JANGAN PANGGIL PAK!

1048 Kata
“Dia janjian beli di developernya Badai atau bagaimana?” tanya Hasan. “Enggak dia malah nggak tahu itu developer bang Badai, dan aku juga enggak rekomendasiin karena aku enggak tahu dia butuh rumah.” “Waktu itu dia sudah beli, lalu saat dia sedang konsultasi bentuk rumah yang dia pesaan, saat itu Pavita yang memanggil dia dan memperkenalkan suaminya pada Kayshilla.” “Jadi jauh sebelum Pavita meninggal. Pokoknya begitu sehabis dia keluar dari rumah dia bersama suaminya, dia langsung beli sendiri kok. Jadi memang uang dia sendiri, bukan menunggu penjualan rumah bersama Keenan. Nah ini rumah saja baru mau dia jual.” “Kalau begitu kita makan berempat saja. Enggak apa-apa kan?” usul Hasan. “Kok berempat?” Tanya Kemala “Katanya dia ada janji dengan Badai. Berarti kan berempat.” “Wah aku malah nggak tahu kalau abang Badai bisa ikut makan sama kita apa nggak. Ya enggak apa-apa lah. Nanti aku tanya. Sebentar lagi pasti Kay menghubungi aku.” ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Maaf kemarin Ibu sudah deal kan dengan Pak Badai. Kalau masih mau nego sama saya, saya nggak punya waktu. Silakan Ibu cari penjual yang lain saja!” “Saya nggak pernah menawarkan rumah itu. Saya jual dengan harga standar saja karena saya ingin mengubur kenangan hitam di sana.” “Kalau Ibu kurang satu rupiah saja lebih baik batalkan saja Bu. Saya tidak ingin negosiasi dengan apa pun dan siapa pun. Sama seperti saya katakan pada Pak Badai, harga segitu ya segitu. Tidak saya tambahin tidak saya kurangi. Terserah Pak Badai.” “Tapi kalau Ibu masih mencoba untuk nego dengan saya, saya permisi saja Bu,” Kayshilla tegas mengambil dompet dan handphonenya dia lebih baik pergi untuk makan siang bersama Kemala. “Eh iya, iya nggak apa-apa Bu Dokter. Maaf saya pikir saya masih bisa sedikit nego,” jelas calon pembeli. “Saya mau bertemu saja karena katanya saya tinggal tanda tangan jual beli. Bukan untuk negosiasi. Kalau saya masih mau negosiasi ngapain saya minta bertemu di sini? Waktu saya itu lebih baik buat ngurusin para ibu yang mau melahirkan atau operasi atau apa pun daripada ngurus jual beli seperti ini.” “Saya nggak butuh kok. Enggak dijual juga nggak apa-apa. Biar saja sampai rumah itu hancur saya enggak apa-apa kok Bu. Jadi mohon mengerti saya bukan mau jual beli. Saya hanya mau tanda tangan penjualan sebagai pemilik saja itu Bu,” kata Kayla tegas. Dia paling benci orang yang sudah deal masih mau minta pengurangan lagi. Suami calon pembeli menggamit lengan istrinya lalu dia menggeleng agar menghentikan istrinya bicara. “Maaf Bu Dokter. Maafkan istri saya. Biasalah perempuan kan seperti itu. Ingin menawar lebih agar dapat sedikit pengurangan,” ucap scalon pembeli lelaki yang malah menyulut kemarahan Kayshilla. “Saya perempuan! Dan tidak semua perempuan seperti itu. Maaf saya tidak termasuk dengan kategori tersebut. Apa yang saya katakan A adalah A.” “Saya tidak mau lagi berhubungan dengan kalian semua. Maaf selamat siang,” kata Kayshilla meninggalkan Badai dan dua tamunya. “Maaf ya. Itulah pemilik rumah yang Anda inginkan. Anda salah besar. Dia benci rumah itu. Dia tidak mau ada penawaran apa pun dan dia lebih baik rumah itu