CHAPTER 2 : Wanita Misterius di Alam Mimpi – Mysterious Lady in Dreamland

1472 Kata
Berulang kali mimpi itu datang. Membawaku ke tempat-tempat berbahaya setiap waktunya. Apa sebenarnya tempat itu? Siapa wanita cantik ini? Lalu apa hubungannya denganku? Kedatangan yang awalnya sekali waktu, mulai semakin sering meski mata hanya terpejam tanpa sengaja. Aku lelah dengan semua misteri ini. Semakin kuabaikan, semakin dekat jarak jangkauan tanganku dengannya. Apa yang bisa kulakukan? Menolongnya dari apa? Dari siapa? JURNAL 3 (13:13 PM) : MOIZEN ARYAN PASHA ⠀ Moiz mengernyit mendengar aliran air di kejauhan. Seperti deru yang begitu deras, menghempas bebatuan. Telinganya mulai rasa berdenging. Lengan, kaki, tubuhnya, semua terasa dingin. Lalu napasnya menjadi teramat sesak. Serta merta, ia berusaha membuka mata. Netranya membelalak merasakan air yang menyeruak masuk, nyaris membutakan matanya. Sontak mulutnya terbuka dan gelembung udara keluar dari mulutnya, lalu dengan cepat ia menutupnya kembali. Ia mengusap matanya. Betapa terkejutnya Moiz saat menajamkan mata dan melihat bahwa ia tenggelam entah di danau mana. Ia menengok ke atas dan melihat secercah cahaya. Dengan sisa-sisa tenaganya, Moiz berusaha mengangkat tubuhnya. Berenang ke permukaan. Sungguh, betapa berat rasanya, saat akhirnya jemari Moiz bertumpu pada bebatuan di tepi danau. Ia gemetaran kedinginan. Terbatuk-batuk beberapa lama. Menarik napas sebanyak-banyaknya. Mengisi oksigen kembali, memenuhi paru-parunya. Ini sudah tidak normal, pikirnya. Mimpinya semakin lama makin berbahaya. Ia bisa terbunuh saat tidur kalau begini terus. Sangat jelas bahwa seharusnya Moiz tidak berada di tempat ini. Ini tempat apa sebenarnya? Sebanyak apa pun ia pergi berpetualang, Moiz sama sekali belum pernah menjejakkan kaki di sini. Moiz meraba tubuhnya yang tanpa atasan. Merasa lebih lega saat melirik ke bawah, untung saja ia masih memakai celana. Dengan napas tersengal-sengal, ia melangkah terseok-seok menuju ke tepian. Baru saja ia mengangkat wajahnya dan keluar dari dalam air. Matanya menangkap seseorang berdiri lebih kurang sepuluh meter darinya. Dilatar belakangi oleh pepohonan yang teramat rapat, seolah-olah membentuk benteng tinggi yang begitu gelap. Sosok wanita berkulit putih laksana porselen, berambut hitam lurus sepinggang dengan poni menutupi wajahnya, melangkah ke arah Moiz. ⠀ Lagi? Wanita ini lagi? Kali ini ia tidak akan melepaskannya, batin Moiz. Wanita itu harus menjelaskan, mengapa dia selalu muncul dalam alam bawah sadar Moiz. Mengganggu tidurnya dengan hal-hal aneh dan ekstrem seperti ini. Apa dia lelembut jenis succubus^ yang berniat mencelakai Moiz di alam mimpi? Sama seperti wanita itu berusaha mendekat dengan langkah pelan ke arahnya, Moiz berjalan lebih cepat menuju wanita itu. Ia tidak peduli dengan tubuhnya yang shirtless karena ia tahu bahwa ia tidak perlu malu, ini semua hanyalah mimpi. Mimpi aneh yang terus berulang. Menyebalkan! Moiz semakin memperkecil jarak di antara mereka. “Siapa kamu? Kenapa kamu selalu menuntunku ke tempat ini? Apa tujuanmu?!” ucapnya penuh emosi saat mereka saling berhadapan dalam satu jangkauan tangan. Ini adalah jarak terdekat yang pernah Moiz capai dengan wanita itu. Tetapi wanita itu tetap bungkam dan terus menundukkan wajah. Ingin rasanya Moiz