~ THEN ~
Di bulan pertama awal tahun hubungan Bayu dan Melody telah memasuki usia empat bulan. Meski baru seumur jagung ikatan batin keduanya cukup kuat. Sering kali disibukkan oleh kesibukan pekerjaan masing-masing membuat keduanya pandai-pandai mengatur waktu melakukan quality time berdua saja. Seperti yang dilakukan mereka saat ini. Keduanya sepakat untuk menghabiskan waktu akhir pekan di sebuah kolam pemancingan ikan air tawar. Di mana nanti ikan hasil pancingnya bisa diolah di rumah makan yang terletak tidak jauh dari kolam secara gratis. Kalaupun tidak mau memancing, sekadar ingin menghabiskan waktu untuk kumpul dan makan-makan bersama keluarga dan orang-orang terdekat juga bisa. Rumah makan menyediakan ikan segar yang bisa dibeli dengan harga tertentu, tergantung berat ikan dan harganya cukup terjangkau.
"Kamu yakin mau mancing, A'?" tanya Melody tidak percaya kalau Bayu benar-benar menyewa alat pancing lengkap yang disediakan oleh tempat pemancingan bagi pengunjung yang tidak membawa alat pancing sendiri.
"Iya. Hitung-hitung relaksasi sekaligus menguji tingkat kesabaran."
"Trus kapan makannya?" rajuk Melody.
Bayu tertawa, kemudian mengacak puncak kepala Melody dengan lembut. "Sabar atuh, sayang. Sayangnya memang udah laper berat?" tanya Bayu.
"Nggak juga. Tapi A'a bisa mancing, kan? Nanti udah berjam-jam di sini malah nggak dapat ikan," cibir Melody.
"Jangan meremehkan A'a ya. Mancing apa aja, mah, bisa. Apalagi mancing keributan," canda Bayu.
Melody tertawa mendengar jawaban bernada candaan yang dilontarkan oleh Bayu. Dia ikut duduk di samping Bayu yang sudah melempar mata pancing dan menunggu ada ikan lewat yang akan naik ke mata pancingnya. Melody merebahkan kepala di atas pundak Bayu sembari memainkan ponselnya. Bayu melirik sekilas ke arah ponsel Melody. Terlihat Melody sedang membalas pesan dari keponakannya.
"Dicariin Dani?" tanya Bayu.
"Iya nih. Berisik amat dia. Tapi cuma dia yang nyariin mulu, nanya kapan pulang kalau aku lagi nggak di rumah," jawab Melody diiringi tawa ringan. Bayu tidak berkomentar, hanya tersenyum sembari mengusap pipi Melody.
Sekitar lima belas menit kemudian tiang pancing milik Bayu bergerak, seperti sedang ada yang menarik dari arah kolam. Melody yang sedang bersandar di pundak Bayu sampai terhentak. Sedangkan Bayu terlihat santai menghadapi alat pancingnya.
"Ayo tarik yang kenceng, A'! Ikannya gede, tuh!" seru Melody, menyemangati Bayu yang sedang berusaha mengendalikan alat pancingnya.
Saat ikan berhasil naik ke alat pancing Melody menyambutnya dengan suka cita bahkan menyentuh ikan untuk dimasukkan ke dalam timba berisi air yang telah tersedia tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Bayu mengernyit heran dan tersenyum lembut melihat tawa Melody yang lepas.
"Kenapa jadi kamu yang heboh?" tanya Bayu, kembali melempar mata pancingnya ke dalam kolam.
"Lucu aja."
"Kamu seneng?"
"Seneng banget," ujar Melody, memeluk tubuh Bayu singkat kemudian mengalihkan perhatian ke arah timba yang tampak penuh padahal baru terisi satu ikan.
Bayu menggeleng beberapa kali, agak heran melihat sikap Melody yang begitu menggemaskan menurutnya. Dia pun membiarkan Melody yang tampak asik dengan ikan air tawar yang menjadi objek paling menarik melebihi apa pun saat ini.
Tidak lama kemudian Bayu kembali berhasil menarik seekor ikan yang ukurannya tak kalah besar dari ikan yang sebelumnya. Melody beraksi yang sama seperti beberapa saat lalu. Hal itu membuat Bayu ikut tertawa dan merasa tenang bisa melakukan hal-hal sederhana tapi membahagiakan kekasihnya.
"Ikannya udah cukup, A'," ucap Melody saat melihat Bayu bersiap melempar mata pancingnya lagi.
"Cukup dua ekor?"
Melody mengangguk beberapa kali. "Iya jangan banyak-banyak. Kasihan nanti yang punya kolam rugi," ujarnya.
"Yakin cukup?"
"Iya cukup. Ayo beresin alat pancingnya," ujar Melody beranjak dari duduknya.
"Biar aku aja yang bawa," ucap Bayu, menghalangi Melody yang hendak mengangkat timba berisi ikan hasil pancingnya.
Melody mengangguk ringan. Dia kemudian meregangkan ototnya sebelum berjalan mengikuti langkah Bayu menuju rumah makan. Sesampainya di rumah makan, Bayu dan Melody menuju ke bagian p********n.
"Mau masak sendiri atau dibantu olahin?" tanya penjaga bagian p********n.
"Diolahin aja. Kamu mau dibakar atau digoreng ikannya?" tanya Bayu, mengalihkan pandangannya ke arah Melody.
"Dibakar aja. Yang kering tapi jangan gosong," jawab Melody.
Bayu kemudian menyampaikan keinginan Melody tadi, memesan minuman untuk mereka berdua sekaligus menyelesaikan p********n. Melody menunjuk ke arah tempat yang berdesain lesehan yang menghadap ke arah kolam pemancingan. Dia ingin duduk di sana. Bayu mengangguk menyetujui keinginan Melody lalu meminta Melody untuk ke sana terlebih dulu sebelum tempat tersebut ada yang menempati. Melody menurut dan bergegas melangkah meninggalkan Bayu. Sesaat setelah Bayu ikut bergabung bersama Melody, kekasihnya itu mengajak berswafoto. Awalnya Bayu menolak karena pada dasarnya Bayu memang pemalu orangnya. Namun akhirnya dia menurut setelah mendapat bujuk rayu dari Melody. setelah mengambil beberapa foto dengan ponsel Melody, keduanya mengobrol santai sembari menunggu pesanan makanan datang.
Tidak pernah terbayangkan dalam pikiran Melody, dia akan merasa sebahagia ini bersama orang yang baru beberapa bulan dikenalnya. Bayu benar-benar telah memberi warna baru dalam kehidupan Melody. Hidup Melody yang selama ini tidak terlalu berwarna menjadi penuh warna ketika bersama Bayu. Hal itu membuat batin Melody semakin terikat kuat pada nama Bayu. Dia takut kehilangan sosok dan memori tentang Bayu. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan Bayu. Dia takut kehilangan sosok dan memori tentang Melody. Sebuah keinginan besar dan tulus muncul dari hati Bayu yang terdalam. Dia ingin menjadikan Melody miliknya seutuhnya. Mengikat Melody ke sebuah ikatan yang lebih erat lagi, lebih dari sekadar pacaran seperti sekarang ini. Bayu ingin menikah dengan Melody. Namun Bayu masih belum bisa mengutarakan keinginannya itu sekarang. Dia akan mencari waktu yang tepat untuk mengutarakan rencana besar itu pada Melody.
"Enak nggak ikan bakarnya?" tanya Bayu melihat Melody masih melanjutkan memakan ikan bakar tanpa nasi, karena nasi di piringnya telah tandas beberapa saat yang lalu.
"Enak, apalagi ikannya hasil mancing."
"Pelan-pelan makannya, sampai belepotan gini," ujar Bayu, membersihkan bekas bumbu ikan bakar yang menempel di tepi bibir Melody dengan ibu jarinya.
Melody hanya tertawa, melanjutkan makan ikan bakar tanpa merasa malu-malu pada Bayu. Hal itu yang membuat Bayu merasa Melody berbeda dari kebanyakan perempuan yang ditemuinya.
"Aku antar kamu balik ke Jakarta ya," ujar Bayu setelah mereka meninggalkan rumah makan.