hancur.” “Dia benci Anda sepertinya tidak menghargai saya. Kita sudah deal, lalu Anda menawar lagi padanya. Seakan saya ingin mengambil keuntungan dari dia. Itu sangat dia tak suka. Anda merendahkan saya dimatanya.” “Kalau Anda berdua masih berminat Anda tunggu sebentar sini, saya akan berikan surat ini pada dia untuk tanda tangan. Tapi ini kesalahan fatal Anda. Sangat fatal.” “Tidak semua orang sama seperti yang Anda katakan tadi. Dia sangat berprinsip kalau dia bilang A ya A. dia mau bertemu Anda itu sudah suatu kesempatan langka. Dia hanya tahu bertemu untuk tanda tangan bukan untuk negosiasi lagi.” “Saya hafal karakter dia karena kebetulan dia yang menangani kehamilan istri saya. Jadi saya tahu itu.” “Terserah sekarang Ibu sama Bapak mau beli rumah itu atau tidak. kalau mau beli berkas saya bawa untuk mencoba meminta pemilik menandatangani. Kalau tidak ya sudah. Berarti Anda telah membuang waktu dokter Kayshilla secara percuma.” “Oke, jadi, jadi, saya tunggu di sini,” ucap calon pembeli lelaki. Pasangan itu sudah melihat rumah dan sangat tertarik dengan rumah tersebut. Tentu saja mereka tidak mau membuang kesempatan dan memang rumah itu dijual sangat murah oleh Kayshilla. Tapi memang dasar mulutnya calon pembeli saja yang masih mau nego. Dia pikir bertemu dengan pemilik langsung bisa mengurangi harga penjualan, walau istilahnya satu juta, kan lumayan. “Saya akan berupaya sebaik mungkin. Semoga dia tidak malah membatalkan atau memberi harga dua kali lipat, karena dia sedang marah. Dia sangat sulit ditemui apalagi ditaklukan dengan kata-kata lembut. Dia tidak mau seperti itu. Jadi berdoa saja rumah itu jodoh Anda,” Badai pergi meninggalkan dua orang suami istri itu. Mereka bingung ada orang tak butuh duit seperti Kayshilla. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kamu di mana?” tanya Badai by phone. “Aku mau ke cafetaria belakang menemui Hasan dan Kemala mereka menunggu aku di sana.” “Hasan?” “Iya, dia ada di sini.” “Oke aku juga ke sana,” kata Badai. Dia tidak mau mengatakan bahwa membawa berkas jual beli. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Kalian sudah sampai lama atau bagaimana?” tanya Kayshilla. “Enggak aku baru sampai. Saat kirim pesan ke kamu itu kami belum jalan ke sini, masih di ruanganku,” jelas Kemala. “Wah ada apa nih Pak Hasan tumben datang?” “Aduh jangan panggil Pak dong. Kamu sama Badai panggil Bang masa panggil aku PAK?” “Janganlah. KAK boleh, KANG boleh. Tapi jangan Pak.” “Dan Mas juga kayaknya nggak cocok karena aku bukan orang Jawa. Kecuali Kemala mau memanggilku mas karena panggilan dari suku dia. Tapi kalau Pak janganlah.” “Kasih aku usia lebih sedikit muda. Masa aku dituain banget. Enggak sesuai sama Badai,” protes Hasan mendengar panggilan Kayshilla padanya. “Aku dengar namaku disebut. Ada apa nih. Mau traktir aku?” “Loh kenapa kalian nggak bareng? Bukannya kalian ada pertemuan dengan konsumen?” tanya Kemala. “Halah konsumen nggak nggenah!” jawab Kayshilla kesal. Dia langsung menuliskan menu yang akan dia pesan. Badai mengedipkan mata pada Kemala, Hasan melihat itu. Dia bisa menyimpulkan pasti ada trouble dengan pembeli tadi.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN