelah melakukan banyak aktivitas rumah tangga pagi ini.
"Iya dong, Mas harus tampil perfek supaya di hormati bawahan," senyuman selalu merekah di bibir Leo, menambah tampan dirinya.
Mendengar jawaban suaminya, Fira memutar bola mata malas. Dia tau alasan sebenarnya, apalagi kalau bukan untuk tebar pesona!
"Sarapan dulu Mas." Fira memilih menawarinya sarapan.
"Mas sarapan di kantin saja, soalnya Udah telat." Leo tersenyum cerah.
"Mas berangkat dulu, ya." lanjutnya.
Fira mencium punggung tangan suaminya itu.
Tanpa kecupan di kening, Leo segera pergi. Naik motor, lalu segera berangkat kerja.
Fira termenung sendiri.
Lalu segera mandi, coba mau memakai celana jeans miliknya yang sudah lama tak ia paksi. Ah, sudah nggak muat di badannya yang gendutan ternyata.
Memakai celana leging dan atasan tunik saja akhirnya.
Rambut ia gerai, dengan memakai sedikit lipstik warna nude di bibirnya.
"Lumayan," gumam Fira, saat melihat wajahnya di cermin.
Dia akan pergi menuju rumah mertua untuk menjemput puterinya yang menginap kemarin.
Kantor Leo
Leo duduk berhadapan dengan Salma, selingkuhannya.
Sudah jadi rahasia umum kalau ada hubungan antara Leo dengan Salma, semua menutup mulutnya dan tak mau ikut campur.
Makan bersama sambil berbincang ringan, dengan sesekali tertawa.
Indahnya selingkuh, itulah yang mereka rasakan.
Sementara, di belakang mereka ada hati yang tersakiti.
Di tempat lainnya.
Fira sudah sampai di rumah mertua.
"Mama!" teriakan Tiara memekakan telinga.
"Pulang yuk!" Fira menggendong puterinya, dan mendekapnya sayang.
"Iya, tapi sebentar lagi." Tiara melompat dari pangkuan mamanya dan kembali bermain dengan anak dari kakak Leo.
"Fira, bantuin ibu di dapur yuk!" terdengar suara ibu mertua berteriak.
"Iya, Bu!" dengan cepat menuju ke dapur, dan bantu-bantu sebisanya.
Ibu mertuanya sedang sibuk memasak untuk memenuhi pesanan tetangganya.
Ibu mertua Fira memang menjual kue-kue, biasanya akan diambil orang untuk di jajakan keliling, atau di jual di jongko mereka.
Kebetulan hari ini ada pesanan untuk acara syukuran.
Meski sudah ada tiga orang yang membantu, jika ditambah tenaga Fira, bukan kah akan lebih cepat selesai.
Fira dan Tiara pulang ke rumah sekitar jam tiga sore.
Sesampainya di rumah, Fira langsung mengangkat pakaian yang di jemurnya tadi pagi dan melipatnya.
Derttt
Derttt
Suara nada dering terdengar di ponselnya.
Panggilan masuk dari Leo.
"Halo mas ada apa? Tumben nelpon jam segini?" Fira berusaha bicara dengan manis, meski sebenarnya hatinya kesal setengah mati jika ingat kelakuan suaminya itu.
"Sayang, Mas hari ini akan pulang telat. Jadi nggak usah nungguin makan malam ya." ujar Leo dari seberang sana.
"Telat? Kenapa?" rasa kesal membuncah di hati Fira.
"Huuh, pasti mau indehoy sama selingkuhannya. Awas saja kamu mas, aku bakal pergokin kamu! Tapi dimana ya?"
Kesal juga akhirnya, karena tidak tau suaminya nanti bakalan kemana.
"Ini ada banyak kerjaan, jadi Mas lembur," jawab Leo.
"Suaramu santai sekali Mas, dasar udah lihai kalo urusan bohong!" Fira mengeram kesal. Merasa yakin kalau suaminya sedang berbohong.
Kalau ada yang lihat, saat ini muka Fira kecut abis dan memerah menahan kesal.
" Oh ya udah kalo gitu Mas, hati - hati ya. Jangan main hati kalo kerja, apalagi disana banyak cewek cantik!" ucap Fira penuh penekanan.
"Apaan sih, kok ngomong gitu. Nggak biasanya," terdengar nada tidak suka dari perkataan Leo.
" Nggak apa, itu kan kenyataannya mas. Ya udah, aku tutup dulu ya teleponnya." Fira mengesah kesal.
Tut tut
Panggilan pun berakhir, Fira menutup telponnya duluan tanpa mendengar kan jawaban dari suaminya tercinta, eh itu dulu sih. Sekarang suaminya terbrengsek.
Tapi, memang masih cinta juga sebenarnya, sih.
"Aku mau ngambil kelas aerobik ah, biar langsing dikit," gumamnya.
Fira. merasakan kecemasan luar biasa, merasa yakin kalau suaminya pasti bohong.
Masa lembur, ah tidak biasanya pikir Fira.
Saat sedang kalut, Tiara memanggilnya.
"Mamaaaa!" suara Tiara memekik.
"Iya, sayang. Jangan teriak-teriak dong."
