Evalinda memasuki pekarangan rumah bak istana mewah yang terlihat lebih mewah dibandingkan kastil pegunungan. Evalinda menggeleng tak percaya, ia berada di pekarangan rumah mewah yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, rumah ini lebih besar dari apa yang dijelaskan Terry padanya.
Evalinda membawa koper mininya bersamanya, kata Terry ia akan langsung bekerja dan tinggal di rumah ini. Evalinda menyerat koper mininya dan hendak memasuki rumah itu lewat depan. Sebelum ia berada di pekarangan rumah ini, Evalinda harus melewati pos penjagaan didepan sana, yang membongkar tasnya dan semua isinya. Setelah melewati itu, ia pun ada di tempat ini sekarang.
Evalinda menghela napas halus, dan langkahnya terhenti ketika seorang lelaki tampan dengan pakaian mahal berdiri didepannya dan menghadang jalannya.
Evalinda menautkan alis dan menganggap lelaki itu adalah pemilik rumah ini.
“Tuan,” kata Evalinda membungkukkan badannya beberapa kali.
Lelaki itu tertawa terbahak-bahak, wanita yang kini ada didepannya sangat lah cantik dan menawan, meski pakaiannya sederhana, namun wanita itu terlihat anggun dan berkelas.
“Siapa kamu?” tanya lelaki itu.
“Saya … maid baru di rumah ini,” jawab Evalinda.
“Ouhh. Kamu maid?”
“Iya, Tuan,” jawab Evalinda.
“Jangan panggil aku Tuan, panggil aku Tuan Muda,” kata lelaki itu. “Aku anak pemilik rumah ini.”
“Baik, Tuan Muda.”
Salah satu maid melihat Evalinda dan Julionad tengah berbincang. Maid itu melihat koper yang bertengger dilantai dan langsung bisa memastikan bahwa wanita itu adalah maid baru yang akan mulai bekerja di tempat ini.
“Tuan Muda,” ucap salah satu maid yang menghampiri keduanya. “Maaf saya lancang.”
“Ada apa?” tanya Julionad.
“Kamu maid baru di sini?” tanya maid itu pada Evalinda.
“Iya,” jawab Evalinda.
“Tuan Muda, wanita ini adalah maid baru di sini, maafkan jika dia lancang.”
“Dia tidak lancang, dia hormat,” jawab Julionad.
“Tapi dia tidak membungkukkan badannya.”
“Dia sudah melakukannya,” jawab Julionad menghela napas kasar membuat maid itu menundukkan kepala karena tak berani menyela, mereka ditugaskan untuk tidak banyak bicara dan tidak membuat keributan, apalagi membuat sang empunya marah besar.
“Dimana saya bisa bertemu dengan Nyonya Erra?” tanya Evalinda.
“LEwat sini,” jawab maid itu lalu menunjukkan jalan ke belakang rumah.
“Baiklah. Antarkan saya,” kata Evalinda lalu membungkukkan badannya menghormati Julionad.
Evalinda dan maid itu lalu melangkah menuju ke belakang rumah, seorang maid tidak boleh masuk ke rumah melalui pintu depan. Ada pintu belakang yang sudah disiapkan untuk para maid bisa melakukan pekerjaannya.
“Wanita itu menarik juga,” ucap Julionad.
“Tuan Muda,” panggil Carry—asistennya.
“Carry, darimana saja kamu? Mana mobil yang aku minta?” tanya Julionad.
“Sudah saya siapkan,” tunjuk Carry membuat Julionad menganggukkan kepala lalu menuju mobil yang sudah parkir didepan rumah.
“Eh iya, kamu nggak boleh menegur Tuan Muda seperti ini di rumah ini, kamu bisa terkena hukuman,” kata maid yang menunjukkan jalan padanya.
Evalinda baru di sini, ia tidak tahu peraturan apa yang harus ia lakukan, namun bukan ia yang menegur Julionad duluan, namun lelaki itu lah yang menghadang jalannya.
“Nama kamu siapa?” tanya Evalinda.
“Aku?”
Evalinda mengangguk. Ia harus mengenal semua maid di sini agar ia bisa bertanya jika hendak melakukan sesuatu.
“Aku Letta,” jawab maid itu.
“Salam kenal. Aku Evalinda.”
“Oke. Ya sudah temui Nona Erra dulu di dalam sana, setelah itu kamu akan tahu apa tugasmu dan dimana kamarmu.”