"Nggak usah, A'. Aku bisa pulang sendiri. Lagian aku bawa mobil sendiri."
"Ya udah biar aku yang supirin kamu sampai Jakarta."
"Trus A' Bayu balik ke Bandungnya gimana?"
"Ya kan bisa naik angkutan umum."
"Nggak usah deh. Kasihan A'a nanti capek mondar mandir Jakarta Bandung. Lumayan jauh loh."
"Demi kamu. Capek jadi nggak kerasa."
"Bisa aja A'a. Makasih ya, udah jadi pacar yang baik buat aku."
Bayu balas tersenyum sembari mengusap lembut pipi Melody. Dia kemudian segera melanjutkan perjalanan menuju kos Melody, supaya kekasihnya itu bisa bersiap untuk kembali ke Jakarta.
***
Sesampainya di rumah abangnya, Melody mengajak Bayu untuk mampir. Namun Bayu menolak. Ini untuk pertama kalinya Bayu melihat tempat tinggal Melody. Ada rasa rendah diri tiba-tiba muncul dalam diri Bayu saat menatap rumah megah berdiri dengan anggun dan kokoh di hadapannya. Dia kira selama ini rumah-rumah berbentuk seperti ini hanya ada dalam sinetron ataupun film-film yang kerap ditonton oleh ibunya. Dan kini dia menatap dengan mata kepalanya sendiri.
"Rumah kamu besar banget," gumam Bayu, tapi masih bisa terdengar oleh Melody.
"Ini rumah abangku, A'. Bukan rumah orang tuaku apalagi rumahku. Mampir bentar ya."
"Nggak usah, Mel. Malah sungkan aku. Aku antar kamu sampai sini aja ya," ujar Bayu hendak keluar dari mobil Melody.
"Kok gitu, sih?" rajuk Melody, tidak suka dengan sikap Bayu yang seperti ini.
"Kapan-kapan aja aku ke sini lagi. Bukan nganterin kamu seperti sekarang ini, tapi bener-bener aku niatin ke sini untuk nemuin kamu," jawab Bayu, tersenyum sembari mengusap lembut pipi Melody.
"Janji ya!"
"Iya sayangku. Udah sana kamu masuk."
"Tapi kalau cuma nganter aku gini mending sampai depan gerbang utama aja. Soalnya rumah ini jauh dari jalan besar. Niatku tadi kan A'a mampir bentar, nanti biar orang rumah yang antar A'a ke gerbang depan," jelas Melody.
Bayu tertawa, dia kemudian kembali masuk mobil dan mengemudikan mobil Melody menuju jalan besar seperti yang dikatakan oleh Melody.
Setelah kembali ke rumah abangnya, Melody bergegas menuju kamar. Namun langkah Melody tertahan saat kakinya baru memijak anak tangga kedua. Namanya disebut dari arah ruang tengah oleh kakak iparnya.
"Kenapa, Kak?" tanya Melody saat menghampiri Ana yang sedang menjamu tamu di ruang tengah.
"Ini kakak perempuannya Arkan. Yang waktu itu Kak Ana perkenalkan sama kamu."
"Oh...Melody," ujar Melody menyebutkan namanya seraya menjabat tangan seorang wanita yang umurnya kira-kira seumuran Ana.
"Kamu mau ke mana?" cegah Ana saat Melody hendak meninggalkan ruang tengah.
"Mau ke kamar, Kak."
"Di sini aja dulu. Temani Kak Ana dan Kakaknya Arkan."
"Maaf banget. Pengen nemanin, tapi aku mau istirahat, Kak. Capek nyetir dari Bandung," kilah Melody.
"Makanya kamu itu yang nurut jadi adik. Abang kamu kan sudah menawarkan untuk dijemput supir aja kalau mau kembali ke Jakarta. Udah benar seperti itu, sekarang kamu malah nggak ngijinin siapa-siapa jemput kamu ke Bandung," ujar Ana panjang lebar. Dia mengomeli Melody tanpa peduli kalau saat ini ada orang lain di antara mereka.