mengguncangkan tubuh wanita porselen ini. “Jawab ken ….” Kata-kata Moiz kembali tertelan di tenggorokan ketika wanita itu tiba-tiba menengadahkan wajahnya. Oh, my God! Moiz terpana. Sial! Ada bidadari … berdiri di hadapannya! Kenapa ia harus betelanjang d**a di depan gadis secantik ini? Moiz menelan ludah, menyilangkan tangan ke d**a. Merasa risih sendiri. Tapi tentu saja gerakan itu malah membuat gadis tadi menatap ke arah d**a bidangnya. Sekejap rasa panas menjalar di wajah Moiz. Sumpah, ia malu. Tapi ia kembali ingat bahwa ini hanya mimpi dan wanita itu tidak nyata. “Siapa kamu?” desis Moiz. Bukankah seharusnya ia berteriak? Ke mana kemarahannya tadi? batin Moiz memprotes. “Tolong aku,” ucap wanita itu lirih dengan mata berkaca-kaca. “Selamatkan aku ….” Suara yang sungguh membius dan merdu. “Namaku ….” Gelegar petir dan langit yang seketika berubah mendung membuatnya tidak bisa mendengar siapa nama wanita itu. Cuaca tiba-tiba berubah bertambah dingin. Menyadarkan Moiz bahwa mimpinya pasti akan segera berakhir. Selalu begini. Tidak bisa! Ia harus menemukan jawabannya lebih dulu. Dengan cepat, Moiz menggapai jemari wanita itu. Akan tetapi entah angin dari mana, tubuh Moiz terpental dengan keras hingga beberapa meter jauhnya. Gadis cantik tadi menjerit sambil terisak pilu, saat tiba-tiba tubuhnya terseret pula oleh sosok gelap bertubuh tinggi besar yang memeluk pinggangnya. Moiz berdiri dengan cepat, mengejar gadis tadi. Tetapi semakin kencang ia berlari, semakin gadis itu membuatnya menapaki tempat asing dengan suasana yang teramat menyeramkan. Ranting pepohonan menggores lengannya. Kakinya yang tanpa alas mulai sakit bergesekan dengan bebatuan runcing dan rerumputan tajam. Namun Moiz tak peduli. Ia tetap berlari sekencang-kencangnya. Mengejar gadis bidadari tadi. Air mata mengalir di wajah gadis itu. Suaranya semakin terdengar lemah memanggil nama Moiz. Tekad Moiz semakin membara untuk menyelamatkannya. Ia tidak lagi berpikir apakah ini mimpi atau nyata. Ia hanya merasa harus menyelamatkan gadis itu dari apa pun yang berusaha menangkapnya. Sedikit lagi ia bisa menjangkau jemari gadis tadi. “Pegang tanganku! Aku tidak akan melepaskanmu!” ucapnya sambil mendelik pada sosok bayangan serupa kabut hitam di belakang gadis tadi. Sosok itu terkekeh seakan meledeknya. “Moiz. Rimatalu! Rimatalu! Tolong aku, Moiz …!!! Tolong …!!!” Hanya sedetik ia mengejabkan mata, sosok gadis di hadapannya berteriak nyaring saat tubuhnya menjauh dengan kecepatan yang tak mampu lagi Moiz ikuti. “MOIIIIIZZZZZ ………!!!!!!!” ⠀ *** ⠀ “MOIZEN ARYAN PASHAAAA ……!!!!” ⠀ Gebrakan di mejanya membuatnya tersadar dan secara naluri berdiri dari duduknya, lalu berteriak lantang. ⠀ “KEMBALIKAN DIA IBLIS LAKNAT …!!!” ⠀ Suasana bising di sekelilingnya seketika berubah hening mencekam. Hanya sesaat, kemudian gemuruh tawa menggelegar teramat dahsyat. Moiz memejamkan mata, berdecak jengkel. Bulu romanya merinding seketika. Ia menggigit bibir dengan bahu merosot lunglai. Habislah sudah ia sekarang, batinnya super takut karena melihat bayangan wanita kurus dengan tangan berkacak pinggang berdiri di hadapannya. Tentu saja. Moiz sedang berada di kelas. Menghadiri mata kuliah Rekayasa Sumber Daya Air yang diajar oleh Madam Killer. Dosen yang tingkat kebengisannya melebihi Bon Cabe level seribu. Pedasnya