“Agni, bantu aku. Temani aku datang ke pernikahan Jayanti dan Bastian. Tidak sebagai asistenku, tapi sebagai tunanganku atau mungkin istriku?” Andra terdengar memohon.
“A-APA?” Agni membelalakkan matanya kaget.
"A-aku menjadi tunanganmu? Istrimu?" Agni tak percaya.
"Iya, tolong," Andra berdiri dan memperlihatkan sesuatu di tangannya.
Agni melihat kalau itu selembar undangan. Andra menyerahkan undangan itu dengan tangan bergetar.
Di amplop tertulis untuk : RIGEL ANDROMEDA
Dan isinya mencantumkan pernikahan antara JAYANTI AYUDISHA dengan BASTIAN ALDEBARAN.
Apa ini tidak salah?
Baru saja tiga bulan hubungan mereka berakhir, Jayanti sudah menemukan lelaki lain dan bahkan menikah?
Tidak heran kalau Andra terlihat murung.
Jayanti sang mantan kekasih yang sudah menyakitinya.
Mantan kekasih yang meninggalkannya karena Andra tak kunjung mampu memberikan kesuksesan dan kemapanan yang Jayanti inginkan.
Agni bisa merasakan kalau berbagai rasa pasti bercampur aduk di diri Andra. Sedih. Terluka. Marah. Kecewa. Sakit hati.
Mereka baru saja berakhir tiga bulan lalu. Bagaimana mungkin perempuan ini bisa begitu cepat menikah dengan lelaki lain?
Apa selama ini perempuan itu bermain api di belakang Andra?
Ia menatap wajah tampan Andra yang terlihat sedih.
Wajah yang selama tiga bulan ini selalu penuh semangat, namun saat ini terlihat berbeda.
Andra terlihat rapuh.
Ingin rasanya melindungi lelaki yang telah berhasil menarik hatinya ini.
Tiga bulan bekerja bersama Andra, membuatnya memiliki perasaan berbeda.
Rasanya tak mungkin menolak permintaan lelaki sebaik Rigel Andromeda.
Akhirnya... Agni mengangguk.
Andra menunjukkan wajah sumringah dan senang. Ia pun dengan berani memeluk Agni, "Thank you."
“Agni, aku tidak mungkin tidak datang. Aku ingin datang dan meyakinkan diriku sendiri kalau itu betul adanya. Aku tidak mungkin kuat kalau pergi sendiri…” Andra berbisik pelan di telinganya.
Mulai hari ini, aku akan menjadi tunangan Andra? Atau bahkan istrinya?
Diam diam, Agni tersenyum dalam pelukan Andra.
***FLASHBACK***
"Kita putus!" Jayanti bicara dengan tegas.
Dari matanya, Andra bisa menangkap kalau tidak ada lagi cinta. Semua rasa itu seperti menghilang dari diri Anti.
Tapi…
Hubungan ini harus ia perjuangkan.
Andra menatapnya, “Kenapa? Apa yang terjadi? Jelaskan padaku. Aku berhak tahu."
“Aku sudah menunggumu lebih dari satu tahun ini, tapi usahamu belum juga berhasil. Andra, aku tidak mungkin menikahi lelaki yang tidak memiliki apa apa sepertimu!” Jayanti menatapnya dengan dingin.
“Semuanya perlu proses yang tidak sebentar,” Andra memelas, "Aku pasti berhasil."
Ia tak rela hubungan yang ia jalani setahun ini berakhir begitu saja hanya karena persoalan materi.
“Aku sudah berjanji kalau aku akan memberikanmu segalanya Anti. Asal kamu bersabar!” Andra kembali bicara.
“Hubungan ini bukan sekedar soal materi. Tapi juga hati. Kamu menyayangiku bukan?” Andra menatap Jayanti, dan berharap masih ada rasa itu.
“Cinta tidak akan bisa membiayai hidup. Ujung ujungnya, semua perlu uang,” Jayanti menjawabnya dengan dingin.
"Kamu harus tahu, kalau banyak laki laki lain mengejarku. Dan mereka jauh jauh lebih mapan darimu. Aku salah sudah bertahan di sisimu selama ini!" Jayanti dengan tega mengucap kata kata yang menyakiti perasaan Andra.
“Berikan aku kesempatan kedua,” Andra memohon. Besarnya rasa sayang yang ia miliki pada Jayanti membuatnya seperti tak memperdulikan ucapan perempuan itu.
“Tidak. Satu tahun batas maksimalku. Kita berakhir,” Jayanti pun melangkah pergi. Bunyi hak sepatu Jayanti yang beradu dengan lantai menjadi satu satunya pengisi kesunyian. Setelah pintu tertutup, langkah itu menjauh dan meninggalkannya dalam kesunyian.
Andra tahu kalau hatinya sedih. Ia terluka. Tapi, tidak ada setetespun air mata keluar dari matanya.
Ia hanya menatap dinding apartemennya dengan kosong.
***
Agni sedang berbaring di sofanya.
Akhirnya pindahan selesai! Apartemen ini enak juga.
Kamu harus semakin semangat mencapai cita cita! Apartemen baru, kota baru, hidup baru.
Satu satunya yang harus aku lakukan sekarang adalah mencari pekerjaan agar bisa bertahan hidup. Setidaknya sampai cita citaku tercapai!
Jangan sampai semua uang warisan papa dan mama habis untuk hidup.
Ah, aku cari makan dulu! Lapar!
Ia berjalan keluar dari apartemen dan take away makanan.
Setelah membungkus mie goreng kesukaannya, Agni pun kembali ke apartemen. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara agak keras dari apartemen nomor 707. Apartemen yang ada di sebelah miliknya.
Suara keras itu adalah suara perempuan yang berkata, “Tidak. Satu tahun batas maksimalku. Kita berakhir.”
Agni sangat jelas mendengar kata kata itu.
Hmm.. Keributan rumah tangga nih! Sepertinya si perempuan memutuskan hubungan dengan pasangannya.
Ia memutuskan untuk segera menghindar dan masuk ke apartemennya yang terletak di sebelah nomor 707. Namun, tak sengaja ia bertubrukan dengan perempuan cantik berambut panjang bertubuh tinggi langsing yang keluar dari apartemen tersebut.
“Maaf,” Agni dengan reflek meminta maaf.
Tapi perempuan itu tidak menjawabnya hanya melangkah pergi.
Agni hanya menggelengkan kepala. Kehidupan di kota metropolitan mungkin seperti itu. Tidak ada basa basi dan sesuka hati.
Ia pun masuk ke apartemennya. Apartemen nomor 709.
Entah kenapa, rasa laparnya seperti menghilang.
Pikirannya melayang memikirkan tetangga sebelahnya.
Matanya menatap ke dinding yang berbatasan dengan apartemen nomor 707.
Hari pertama pindah ke apartemen ini adalah hari yang membahagiakan. Namun ternyata tetangga sebelahnya mengalami kesedihan.
Ah, tapi bukan urusanku.
Agni kembali diam dan berpikir.
Hmm.. Ok, memang bukan urusanku, tapi kasihan juga.
Ia pun memutuskan untuk melangkah ke apartemen sebelah sambil membawa mie goreng miliknya.
Agni membunyikan bel. Pintu pun terbuka.
Ia tersenyum lebar saat melihat sosok lelaki yang membukakan pintu.
Lelaki ini boleh juga!
Lumayan tampan dan bersih. Meski, matanya sedikit sendu. Entah karena sedih, entah karena memang matanya sendu.
“Ya, bisa saya bantu?” Lelaki itu memiliki suara dengan nada rendah.
Agni memamerkan senyum cantiknya yang khas hingga memunculkan lesung pipi miliknya, “Hai, perkenalkan, nama saya Zeta Agnia, tapi panggil saja Agni. Dan saya penghuni baru di apartemen 709.”
Lelaki itu membalas senyumannya dengan ramah, “Oh, hai. Nama saya, Rigel Andromeda, panggil saja Andra.”
“Hah? Zeta? Andromeda? Nama kita sama sama dari rasi bintang,” Agni membelalak kaget.
“Iya ya?” Andra tersenyum.
“Apa saya boleh masuk? Maafkan kalau kurang sopan. Hanya saja, saya baru di apartemen ini dan juga di kota ini. Jadi senang rasanya kalau bisa menemukan teman baru,” ucapnya.
“Tapi, sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Saya sedang ada pekerjaan,” Andra menolaknya dengan halus.