“Baiklah.” Evalinda lalu masuk ke rumah lewat belakang, lalu membulatkan matanya penuh melihat seluruh fasilitas yang ada di rumah ini, meski ini bagian dapur, namun kemewahan sudah terpancar dari sini, setiap bangunannya sangat indah. Lalu ada bangunan dibelakang sana. Yang terlihat seperti pavilium.
Evalinda melangkahkan kakinya masuk ke sebuah ruangan yang ditunjuk Letta, lalu melihat ruangan tersebut memiliki meja dan tempat beristirahat.
“Siapa?” tanya Erra.
“Saya … maid baru, Nyonya,” jawab Evalinda menundukkan kepala.
“Kamu maid baru yang direkomendasikan Nyonya Lea?”
Evalinda menganggukkan kepala.
“Ya sudah. Kamu ke kamar belakang, taruh semua barang-barangmu di sana, dan ada seragam di loket, kamu bisa mengambilnya dan menggunakannya,” kata Erra membaut Evalinda menganggukkan kepala. “Setelah itu temui saya lagi.”
“Baik, Nyonya,” jawab Evalinda.
“Kamu bisa pergi.”
Evalinda lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut yang merupakan kamar dan ruangan kerja seorang kepala maid di mansion ini. Evalinda lalu menghampiri Letta yang kini sedang mengangkat wadah untuk ia bawa ke wastafel. Semua maid terlihat sangat sibuk, ada yang berpakaian koki juga yang mondar-mandir ditempat ini. Semuanya sudah di atur sedemikian rupa.
“Letta, dimana saya harus mengganti pakaian?” tanya Evalinda.
“Oh kamu sudah menemui Nona Erra?”
“Sudah,” jawab Evalinda.
“Kamu ke bangunan dibelakang sana saja dan masuk ke kamar 23. Itu kamarku, dan ada ranjang kosong juga lemari kosong di sana, kamu bisa tinggal di kamarku, seragam ada didalam lemari kosong yang aku maksud,” jawab Letta menjelaskan membuat Evalinda menganggukkan kepala.
“Terima kasih, ya,” ucap Evalinda.
“Iya. Cepat ganti baju dan kamu kembali temui Nona Erra.”
Evalinda lalu ke bangunan belakang yang dimaksud Letta, banyak sekali maid di mansion ini, namun mengapa masih saja kurang dan mempekerjakan maid baru terus menerus.
“Kamu maid baru juga?” tanya seseorang yang kini sudah berseragam dan menghampiri Evalinda.
“Iya,” jawab Evalinda.
“Sama donk. Aku juga maid baru.”
“Salam kenal,” kata Evalinda.
“Salam kenal juga. Namamu siapa?” tanya maid baru itu.
“Evalinda.”
“Aku Elly.”
“Salam kenal, Elly.”
“Ya sudah. Aku temui Nona Erra dulu. Kamu baru mau ganti baju, ‘kan? Silahkan ke bangunan itu,” kata Elly lalu melangkahkan kakinya memasuki bagian belakang bangunan mansion yang sangat besar itu.
Evalinda menggelengkan kepala karena tidak percaya berada di rumah ini, rumah bak istana dikerajaan, sungguh mewah dan berkelas sekali.
Evalinda melangkahkan kakinya masuk ke bangunan yang mirip pavilium dan melihat pintu kamar yang berjejer rapi dan saling berhadapan, seperti rumah kost pada umumnya. Evalinda lalu mencari nomor 23 dan masuk ke kamar tersebut. Ada tiga ranjang dalam satu kamar dan lemari dibawah ranjang yang sudah disiapkan.
Evalinda lalu membuka setiap lemari dan membuka lemari kedua yang kosong dan hanya ada seragam yang di lipat rapi. Evalinda lalu menggunakannya dan membuka pakaiannya, menaruh kopernya di samping lemari, ia akan mengaturnya nanti.
Evalinda sangat sedih harus meninggalkan rumahnya, namun ini lah yang terjadi, ia harus melakukan banyak hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya untuk mendapatkan uang yang bisa membantu keluarganya. Ia harus ikhlas dan menerima setiap nasib juga takdir yang diberikan Tuhan untuknya. Semuanya harus ia kerjakan dengan baik dan ia jalani tanpa rasa sedih dan rasa mengeluh. Sudah banyak airmata yang ia keluarkan demi bisa mensejaterahkan keluarganya.