BAB 8

1324 Kata
Bastian menghubungi Enif untuk membuat janji ketemu dengan Altair Orion malam ini. Namun sayangnya tidak bisa. Enif beralasan kalau Altair sudah ada janji lain. Tidak biasanya Kakek Alta menerima tamu malam hari. Ah, ya sudahlah... Enif menawarkan untuk membuat janji keesokan harinya saat sarapan. Bastian pun mengiyakan. Ia kembali menghubungi Jayanti. Jayanti, "Halo. Bagaimana?" Bastian, "Kakek Alta sudah ada janji malam ini. Enif menawarkan besok pagi, saat sarapan." Jayanti, "Kamu bilang ok bukan?" Bastian, "Ya. Aku sudah mengiyakan untuk ketemu besok pagi. Tidak mungkin aku menyusun janji di lain waktu. Ini momen bagus kalau Kakek Alta bersedia besok pagi." Jayanti, "Baguslah. Apa yang harus aku persiapkan?" Bastian, "Tidak ada. Kakek Alta tidak pernah mau menerima pemberian apapun. Semua langsung masuk untuk donasi. Jadi, tidak perlu." Jayanti, "Oh baiklah. Bas, sepulang kantor, aku tunggu di apartemen ya." Bastian. "Ya nanti aku mampir." *** Andra dan Agni menggunakan taksi online untuk bergerak menuju alamat yang disebutkan oleh Enif. Namun setibanya di alamat tersebut, tidak ada rumah, yang ada sebuah mobil mewah yang menunggu mereka di depan bangunan seperti gapura. Dari mobil mewah tersebut, Enif keluar menyambut keduanya, "Selamat malam mas Andra, mbak Agni." "I-ini dimana?" Agni bingung. "Bapak Alta tidak menyukai banyak orang mengetahui kediamannya. Jadi, tidak ada alamat jelas yang akan tercantum dalam ggle maps. Data alamat rumah adalah rahasia demi keamanan. Mohon maklum," Enif tersenyum. "Silahkan masuk, kita pergi bersama sama," Enif meminta Andra dan Agni memasuki mobil mewah tersebut. Agni sedikit tak percaya kalau ia akan duduk di sebuah mobil mewah yang mungkin tak akan pernah bisa ia beli seumur hidupnya. Sedikit banyak ia tahu kalau ini adalah Mercedes Benz Maybach S680 keluaran terbaru yang harganya mungkin lebih dari lima milyar. Entahlah berapa banyak angka nol yang tersemat dalam harga mobil ini... Dengan hati hati, ia dan Andra melangkah masuk ke dalam jok belakang mobil tersebut. Sedangkan Enif duduk di kursi depan di sebelah supir. Mobil pun melaju dengan suara super halus. Agni berbisik pelan, "Sebut aku kampungan, tapi kenapa ya rasanya aku khawatir membuat mobil ini kotor." Andra membalasnya, "Sama. Aku kok tegang sendiri. Rasanya tidak ingin menyentuh apapun di dalam mobil ini. Bagaimana kalau kita meninggalkan jejak?" Agni cekikikan pelan, "Kampungan sekali kita." Andra menahan senyumnya. Tak berapa lama, mobil memasuki satu kawasan luas dengan gerbang besar dari besi berwarna hitam. Agni memperhatikan kalau di pintu gerbang tersebut ada sekitar tiga orang penjaga yang bersiaga. Saat para penjaga itu melihat mobil yang mereka tumpangi, tanpa banyak pertanyaan, langsung saja pagar terbuka dengan sendirinya. "Rumah ini luas sekali," Agni kembali berbisik pada Andra. Ia menatap rerumputan hijau yang cukup luas dengan pepohonan di sepanjang jalan masuk. Ia melihat kalau dari kejauhan ada rumah besar dua lantai dengan cat warna putih. "Sangat," Andra balas berbisik. "Ini rumah atau istana?" "Andra, bahkan istana kepresidenan pun rasanya tidak sebesar ini," Agni geleng geleng kepala. "Tak heran satu juta dollar mungkin nilai uang yang biasa biasa saja di mata Altair Orion." Agni tak mengedipkan mata. Bahkan di keremangan senja, kemegahan rumah ini terlihat jelas di depan mata. Ternyata seperti ini rumah seorang konglomerat. Luas dan megah dengan penjagaan ketat. Bahkan alamatnya tidak muncul di ggle maps? Luar biasa sekali... "Kita sudah sampai," Enif tersenyum dan turun dari dalam mobil. Tak terasa mobil berhenti di depan pintu depan rumah. Agni dengan ragu turun dari dalam mobil, begitupun Andra. Ini bentuk kemewahan yang tak terbayangkan. Gugup sekali rasanya untuk menginjakkan kaki di dalamnya. Enif mengajak mereka masuk melalui pintu depan. Tanpa sadar, Agni dan Andra saling bergenggaman tangan untuk meredakan rasa gugup yang mendera. Mereka memperhatikan suasana rumah tersebut. Lantai dari marmer saja sudah mengesankan mahal. Belum lagi lampu gantung yang begitu mewah terpasang di setiap ruangan. Tak hanya itu, ada beberapa staf yang menyambut mereka dan menawarkan untuk membawakan barang barang. Seperti salah satu staf menawarkan untuk membawa jinjingan di tangan Andra dan ransel yang ia kenakan. Tapi Andra dengan sopan menolaknya. Mereka terus berjalan mengikuti langkah Enif, hingga mereka tiba di tengah rumah yang super luas. Agni melongo. Ini lebih luas dari