“Ah, sayang sekali. Ya sudah, ini tanda pertemanan kita. Saya membawakan mie goreng. Tidak banyak dan tidak tahu juga apa enak atau tidak. Ini,” Agni menyodorkannya.
“Tidak perlu repot repot,” Andra kaget menerima pemberian itu.
“Tidak repot,” Agni tersenyum lebar.
Andra akhirnya menerima bungkusan mie goreng tersebut, “Terima kasih.”
“Sama sama,” Agni melambaikan tangannya, “Kalau perlu teman, saya ada di sebelah. Apartemen 709.”
Andra hanya tersenyum, “Ok.”
“Bye,” Agni menarik nafas panjang lalu berbalik pergi.
Namun, sesaat sebelum membuka pintu apartemennya, Andra memanggilnya, “Agni, sori. Kita makan bareng saja, mau?”
Agni tersenyum lebar, “Mau!”
Ia pun bergerak cepat mendekat dan masuk ke apartemen Andra. Apartemen dengan dekor yang minimalis dan cukup rapi. Tapi ada satu pojok yang sedikit berantakan dengan tumpukan kertas dan buku. Ada dua komputer dan satu laptop di atas sebuah meja yang cukup besar.
“Wah, banyak sekali komputernya,” Agni dengan cueknya terus bicara.
“Itu pekerjaanku,” Andra menjelaskan.
“Oh, apa pekerjaanmu?” Agni kembali bertanya.
“App developer dan juga programmer. Semua rangkap rangkap,” Andra tersenyum.
“Wah hebat. Saya tidak mengerti apapun soal itu. Pusing,” Agni dengan ceria terus saja berkata kata.
Andra tergelak. Ia menggelengkan kepala. Kesedihannya setelah patah hati, seakan terobati dengan sikap teman barunya ini. Agni yang banyak tanya sedikit menghilangkan kesepiannya.
Tiba tiba, Agni mengambil selembar brosur yang ada di mejanya, “Apa ini?”
“Apa?” Andra mendekat lalu membaca brosur tersebut, “Oh itu lowongan kerja. Saya mencari seorang asisten untuk membantuku. Freelance saja.”
“Ah, apa bisa saya saja? Please. Saya butuh pekerjaan,” Agni menangkupkan kedua tangannya.
Andra tertawa, “Tapi gajinya tidak besar. Ini soalnya freelance saja. Selain itu, aplikasiku belum ada investor. Jadi ini baru merintis.”
“Tidak masalah! Justru saya mencari pekerjaan freelance, asal bisa makan,” Agni tersenyum lebar. “Ada hal yang ingin saya raih dengan datang ke kota besar ini.”
“Apa itu?” Andra mengajak Agni duduk di meja makan dan mulai membuka mie goreng yang Agni bawa serta membawakan piring, sendok dan garpu. Ia pun mempersilahkan Agni memakannya.
“Saya ingin menjadi seorang penulis,” Agni menceritakan dengan berbinar binar.
“Serius?” Andra mulai memakan mie goreng yang Agni bawa.
“Iya serius,” Agni mengangguk.
“Jadi sambil menulis, bisa ada sampingan yang menghasilkan,” ungkap Agni lagi.
“Baiklah. Apa kamu bersedia jadi asistenku?” Andra menatapnya.
“Bersedia! Jelaskan saja tugasnya,” Agni mengangguk berulang kali.
“Nanti bantu saya memasukkan proposal app yang sedang dikembangkan ke perusahan perusahaan. Kita cari investor,” jelas Andra.
“Siap bos, perintahkan saja,” Agni mengiyakan dengan suara keras.
Andra hanya tertawa. Agni semangat sekali!
“Orang bilang, silaturahmi membawa rezeki. Ini terjadi padaku!” Agni tertawa.
Andra lagi lagi tersenyum. Agni mudah sekali tersenyum dan tertawa. Perempuan ini sepertinya tipikal yang mensyukuri segala hal yang terjadi padanya. Mau itu kecil atau besar, Agni menunjukkan sikap positif dan selalu ceria.
Semoga semuanya menular padaku. Dan aku bisa kembali pulih dari sakit hatiku.
Kamu harus bangkit Andra!Tunjukkan pada Jayanti kalau kamu bisa!Kamu harus menjadi Rigel Andromeda yang sukses dan mampu membuat Jayanti kecewa meninggalkanmu!
***