Hidup seseorang emang memang tidak ada yang tau bagaimana jalan ceritanya. Setiap orang bisa merencanakan seperti apa mereka ingin menata hidupnya nanti namun sang pemilik kehidupan jugalah yang akhirnya memutuskan. Seperti itulah aturan tidak tertulis yang sudah berlaku di dunia ini sejak bumi ini terbentuk.
Anika sudah merancang kehidupannya. Anika ingin menjadi seorang arsitek handal yang bekerja disebuah perusahaan asing terkemuka di Indonesia. Anika ingin langsung bekerja selesai masa pendidikannya di bangku kuliah berakhir. Anika sudah merencanakan Anika akan menikah pada usia 28 tahun. Masa bodoh dengan kata orang yang bilang Wanita harus menikah sebelum umur 25 tahun. Ini hidup Anika dan Anika lah yang memutuskan. Anika sudah menyusun dengan rapih rencana hidupnya bagaimana dan seperti apa Anika ingin hidupnya berjalan.
Anika pun merencanakan bahwa Anika akan mencari suami yang mencintai dirinya dan tentu ia juga mencintai pria yang akan menjadi suaminya itu. Dalam sebuah pernikahan perlu dua orang yang saling mencintai setidaknya begitu prinsip Anika. Maka dari itu Anika tidak ingin terburu-buru soal pernikahan karena Anika sadar pernikahan bukanlah sebuah hal kecil.
Tapi semua rencana Anika bagai hancur berantakan ketika kedua orang tuanya membenarkan perihal perjodohannya dengan Alvino. Anika bagai di hempaskan ke jurang yang gelap dimana dirinya tidak bisa melihat ke arah mana pun. Semua terasa gelap. Rencana-rencananya hancur berantakan tanpa ia tau bagaimana cara menyusunnya kembali.
“Pa.. Ma..,”
“Lho kamu belum tidur?” tanya Diandra dengan wajah kaget.
Anika duduk di ruang keluarga dan menggelengkan kepalanya. “Papa sama Mama baru pulang?”
“Iya, Kenapa kamu belum tidur?”jawab Devano.
“Ada yang mau Nika tanyain sama Papa dan Mama,” ucap Anika dengan nada serius.
Devano dan Diandra pun saling berpandangan kemudian menatap kembali Anika. Devano pun menghela nafas sejenak kemudian berkata, “Apa yang kamu mau tanyain Ka?”
“Pa, apa benar Nika dan Pak Alvin… Dijodohkan?” tanya Anika dengan nada berhati-hati. Anika menatap kedua orang tuanya bergantian dengan tatapan penasaran namun Anika sungguh berharap kalau tidak adalah jawaban yang keluar dari orang tuanya.
Diandra menghela nafas pendek sementara Devano menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan mengusapnya kasar.
“Benar,” jawab Diandra dengan nada lirih.
Anika memejamkan matanya dan berusaha mengontrol perasaannya yang kini bercampur aduk.
“Dulu Papa Mama berjanji akan menjodohkan anak kami dengan putra keluarga Hartasanjaya jika anak pertama kami perempuan tapi karena anak pertama kami laki-laki maka perjanjian itu batal.”
“Tapi kondisi perusahaan kita sedang tidak baik Nika. Papa berusaha mencari pinjaman dan hanya Hartasanjaya Grup lah yang mau memberikan pinjaman itu tapi dengan syarat Papa harus mau menjodohkan putri papa dengan anak laki-laki mereka, Alvin.”
Anika yang awalnya tadi masih memejamkan matanya kini sudah membuka matanya kaget dengan tangan yang menutup mulutnya yang terbuka karena kaget.
“Papa nggak mungkin jodohin Alvin dengan Mbak mu karena Mbak mu sudah memiliki Mas Dhika. Kamu satu-satunya putri papa yang mungkin untuk papa jodohkan dengan Alvin,”
Diandra yang melihat putrinya yang kaget pun buru-buru mengambil Tindakan. Diandra mendekati Anika dan memeluk putri bungsunya itu “Tapi kalau kamu nggak mau gak apa-apa Ka, Mama akan bantu Papa cari pinjaman lain untuk perusahaan kita. Papa dan Mama tidak akan memaksa kamu. Papa dan Mama juga ingin kamu bahagia.” Ucap Diandra dengan air mata mengalir dipipinya.