apartemenku dan apartemen Andra digabung. Di ruang tengah tersebut, Enif mempersilahkan mereka duduk di sebuah sofa panjang. Andra dan Agni pun duduk. "Saya tinggal dulu sebentar," Enif menghilang memasuki sebuah ruangan. "Andra, aku sungguh tak menyangka ada rumah semewah dan semegah ini di ibukota. Apa aku terlalu kampungan?" Agni kembali berbisik. "Aku juga baru melihatnya," Andra menahan senyumnya. "Kita memang norak." Agni akhirnya tersenyum, "Iya." Tiba tiba matanya menyadari kalau dari tadi tangan mereka saling menggenggam erat. Agni dengan cepat melepaskannya. Begitupun Andra. Mereka tertunduk malu. Dan akhirnya menunggu dalam diam. "Selamat malam," Altair Orion akhirnya keluar dari ruangan tempat Enif tadi masuk. "Apa kalian kesulitan untuk sampai lokasi?" Alta dengan ramah bertanya. "Tidak pak," Andra menjawabnya. "Syukurlah," Alta tersenyum. "Kita langsung ke ruang makan saja. Makan malam dulu dan baru bicara bisnis," Alta mengajak mereka masuk ke sebuah ruang makan dengan meja panjang yang mungkin cukup untuk dua puluh orang. Lampu hias kristal tergantung dengan indahnya. Suasana ruangan terasa bersinar. Ini ruang makan atau ruang rapat? OMG! Agni tak henti terus terkagum kagum. Akhirnya ia dan Andra duduk bersebelahan. Tapi, kemudian Andra berdiri dan menghampiri Enif untuk menyerahkan jaket miliknya, "Bapak, saya bermaksud mengembalikan jaket ini. Terima kasih banyak." "Sama sama," Enif menerimanya lalu menyimpan jinjingan itu di sebuah rak. "Silahkan duduk lagi. Sweater Mas Andra belum saya bawa, nanti menyusul saya kembalikan," jawab Enif. "Tidak apa apa," Andra mengangguk. Ia kembali duduk di sebelah Agni. Altair tersenyum menatap Andra dan Agni, "Senang sekali saya bisa ketemu lagi dengan kalian. Tebak menu makan malam kali ini apa?" "Sate ayam?" Agni menjawabnya. Alta tertawa, "Kamu betul nona muda. Semoga kalian tidak bosan." Agni menggeleng. "Sejak saya tahu kalau kamu juga menyukai sate ayam, saya pikir ini menu wajib ada untuk makan malam pertama kita," Alta tersenyum lebar. "Te-terima kasih pak," Andra ikut tersenyum. Agni memperhatikan kalau atasan dan sahabatnya itu terlihat senang dan berbinar binar. Sejak berakhirnya hubungan Andra dan Jayanti, Agni tahu kalau Andra belum sepenuhnya melupakan mantan kekasihnya itu. Ia sering memergoki Andra melamun dan bersedih. Tapi, malam ini, Agni tahu kalau Andra perlahan sudah mulai bangkit. Pertemuan dengan Altair Orion seperti menjadi penyemangat dan sumber motivasinya. Matanya bersinar bahagia. Ya, Andra, kamu harus bangkit! Ada masa depan cerah di hadapanmu. Aku, tak selamanya akan bisa berada di sisimu... Aku akan mendampingimu sampai kamu bisa bangkit dan berdiri di kakimu sendiri. Agni melirik Andra sekilas. Ia berusaha menahan rasa. Meski perkenalan mereka terasa singkat, baru tiga bulan saja. Tapi hampir tiap hari mereka bersama. Aku akan kehilanganmu kalau aku pergi... Agni menunduk. Ia mengingat email dan telepon yang ia terima beberapa hari lalu. Sebelum kepindahannya ke Jakarta, ia sempat mengajukan aplikasi beasiswa di sebuah universitas di Australia dan ternyata diterima. Kalau jadi mengambil beasiswa itu, sekitar enam bulan lagi, ia harus berangkat ke negara kanguru tersebut. Matanya kembali melirik ke arah Andra. Oh, Andra.. Apa ini yang aku rasakan? Kenapa dadaku terasa sesak membayangkan akan jauh darimu? Agni menunduk dan mencoba mengendalikan perasaannya. Kenapa air mata seperti akan mengalir? Ia pun berdiri, "Ma-maaf saya ke kamar kecil dulu." "Silahkan mbak, setelah keluar dari ruang makan ini, belok kanan ada kamar kecil untuk tamu," Jelas Enif. "Te-terima kasih pak," Agni pun melangkah menuju kamar kecil tersebut. Di kamar kecil itu, air mata langsung mengalir di pipinya. Ah, kenapa juga aku harus menangis? Agni perlahan menghapus air matanya dengan tisu. Ia tidak bisa mencuci mukanya karena khawatir make up nya akan terhapus. Setelah menenangkan diri, Agni pun keluar dari kamar kecil. Sambil berjalan, ia melamun memikirkan banyak hal. Sampai akhirnya tersadar kalau ia salah jalan dan tiba di ruang tengah. Agni memutar langkahnya untuk kembali ke ruang makan. Namun langkahnya terhenti, matanya membelalak kaget saat melihat foto di dinding. Foto Altair Orion dengan seorang lelaki yang sepertinya almarhum putranya. Dan putranya itu, sungguh sangat mirip Andra! Mi-mirip sekali! Agni menggosok matanya beberapa kali karena tak percaya. Ya, lelaki itu sangat mirip Andra. Kenapa bisa?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN