Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad
Setelah mendapat alamat Lisa yang jelas dan lengkap dari Annisa, Nita melajukan mobilnya menuju rumah Lisa. sebelum memulai hidup yang baru dengan anaknya, Nita ingin terlebih dahulu meminta maaf pada Lisa karena telah menyakiti hatinya. Nita mengetuk pintu dengan pelan sambil mengucapkan salam. Tak berapa lama, pintu terbuka. Alangkah terkejutnya ia melihat perempuan yang berdiri di hadapannya.
Lisa mendadak canggung dan kikuk bertemu dengan Nita lagi. Lisa dengan sopan mempersilakan Nita duduk di kursi teras. Awalnya, mereka sama-sama diam. Hanya keheningan dan semilir angin yang membuat daun berbunyi gemerisik yang menemani mereka.
“Hmm, ada apa Nita?” tanya Lisa. Sungguh, Lisa tak menyangka jika Nita berani untuk datang ke rumahnya. Perassan Lisa berdebar tak karuan. Ia takut Nita datang untuk melabraknya karena Revan masih mengejarnya hingga sekarang. Lisa tak mau lagi terlibat dalam hubungan rumit mereka.
Meski berat, Nita berusaha berbesar hati mengakui semua kesalahannya di masa lalu dan meminta maaf pada Lisa. “Ak ... aku ... aku ke sini mau minta maaf, Lisa. Aku mau minta maaf sama kamu.”
Lisa terkejut mengetahui maksud kedatangan Nita untuk meminta maaf padanya. “Soal?” tanya Lisa bingung.
Nita memberanikan diri menggenggam tangan Lisa sambil mengucap maaf. “Maaf, aku udah jahat dengan selingkuh sama Revan di belakang kamu. Maafin aku, Lisa.” Bulir-bulir air mata mulai menetes di wajah Nita. Ia sungguh tulus meminta maaf kepada Lisa.
“Maafin aku udah jahat sama kamu, padahal kita sama-sama seorang perempuan. Aku malah dengan teganya selingkuh sama Revan di belakang kamu, tanpa mikirin perasaan kamu. Aku dengan bodohnya termakan bujuk rayu Revan tanpa memikirkan jika aku yang berada di posisi kamu, Lisa. Aku ... aku minta maaf, Lisa.”
Lisa menatap Nita yang menunduk sambil menggenggam tangannya. Sebenarnya, Lisa sudah tidak mau mengingat kejadian itu lagi. Ia sedang berusaha melupakan. Lisa sudah memaafkan, tapi kalau untuk lupa, Lisa masih belum bisa. Mungkin begitulah sifat perempuan kebanyakan ketika disakiti, bisa memaafkan tapi sulit untuk melupakan.
“Itu udah lama banget, Nita. Aku juga udah maafin kamu, kok. Memang ini jalan takdir yang harus kita miliki. Justru banyak hikmah yang aku ambil dari kejadian itu. Aku juga udah nikah dan punya suami.”
“Jadi, benar kata Annisa kamu sudah meniikah, ya?” Saat meminta alamat Lisa pada Annisa, gadis itu menyebutkan bahwa Lisa tinggal di rumah mertuanya. Nita sempat ragu jika Lisa telah menikah. Tapi, setelah mendengarnya langsung dari Lisa sendiri, Nita percaya.
“Kamu beneran udah nikah, Lisa?”
“Iya, aku udah nikah dan punya suami. Jadi kamu gak perlu takut aku bakalan balik lagi sama Revan. Revan itu udah jadi bagian masa lalu aku, Nita.”
Salah satu hikmah yang Lisa dapat adalah ia mendapatkan Faraz yang ribuan kali jauh lebih baik dari Revan. Meskipun hubungan mereka saat ini pun tidak dalam keadaan baik.
Nita terperangah mendengar ucapan Lisa. Awalnya, ia mengira akan sulit mendapatkan maaf dari Lisa mengingat begitu jahatnya ia dan Revan telah berselingkuh di belakangnya. Tapi, ternyata perempuan di hadapannya ini berhati malaikat dan mau berbesar hati memaafkan Nita.
“Benar kamu udah maafin aku, Lisa?” Nita kembali bertanya untuk memastikan bahwa Lisa sudah benar-benar memaafkannya.
Lisa tersenyum tipis sambil mengangguk. “Iya, meski aku belum bisa lupa, tapi aku belajar ikhlas buat maafin kamu sama Revan.” Lisa pikir tak ada gunanya ia menyimpan dendam dan benci.
“Makasih ya, Lisa. Makasih banyak,” ucap Nita sambil tersedu dan mengeratkan genggaman tangannya. Nita tersenyum sumringah karena berhasil mendapat maaf dari Lisa. Ia merasa lega, seakan ada satu beban yang berhasil terangkat dari pundaknya. Maaf dari Lisa bagaikan angin segar untuk Nita. Ia jadi bisa bernapas lega.
“Iya, sama-sama. Terus gimana hubungan kamu sama Revan?”
Wajah Nita yang tadinya sumringah berubah ekspresi menjadi sendu. Nita hanya diam tak menanggapi pertanyaan Lisa. Lisa curiga ada yang aneh dari sikap Nita. “Kalian kenapa?”
“Dia, dia masih cinta sama kamu, Lisa. Aku Cuma dijadikan pelarian sesaat aja sama dia. Ternyata hukum karma memang ada ya, Lisa? Sekarang aku yang kena karmanya.”
“Maksudnya?” tanya Lisa bingung.
“Aku hamil dan Revan gak mau tanggung jawab, Lisa.”
Mata Lisa terbelalak karena mendengar pengakuan Nita. Sungguh, ia tak menyangka bahwa hubungan mereka sudah sejauh itu di belakangnya. Meski sudah berusaha ikhlas, mendengar kenyataan yang baru dari Nita, hati Lisa kembali berdenyut nyeri. Lisa mengucap istighfar dalam hatinya agar tak terbawa kembali oleh perasaan sakit hati. Fokusnya sekarang adalah bukan pada masalah Revan dan Nita, tapi pada suaminya.
“Ap ... apa? Kamu hamil, Nita?”
Nita mengangguk sambil menatap Lisa lalu ia mengalihkan pandangannya pada halaman depan rumah. “Iya, Lisa. Ini terakhir kalinya aku datang ke vila Revan untuk minta dia tanggung jawab. Tapi, dia tetap nolak dan milih ngejar kamu. Sebelum pergi ke sini nemuin dia, aku udah pikirkan dengan baik sekaligus memutuskan, kalau Revan masih nolak tanggung jawab, aku akan ngerawat anak ini sendiri aja.”
Nita menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya. “Ya, dan tebakanku benar. Dia masih gak mau tanggung jawab. Makanya, sebelum pulang ke Jakarta aku sempatin dulu ke sini buat minta maaf sama kamu biar aku bisa tenang jalanin kehidupan selanjutnya sama anak aku nanti.”
“Kamu yang sabar ya, Nita. Kamu pasti kuat. Allah tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuannya. Aku yakin kamu pasti kuat.” Lisa menyalurkan dukungannya lewat genggaman tangannya.
“Tapi, kamu benar akan ngerawat anak kamu kan, Nita? Kamu ... kamu ... maaf, kamu gak berniat ngegugurin anak kamu karena Revan gak mau tanggung jawab, kan?”
Nita menggelengkan kepalanya mantap. Meski hadirnya lahir dari sebuah kesalahan, Nita sama sekali tidak berniat membunuh janinnya, calon anaknya. Karena hanya anaknyalah satu-satunya yang Nita miliki di dunia ini.
“Nggak, Lisa. Aku benar akan merawat anak aku. Aku gak mau nambah dosa dengan menggugurkannya. Cukup aku yang berdosa sebagai ibunya karena ia hadir dari kesalahanku.”
Lisa mengeratkan genggaman tangannya pada Nita. “Jadi single parent memang tidak mudah. Tapi, meski itu berat, aku yakin kamu pasti kuat,” ucap Lisa sambil tersenyum tulus pada Nita.
“Makasih ya, Lisa. Kamu memang perempuan yang baik. Pantas saja Revan cinta banget sama kamu.” Nita sangat kagum dengan kebaikan hati Lisa. pantas saja Revan tergila-gila pada Lisa hingga sulit move on. Padahal, Lisa bisa saja dengan mudahnya mengeluarkan sumpah serapahnya untuk Nita. Tapi apa? Perempuan itu malah memberikan dukungan dan semangat agar Nita bisa menjalani semuanya dengan kuat.
“Aku gak sebaik yang kamu pikir kok, Nita. Aku juga manusia biasa yang punya salah dan dosa, hanya Allah saja yang masih baik nutupin aibku.”
Usai mendapat maaf dari Lisa, Nita kembali pulang ke Jakarta dengan perasaan lega. Mulai sekarang, Nita hanya akan hidup berdua saja dengan calon anaknya.
Ya, berdua saja.
===
Lisa, Annisa dan Revan sedang berada di teras rumah Abah Ramli. Tadinya, ia ingin menemui Revan di vilanya untuk membicarakan masalah Nita. Lisa rasa, ini saatnya berbicara pada Revan dari hati ke hati. Lisa mau Revan bertanggungjawab pada Nita dan calon anak yang sedang dikandungnya. Tapi, Lisa belum dapat izin dari suaminya untuk ke luar rumah. Faraz masih belum bisa dihubungi.
Alhasil, Lisa meminta tolong pada Annisa untuk datang ke rumahnya bersama Revan. Lisa sengaja mengundang Annisa agar perempuan itu menjadi saksi sekaligus juga tidak mungkin Lisa yang seorang diri mengundang Revan yang bukan mahram ke rumah suaminya. Bahaya. Itu bisa menimbulkan fitnah dan masalah baru.
“Van, gue mau ngomong baik-baik sama lo.”
“Soal apa? Lo mau balikan sama gue?”
Lisa memutar bola matanya jengah. Sepertinya ia harus mempunyai kesabaran yang banyak untuk berbicara dengan mantan pacarnya ini.
“Van, dengerin gue ya. Gue mau kita bicara serius dan gue gak mau pake urat (emosi). Pertama, yang harus lo tahu, kita gak mungkin balikan. Gue udah punya suami dan juga gue udah gak punya perasaan apa pun lagi sama lo. Ngerti?”
“Terus emang si Faraz cinta sama lo?”
Pertanyaan Revan begitu menohok Lisa. tapi, Lisa dengan percaya diri menjawab, “Iya, suami gue cinta sama gue!” ucap Lisa yakin sepenuh hati.
Revan tersenyum sinis lalu melengos. Lisa menahan lengan Revan agar tetap menghadapnya sedangkan Annisa hanya memerhatikan kedua orang itu sambil duduk bersedekap. Ia sama sekali tak minat mencampuri urusan mereka meski Lisa sudah menceritakan semua padanya.
“Van, please! Lo gak bisa kayak gini terus, Van! Gue yakin, sebenarnya lo lelaki yang baik, Van. Gue udah kenal lo dari lama. Gue anggap kesalahan lo kemarin itu sebagai khilaf lo sebagai manusia biasa, ya? Please, nikahin Nita, Van. Demi Nita, demi calon anak kalian.”
Revan berpikir sejenak. Beberapa saat kemudian, ia memegang kedua bahu Lisa sambil menatapnya tajam.
“Lo tahu dari mana Nita hamil?”
“Ck, bukan itu masalahnya sekarang ta ...”
“Oh, apa dia datang ke sini terus ngadu sama lo, Lisa? Iya? Dia minta lo buat ngomong sama gue, bujukin gue biar gue mau tanggung jawab dan nikahin dia, iya?!”
“Iya, emang Nita datang ke sini. Tapi, dia gak pernah minta gue sedikit pun buat bujukin lo. Lo gak mau tanggung jawab, dia udah mutusin buat hidup Cuma berdua sama anaknya. Anak lo, anak kalian, Van.”
Revan melepaskan cekalannya di bahu Lisa. Ia mengucap wajahnya frustasi. Usahanya untuk merebut Lisa dari Faraz sudah terlalu jauh dan kini ia haruss menyerah dan menikahi Nita? Ah, Revan sungguh tak percaya.
“Lagian, anak yang dikandung Nita itu belum tentu anak gue, Lisa,” ucap Revan dengan santainya.
Lisa memukul bahu Revan dengan kencang sehingga lelaki itu mengaduh kesakitan. “Lo kenapa jadi begini sih, Van? Jangan sampai lo nyesel nanti karena gak mau ngakuin anak lo sendiri!” bentak Lisa.
Revan mendengus sambil berkacak pinggang. Sungguh, keputusan untuk menikahi Nita adalah keputusan yang berat, amat berat untuknya sedang hatinya masih tertawan oleh rasa cinta kepada Lisa.
Revan berjalan mendekat lalu kembali memegang kedua bahu Lisa. “Apa bener gak ada kesempatan buat kita balikan?” tanya Revan serius.
Lisa menganggukkan kepalanya dengan yakin. “Iya, Van. Gak ada. Hubungan kita sekarang cuma sebatas teman, gak lebih. Gue udah bahagia sama suami dan keluarga baru gue.”
Revan patah hati. Ia sangat menyesal dulu pernah bermain api di belakang Lisa. Nyatanya kesenangan sesaat dan fana bersama Nita tak bisa menghapus cintanya pada Lisa.
Cinta?
Apakah perasaan Revan pada Lisa layak disebut dengan cinta? Atau itu bukanlah cinta, tapi hanya obsesi dan nafsu semata.
“Oke, gue akan nikahin Nita,” putus Revan dengan yakin.
Lisa senang mendengarnya. Ia tersenyum sumringah dan mengucap syukur dalam hati.
“Tapi, itu gue lakuin demi lo, Lisa.”
Senyum di wajah Lisa langsung pudar mendengar alasan Revan menikahi Nita adalah karena dirinya.“Tapi, Van ...”
“Udah, gak ada bantahan! Gue akan nikahin Nita, tapi demi lo. Karena lo yang minta, Lisa.” ucap Revan tegas.
Terserahlah! Lisa sudah tak peduli. Hal yang penting sekarang adalah Revan mau bertanggungjawab. Mungkin setelah menikah nanti hubungan keduanya bisa membaik. Lisa hanya bisa berdoa demi kebahagiaan Revan dan Nita.