Anika pun menggelengkan kepalanya. Anika tidak mungkin egois memikirkan dirinya sendiri saat perusahaan keluarganya dalam kesulitan. Anika tidak mungkin egois memikirkan dirinya sendiri ketika Papa dan Mamanya sudah berusaha keras mencari pinjaman. Anika tidak mungkin tega melakukannya pada orang tuanya sendiri.
“Anika mau Pa. Anika mau dijodohkan dengan Pak Alvin,” ucap Anika dengan suara pelan.
“Nika…”
“Papa sama mama nggak perlu lagi mencari pinjaman pada perusahaan lain. Kalau keluarga Hartasanjaya sudah bersedia meminjamkan dengan persyaratan perjodohan ini maka Anika akan menerimanya,”
“Terima kasih Nak.. Terima kasih.. Maafkan papamu ini,” ucap Devano sambil menghambur memeluk Anika.
Anika hanya mengangguk sambil menangis dalam pelukan Papa dan Mamanya yang juga sedang menangis. ‘Cuma ini yang bisa Ika lakuin Pa, Ma,’
Anika menghela nafasnya mengingat kejadian malam itu. Anika akhirnya hanya bisa pasrah menerima takdirnya yang sudah digariskan oleh sang pemilik kehidupan. Anika sudah berpasrah dan menyerahkan semuanya pada sang kuasa.
Tidak perlu waktu lama kedua orang tua Alvin yang begitu bahagia mendengar persetujuan Anika pun langsung meminta agar mereka diizinkan segera melamar Anika. Anika kaget bukan main karena Anika tidak menyangka semua akan berjalan secepat ini. Diusianya yang berumur 20 tahun, Anika dilamar oleh seorang pria berumur 30 tahun.
Anika yang sedang duduk di balkon kamarnya pun beranjak dari sana ketika mendengar bunyi sebuah pesan masuk di HPnya.
Alvino Hartasanjaya : Saya akan jemput setengah jam lagi.
Anika pun langsung mengerutkan alisnya membaca pesan yang dikirimkan Alvin melalui aplikasi w******p. Anika menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. Gue rasa setelah nikah sama dia tensi darah gue bakal naik terus karena hidup sama orang kaku kayak dia. Kirim pesan gak ada basa-basinya gitu. Dasar manusia miskin ekspresi!
Anika masih asik dengan pemikirannya ketika HPnya bergetar dan nomor tidak dikenal meneleponnya. Anika dengan ragu-ragu mengangkatnya dan diam mendengarkan suara si penelpon terlebih dahulu.
“Kalau saya kirim pesan itu dibalas?! Bukannya cuma dibaca. Kamu pikir w******p saya itu koran?!” ucap orang di sebrang sana dengan nada kesal.
Anika mengerutkan alisnya “Maaf dengan siapa ya?”
“Alvin. Alvino Hartasanjaya,”
“Oh Pak Alvin,”
“Bersiap-siap setengah jam lagi saya jemput. Lain kali kalau saya kirim w******p itu dibalas?!”
Anika memutar bola matanya malas. “Iya,” jawab Anika dengan nada malas. Anika pun langsung mematikan telepon dan menyimpan nomer telepon Alvin.
MANUSIA MISKIN EKSPRESI
Nama itu lah yang Anika simpan di dalam HPnya untuk Alvin. HP ini miliknya jadi mau tulis apa untuk nama kontak didalamnya itu adalah hak Anika sepenuhnya. Anika memandang puas hasil karyanya itu. Anika pun segera berganti pakaian dengan pakaian yang lebih rapih untuk pergi dengan Alvin. Anika tidak mau lagi mendengar kata-kata pedas yang keluar dari mulut Alvin. Bukan karena Anika takut sakit hati mendengar ucapan pedas Alvin tapi Anika takut jiwa pemberontaknya keluar dan justru membalas perbuatan Alvin.
Setelah memilih-milih, Anika memutuskan menggunakan Polo Shirt lengan pendek miliknya berwarna soft pink dengan celana jeans serta sepatu kets berwarna putih. Anika pun membiarkan rambut panjang bergelombangnya terurai membuat penampilan Anika menjadi semakin cantik.
Anika keluar dari rumahnya ketika mendapatkan w******p dari Alvin yang mengatakan bahwa pria itu sudah sampai di depan rumahnya. Karena hari ini Anika sendiri dirumah, Anika pun memastikan terlebih dahulu bahwa semua pintu telah terkunci dan kompor tidak menyala. Anika keluar dari rumah setelah mengunci pintu utama rumahnya dan masuk kedalam mobil Alvin.
Alvin hanya diam ketika Anika masuk kedalam mobilnya. Anika sendiri masuk dan menyapa Alvin namun hasilnya Alvin hanya mendiamkannya tanpa membalasnya membuat Anika bersumpah tidak lagi menyapa Alvin terlebih dahulu. Alvin mengemudikan mobilnya dalam diam dan keduanya pun sama-sama diam sepanjang perjalanan.
Alvin terus mengemudi membuat Anika bingung kemana Alvin akan membawanya. Dengan rasa penasaran dan takut yang mulai menghantui dirinya Anika pun memberanikan diri bertanya pada Alvin. “Pak, ini mau kemana? Kok nggak sampe-sampe?”
Alvin menghela nafasnya panjang. “Lembang, kita akan ke villa keluarga saya. Kita harus bicara tanpa gangguan. Kalau di Jakarta saya yakin kita tidak bisa bicara bebas karena ada orang yang mengenal saya,”
Anika memandang takjub pria dihadapannya ini. Selain miskin ekspresi ternyata rasa percaya dirinya juga berlebihan.
"Saya serius. Memang saya terkenal. Saya sampe risih pergi ketempat umum," ucap Alvin membaca raut wajah Anika.
Anika memutar bola matanya malas. “Tapi Pak saya belum izin sama orang tua saya,”
“Saya sudah minta izin sama orang tua kamu. Orang tua kamu tau kita pergi kemana,”
“Yang benar?” tanya Anika tidak percaya.
Alvin mendengus kesal. “Silahkan kamu tanya orang tua kamu kalau kamu tidak percaya,”
Anika pun hanya diam. Entah mengapa perasaan Anika berkata kali ini Alvin tidak mungkin berbohong. Anika memilih diam dan memejamkan matanya. Anika merasa lelah dengan hari-harinya belakangan ini.
Disamping Anika, Alvin kini sedang bertempur dengan perasaannya sendiri. Beberapa hari belakangan ini Alvin menjadi pria yang semakin dingin dan temperamental hanya karena perjodohannya dengan Anika. Alvin masih belum bisa melupakan Mikhaela kekasih hatinya yang pergi menghadap sang pencipta karena kecelakaan tunggal yang dialami Mikhaela. Mikhaela mungkin sudah pergi dari dunia ini tapi Mikahela tidak pernah pergi dari hati seorang Alvino Hartasanjaya.
Till death do us a part kalimat yang selalu Mikhaela ucapkan saat mereka berdua dan kalimat itu terus muncul dikepalanya apalagi setelah perjodohannya dengan Anika.
Tiga jam perjalanan sudah Alvin dan Anika tempuh. Kini keduanya pun sampai di lembang. Alvin menghentikan mobilnya tepat di perkarangan villa milik keluarganya. Alvin melepaskan seatbeltnya dan menatap Anika yang kini sedang tertidur pulas. Alvin menatap wajah Anika sambil menghela nafas pendek.
Alvin sebenarnya merasa bersalah karena dirinya Anika jadi terseret dan dijodohkan dengannya. Alvin pun mencari tau tentang Anika tepat sehari sebelum pertemuan pertama mereka. Alvin cukup terkejut karena Anika adalah pribadi yang baik namun nasibnya tidak baik karena terseret dijodohkan dengannya.
William dan Binar sudah putus asa dengan Alvin yang menolak menikah karena kepergian Mikhaela. William dan Binar pun memutuskan akan menjodohkan Alvin dengan Wanita pilihan mereka dan lucunya pilihan mereka jatuh pada Anika.
Alvin pun membangunkan Anika. Keduanya turun dari mobil dan masuk kedalam villa. Alvin mempersilahkan Anika duduk diruang keluarga sementara Alvin membuatkan minuman untuk Anika. Anika terpesona pada villa milik keluarga Alvin. Vila ini nampak begitu minimalis dari luar namun ketika masuk kedalamnya kesan modern lah yang justru nampak disini. Anika tidak bisa menahan kakinya untuk berjalan menuju lemari kaca tempat dimana banyak foto-foto diletakan.
Anika tersenyum menatap foto-foto itu terlebih ada satu foto yang menurut Anika begitu menggemaskan. Seorang anak laki-laki gemuk dengan wajah penuh ice cream coklat tengah menatap kamera dengan senyum lebarnya. Anika pun menatap satu persatu foto hingga pandangan Anika jatuh pada foto Alvin yang tengah tersenyum lebar merangkul pinggang seorang Wanita cantik dan keduanya memperlihatkan jari mereka yang sama-sama memiliki cincin.
“Diminum,”
“Terima kasih,” ucap Anika sambil duduk dihadapan Alvin.
Alvin menarik nafas dalam sebelum menatap Anika. “Ada beberapa hal yang perlu kita bahas sebelum pernikahan kita nanti,”
Anika menghela nafas dan mengangguk.
“Saya tau kamu sudah tau alasan kedua orang tua kamu menyetujui permintaan kedua orang tua saya. Kita sama-sama tidak bisa mengecewakan mereka sehingga pilihan kita selanjutnya adalah menjalani pernikahan yang mereka inginkan. Saya tidak ingin menipu kamu. Saya tidak tertarik pada kamu apalagi mencintai kamu. Hati saya sudah dimiliki orang lain jadi saya harap kamu tau akan hal itu.”
Anika tersenyum miris. Pernikahan macam apa yang akan ia jalani nanti. Belum apa-apa calon suaminya nanti sudah mengatakan bahwa ia mencintai Wanita lain.
“Saya berniat mengajukan sebuah perjanjian. Mari menikah hingga kamu menemukan pengganti saya. Saya tetap akan melakukan kewajiban dan bertanggung jawab pada kamu seperti seorang suami dan kamu harus melakukan hal yang sama pada saya.”
Anika menatap Alvin dengan tatapan kaget tidak percaya. Pria didepannya ini hatinya terbuat dari apa? Bagaimana Alvin bisa mengatakan hal semenyakitkan ini dengan ekspresi sesantai itu.
“Kewajiban sebagai istri maksudnya kita kan?”
“Tidak. Kita tidak akan melakukan hubungan intim kalo itu yang kamu maksud. Saya tidak akan mengambil keuntungan dari pernikahan ini. Kamu bisa menjaga mahkotamu dan memberikannya pada pria yang kamu cintai nanti,”
“Kalau saya tidak menemukan pria yang saya cintai?”
“Semua terserah padamu, kamu ingin terus hidup bersama saya atau berpisah dengan saya. Semua pilihan saya serahkan pada kamu nanti tapi jika kamu takut dicap buruk maka nanti limpahkan semua kesalahan pada saya sehingga nama kamu tidak menjadi buruk karena perceraian kita,”
“Dengan begitu nama Bapak yang akan menjadi buruk. Bagaimana kalau Wanita yang Bapak cintai justru tidak mau kembali pada Bapak?”
Alvin tersenyum miris. Anika bisa melihat kesedihan, keputusasaan dan duka mendalam tercermin dalam senyum itu.
“Memang dia tidak akan kembali. Dia sudah bahagia disurga,”
Ucapan Alvin membuat Anika membulatkan matanya. Rasa bersalah langsung menyergap hatinya. "Maaf. Saya tidak tau,"
“Maka dari itu saya berencana hidup sendiri hingga saya mati nanti tapi Tuhan berkehendak lain rupanya. Tuhan membuat kamu terseret masuk dalam kehidupan saya melalui perjodohan ini,”
Anika mematung mendengar ucapan Alvin. Tiba-tiba Anika merasakan sakit menjalar diseluruh tubuhnya. Pria macam apa dia. Bagaimana dia bisa mengatakan perkataan semenyakitkan ini pada calon istrinya. Bagaimana nasibku setelah ini,
“Jangan berusaha membuat saya jatuh cinta pada kamu ataupun jatuh cinta pada saya. Saya tidak bisa memberikan apa yang kamu inginkan. Mari hidup bersama seperti seorang teman,”
Anika tersenyum tipis. “Lakukan seperti apa yang Bapak mau karena yang saya tangkap dari pembicaraan ini adalah saya harus mengikuti kemauan anda,” ucap Anika dengan nada dingin dan datar.
Alvin tersenyum tipis. Hatinya lega karena Anika menangkap maksud hatinya. “Saya pikir kita bisa hidup bersama dengan baik nantinya,”