Fira segera menghampirinya.
"Ma, jalan - jalan yuk. Teman- teman Tiara suka jalan-jalan, tapi kok mama nggak pernah bawa Ara jalan-jalan?" bibirnya mencebik.
Ya, selama ini, karena sibuk dengan semua pekerjaan rumah, Fira sama sekali tidak pernah pergi kemana-mana.
Kecuali, hanya ke rumah ibu mertua atau ibunya saja. Kebetulan, rumah orang tua Fira masih berada dalam satu kecamatan, hanya beda kelurahan saja. Tidak terlalu jauh dari rumahnya sekarang.
"Jalan-jalan. Iya sayang, ayo," akhirnya Fira memutuskan untuk membawa anaknya ke zona bermain anak saja.
Membawa anaknya jalan-jalan, sekalian menghilangkan penat di otaknya yang akhir-akhir ini dipenuhi kesal dan amarah kepada suaminya itu.
"Aku pergi naik apa? Masa naik motor bawa anak kecil, ini kan udah jam lima sore," gumamnya.
Akhirnya, Fira memutuskan naik taxi online aja.
Setelah taxi online datang, Fira segera pergi bersama Tiara. Tidak lupa menitipkan kunci kepada tetangga sebelahnya.
Didalam taxi
Tiara terus berceloteh dengan riang gembira.
Tapi, karena sedang banyak pikiran, akhirnya Fira hanya senyum kecil sambil iya-iya aja.
"Ehm, Neng itu anak asuh nya kok banyak di anggurin." Sopir taxi pikir, Fira adalah pengasuhnya.
Meski sedikit gendutan, maksudnya berisi. Fira terlihat fresh sebenarnya, dia belum terlihat punya anak.
Masih seperti wanita lajang.
"Aihhh, enak aja Mas. Ini anak saya." Fira cemberut.
"Anaknya? Oh, kirain pengasuhnya atau adiknya, hehehe. " Sopir taxi tertawa.
"Curhat sama sopir taxi nggak apa-apa kali? Kan nggak akan ketemu lagi, heheh." Fira nyengir kuda.
"Kenapa mukanya di tekuk gitu? Dan kenapa dari tadi anaknya banyak di diemin? " Sopir taxi itu melihatnya sekilas lewat spion depan.
"Iya soalnya aku lagi kesel sama suamiku!" bibirnya manyun lima senti saking kesalnya, jika memikirkan suaminya.
"Loh, tapi tetep aja ada baiknya anak-anak jangan jadi pelampiasan. Kasihan kan anaknya." Sopir taxi yang terlihat masih muda itu menatapnya sekilas lewat spion.
"Iya sih emang bener." Fira merasa bersalah kepada Tiara, Fira segera memangku puterinya itu dan di dudukannya di atas pahanya.
Di kecup pipinya berkali-kali.
"Maafin mama ya sayang." Fira berkata lembut.
Tiara tertawa sambil menganggukkan kepalanya, lucu.
Meski anak itu belum tau apa dan kenapa mamanya minta maaf.
Sopir itu hanya tersenyum simpul. "Nah gitu dong, anaknya jadi senang kan."
"Eh, iya makasih udah ingetin saya Bang Supir, heheh. Abang udah nikah ya? Jadi tau urusan anak gini?" Fira bertanya dengan tawa kecil di bibirnya.
Yang di tanya jadi kesal, pasalnya dia masih jomblo.
Meski usianya sebentar lagi memasuki kepala tiga
Mungkin, belum dapat Jodohnya saja.
"Kok kecut gitu tampangnya? Jangan bilang abang masih jomblo?" Fira langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan. Setelah menyadari perkataannya barusan.
"Aduh, dasar nih mulut nggak bisa di ajak kompromi. Asal jeplak aja kalo ngomong!" Fira memaki dirinya sendiri dalam hati.
"Iya, masih jomblo," nada suara Bang sopir terdengar ketus.
"Maaf, ya bang. Saya nggak niat nyinggung perasaan Abang kok. Hehehe." Fira nyengir kecut, merasa bersalah.
Siapapun orangnya paling nggak suka di tanya status, apalagi jika belum punya pasangan.
Rasanya malu, dan seperti yang nggak laku saja.
"Huuuh!" Sopir taxi itu hanya mendengus sebal. "Tak apa, mana ada yang mau sama orang tak punya seperti saya," jawabnya ketus.
Fira semakin merasa tak enak.
"Jangan bilang gitu bang, belum ada jodohnya aja kali, mungkin tak lama lagi jodoh abang akan datang." Fira berkata dengan tak enak hati.
"Aaaaah, kok jadi bahas jodoh saya. Udah ah jangan ngajak saya ngobrol lagi, saya mau fokus nyetir!" akhirnya sopir taxi itu memutus obrolan dengan nada ketus.
Fira langsung diam, menutup mulutnya rapat-rapat.
Jomblo sudah terusik hatinya, hingga dia marah.
"Tapi, kenapa Arman nggak pernah masalah ya kalau aku bilang dia jomblo akut! Ahhh, tentu saja dia kan my best friend forever," gumam Fira dalam hati.