Melody berdecak kesal. "Aku bisa nyetir sendiri, jadi nggak perlu antar jemput kayak anak kecil," protesnya dengan nada bicara yang tidak bisa disembunyikan, kalau saat ini dia sedang kesal pada sesuatu ataupun seseorang.
"Kamu itu selalu gitu. Kalau dinasehatin pasti membantah."
Tidak lagi memedulikan kakak iparnya, Melody bergegas melangkah meninggalkan ruang tengah. Dia terus mendengkus sepanjang jalan menuju kamarnya. Rasa malu dan kesal sudah melebur jadi satu dalam hati Melody saat ini.
Malam harinya diadakan acara pertemuan keluarga antara keluarga Luthfi Khawas dengan keluarga calon suami adik perempuannya yang lain, Symphony. Pertemuan dua keluarga besar itu tidak hanya membicarakan soal rencana pernikahan antara Symphony dengan kekasihnya, Aries Syahrier, tetapi juga membicarakan bisnis baru yang akan dikembangkan bila dua anak manusia tadi telah disatukan ke dalam ikatan tali suci pernikahan.
Melody sama sekali tidak tertarik untuk nimbrung ke dalam obrolan keluarga itu. Dia memilih duduk di kursi malas yang ada di tepi kolam. Bayu sendiri sedang berada di tempat temannya dan Melody tidak ingin mengganggu. Bosan duduk sendiri tanpa melakukan sesuatu Melody memutuskan kembali ke kamar. Namun baru saja dia hendak melangkah kembali ke kamar, langkahnya dihalangi oleh Ana yang ternyata memang akan ke arah kolam untuk memanggil Melody.
"Kita semua mau makan. Ayo kamu juga gabung."
Melody menggeleng malas. Dia sama sekali tidak tertarik berbasa basi dengan siapapun saat ini.
"Kamu nggak kasihan sama abang dan kakak kamu? Sikap kamu ini bikin mereka semua malu. Harusnya kamu bisa lebih menghargai keluarga ini, Melo."
"Aku takut nggak nyambung kalau maksain diri ada di sana. Daripada aku jadi kelihatan kayak kambing cong*k, mending aku memisahkan diri aja."
"Kamu ini, ya, kalau dibilangin."
"Sudah, jangan dipaksa. Kalau Melody nggak mau kenapa mesti kamu yang bersikeras, Ana?" tegur Luthfi setelah melihat dan menghampiri dua wanita terdekatnya sedang berdebat untuk hal yang tidak harusnya jadi perdebatan.
"Mas Luthfi itu terlalu manjain Melody. Bukannya jadi bener, anak ini makin susah diatur," ucap Ana lalu meninggalkan Melody dan Luthfi.
"Kamu kan belum makan malam, Mel. Ikut makan aja, nanti kalau sudah selesai kamu boleh meninggalkan meja makan," ujar Luthfi pada Melody dengan nada bicara lembut tapi tetap terdengar tegas.
Melody akhirnya menuruti ucapan abangnya. Dia mengambil posisi duduk di samping keponakannya. Sepanjang acara makan, Melody tidak bisa makan dengan nyaman karena telinganya terasa pengang mendengar obrolan Ana dan calon ibu mertua Symphony sedang membicarakan hal-hal yang tidak luput dari harta dan bisnis. Sedangkan Luthfi, Symphony, Aries dan ayah Aries membicarakan soal perusahaan masing-masing. Sangat berbeda dengan kondisi keluarga Bayu. Meski tinggal di pinggiran kota dan terkesan lebih sederhana, rasa kekeluargaan yang ada dalam keluarga Bayu masih melekat di hati Melody. Bahkan Melody tidak akan menolak bila Bayu mengajaknya lagi untuk menghabiskan waktu bersama keluarga Bayu.
Tiba-tiba ada rasa takut yang muncul dalam hati kecil Melody. Dia khawatir keluarganya tidak akan bisa menerima Bayu dengan baik, sebaik keluarga Bayu menerimanya waktu itu. Dia takut Ana akan mencemooh kondisi Bayu dan keluarganya. Memikirkan hal itu membuat Melody semakin tidak nyaman. Akhirnya dia benar-benar meninggalkan meja makan setelah menyelesaikan acara makannya.
~~~
^vee^