nampol sampai sebulan! Wanita ini juga jauh lebih seram dari iblis yang sesungguhnya. ⠀ “Maaf, Miss Lucia,” bisik Moiz tanpa tenaga. “Tidur di jam mata kuliahku,” desis wanita itu dengan suara mengancam. “Cuci mukamu sekarang, young man, supaya iblis laknat tidak bersemayam lagi di kepalamu! SEKARANG!!!” ⠀ Fian Bohemian Cafè ⠀ “Dia bilang, ‘Pegang tanganku! Aku tidak akan melepaskanmu!’,” pria bernetra mahogany itu terkekeh geli, diikuti tawa tak berakhlak gerombolan sengklek lainnya. “Dia beneran megang tangannya Miss Lucia! Huahahaha …!!!” tawanya ngakak. Kembarannya menepuk pundak Moiz. “Yeah, hiduplah seperti Larry, my man. I’m proud of you^^,” tawa Harzel yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Moiz. “Bisa-bisanya loe mimpi basah di jam pelajaran Miss Lucia,” ucap Rayel dengan ekspresi ngeri. “Gue nggak mimpi begituan, ya,” protes Moiz sebal. “Lah, terus mimpi apaan? Ngos-ngosan, keringetan, pake elus-elus tangan Miss Lucia segala. Mentang-mentang dosen muda, maen grepe-grepe aja, loe. Modus!” Kembar blasteran sompret! umpat Moiz dalam hati. Sementara itu gerombolan sengklek kembali tertawa meledeknya. “Anjer, loe pada!” Moiz mengamuk. Lama-lama kesabarannya habis juga. “Loe nggak liat mata gue punya kantong mata gini? Gue mimpi ngejar jurig, nyeng!” Sahabat-sahabatnya saling lirik, kemudian kembali tergelak serentak. “Gila, ya. Ada juga jurig yang ngejar orang. Ngapain loe nguber dia?” Fian sampai memeluk perutnya saking keramnya tertawa. “Nggak ada kerjaan emang jurnalis majalah misteri,” Kenji turut berkontribusi menambah derita batin Moiz. “Loe lupa, kita sekantor, huh?” Moiz menjitak kepala Kenji. “Fotografer majalah misteri sialan. Nggak bakal gue ajak bertualang lagi loe!” Mereka tergelak. Membiarkan Moiz mengomel sendiri sambil menghabiskan martabak mie dengan penuh dendam di piringnya. ⠀ “Jadi, gimana ceritanya mimpi, loe?” ungkit Hendra kalem setelah semuanya kembali tenang. “Males gue cerita. Paling diledek lagi.” “Ya elah, ngambek. Kayak cewek perawan aja,” tukas Harzel. “Bodo amat!” Moiz menyesap jus mangga di gelas. Dering ponsel terdengar dari dalam weist bag-nya. Ia mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera di sana. ⠀ Paman Cahyadi Hardiyata. ⠀ Ada kabar apa? Bukankah baru dua hari yang lalu mereka teleponan? Moiz mengangkat panggilan. “Assalammu’alaikum, Paman.” “Wa’alaikumussalam, Moiz. Bisa kamu pulang, Nak?” “Ada apa, Paman?” tanya Moiz heran. Firasatnya mulai tak enak. “Sepupumu, Pandji, beserta teman-temannya menghilang saat mengadakan penelitian ke Pulau Rimatalu.” *** Hai readers tersayang.Mohon maaf sebelumnya. n****+ ini tidak jadi terkontrak di innovel. Jadi, dalam beberapa waktu ke depan, cerita Moiz bakal terhapus otomatis oleh sistem atau penulis yang hapus sendiri. Saya akan tarik n****+ ini ke aplikasi lain dengan beberapa detail yang jauh lebih menarik tentunya. Informasinya bisa dicek lewat akun instalkgram/sosmed saya @igreatyreiya. Buat yang suka dengan cerita saya, silakan lanjutkan baca di sana. Saya akan terbitkan cerita terbaru saya di sana sambil menamatkan story ChaNiyal dan CeRion. NB : Tolong jangan komentar masalah ini di kolom komen. Jika ingin bertanya dll, silakan dm di instalkgram saya. Terima kasih. Lov u all. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN