Yeva tersenyum puas saat mendengar penuturan adiknya. “Tentu aku tidak keberatan, anggaplah dia sebagai hadiah kecil dariku untuk mempererat persaudaraan kita.”
Rhaella mendecih di dalam hati, benaknya berusaha keras untuk menahan tindakan impulsif yang ingin memberontak di hadapan Yeva. Jika peristiwa hari ini terjadi di masa lalu, Rhaella pasti akan menendang Yeva sampai pria itu tidak bisa berdiri lagi.
Namun, sekarang situasinya begitu rumit.
Yeva adalah kaisar, sedangkan Rhaella hanyalah seorang putri yang tak memiliki kekuasaan lagi. Jika Rhaella memberontak, maka ratusan prajurit akan langsung melayangkan bilah pedang ke lehernya, kemudian memenggal kepala Rhaella di khalayak umum.
“Yang Mulia sangat murah hati, saya merasa tersanjung dengan hadiah dari Yang Mulia,” kata Rhaella.
Yeva lantas menyisirkan pandangannya ke seluruh aula. “Kalian sudah dengar? Adikku akan mengangkat mantan kaisar ini sebagai b***k. Apa kalian tidak ingin memberikan sanjungan?”
Begitu Yeva mengatakan hal itu, suara tepuk tangan langsung membanjiri aula. Para pejabat yang haus akan perhatian kaisar itu tersenyum lebar dan melontarkan banyak pujian yang membuat telinga Rhaella menjadi sakit.
“Selamat, Yang Mulia Putri! Dia pasti mampu menjadi b***k yang baik!”
“Rullin selalu mempunyai kemampuan bertarung yang bagus, sehingga pasti bisa menempati peringkat tertinggi sebagai gladiator. Yang Mulia, Anda baru saja mendapatkan hadiah luar biasa!”
Pujian – pujian lain turut membanjiri aula sampai akhirnya Yeva menghentikan. “Cukup, Rhaella pasti senang mendengarkan pujian dari kalian. Benarkan, adikku?”
Rhaella tersenyum. “Terima kasih atas pujian Tuan – Tuan sekalian, saya pasti akan memanfaatkan b***k ini dengan baik.”
“Karena pembahasan hari ini sudah selesai dan pertunjukkan telah berakhir, maka kalian semua boleh meninggalkan istana,” ujar Yeva seraya mengibaskan lengannya.
Satu – persatu pejabat istana lantas meninggalkan aula, meninggalkan Rhaella bersama kedua saudaranya dan Rullin di dalam aula. Erik yang sedari tadi hanya diam akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Rhaella seraya tersenyum. “Kamu butuh bantuan untuk membawanya ke kediamanmu?”
Rhaella turut membalasnya dengan senyuman. “Tidak, Yang Mulia Pangeran pasti sedang sibuk, Rhaella bisa mengurusnya sendiri.”
“Kenapa begitu formal? Bukankah kita saudara? Dahulu kamu juga hanya memanggilku dengan nama.”
“Yang Mulia Pangeran lebih tua dari saya, sehingga saya ingin mempertahankan kesopan santunan,” ujar Rhaella.
Erik tampaknya tengah menyindir Rhaella yang dahulu seringkali bertingkah seenaknya di hadapan kedua saudaranya. Ia jarang memanggil mereka dengan formal karena jabatannya lebih tinggi kali itu. Siapa yang menyangka bahwa roda nasib bisa berputar dalam waktu singkat.
Karena tidak mau menghabiskan lebih banyak waktu dengan kedua saudaranya itu, Rhaella memutuskan untuk segera pergi. “Yang Mulia, saya akan undur diri, terima kasih atas hadiahnya.”
Yeva membalas, “Ya, pergilah.”
Rhaella kemudian berjalan ke ambang pintu dan memerintahkan prajuritnya untuk menghampiri Rullin. “Bawa dia.”
Dua prajurit segera menarik Rullin dan membawanya pergi. Rullin hanya menatap kedua prajurit itu dengan tajam, tetapi tidak mengatakan apa – apa. Dia sudah berada di titik yang begitu rendah, ingin melawan pun juga tidak akan membuahkan hasil.
Sesampainya di halaman istana, prajurit yang membawa Rullin bertanya, “Yang Mulia, b***k ini tidak bisa berjalan dengan benar, haruskah kita membawanya menggunakan kuda?”
Rhaella menatap Rullin dengan acuh, kemudian berkata, “Biarkan dia berjalan. Jika kakinya tidak mampu lagi berjalan, maka seret dia sampai ke istana barat.”
Usai mengatakan hal itu, Rhaella segera naik ke atas kereta kudanya. Dia melihat kedua prajuritnya mengikatkan tali rantai Rullin pada kayu kereta, membuat pria itu harus mengikuti kecepatan kereta kuda saat berjalan.
Beberapa saat kemudian, kereta milik Rhaella mulai bergerak dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Hal itu karena kusir takut menerima amukan Rhaella akibat membiarkannya kepanasan dalam kurun waktu yang lama. Rhaella kembali mengintip dari jendela, memperhatikan Rullin yang harus berlari untuk mengikuti kereta.
Walau hari sudah mulai sore, matahari masih bersinar begitu terik sampai rasanya mampu membakar kulit. Peluh membasahi wajah dan tubuh bagian atas Rullin, keringat itu menuruni luka – lukanya yang masih basah dan membuat pria itu kadang akan meringis. Kakinya yang terikat dengan rantai tampak lecet akibat berusaha mengikuti kecepatan kereta kuda.
Meski kondisinya sudah separah itu, Rullin tetap tidak protes atau meraung kesakitan.
Pria itu tetap berjalan seolah dirinya merupakan sebongkah batu yang sulit untuk dipecahkan.
Rhaella lantas menutup jendela kereta, kemudian mengetuk dinding pembatas dengan kusir. Nada suaranya terdengar acuh saat dia berkata. “Pelankan keretanya, aku merasa pusing jika kau melaju secepat ini.”
Kusir yang mengendarai kereta kuda langsung menarik tali kekang, mencegah kuda untuk berlari lebih cepat lagi. “Maafkan hamba, Yang Mulia! Saya pasti akan mengendarai dengan lebih hati – hati.”
Seiring dengan melambatnya kereta, langkah Rullin turut melambat dan membuat pria itu sedikit menghela napas.
Manik mata berwarna amber itu menyala terang setiap kali memandang kereta di hadapannya. Rullin Vedenin selalu mampu menahan segala siksaan fisik, tetapi dia merasa harga dirinya telah jatuh ke palung terdalam begitu statusnya dinobatkan sebagai b***k, sebuah strata terendah yang tak patut disandingkan dengan gelar Kaisar.
Rullin mendengus di dalam hati, berpikir bahwa Rhaella Rhoxolany mungkin tak ada bedanya dengan Yeva ataupun Erik. Sama – sama ingin mempermalukannya karena merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Namun, setidaknya Rhaella tampak lebih mudah ditangani bila dibandingkan dengan kedua saudaranya. Karena wanita itu kini tidak lagi mempunyai kekuatan serta kekuasaan besar seperti dahulu, Rullin pasti mampu membunuh Rhaella dengan mudah, kemudian melarikan diri dari Negara Milana.
Ya, Rullin pasti akan membunuh Rhaella.
Dengan begitu ia bisa bebas.
• • •
Kereta kuda berhenti di halaman Istana Barat. Rhaella turun dari keretanya dengan wajah yang sedikit pucat, sepertinya panas matahari telah membuat tubuhnya kehilangan banyak air sehingga dia merasa agak lemas.
Meski begitu, Rhaella tidak mau menampakkan sosoknya yang lemah di hadapan Rullin. Dia keluar dari kereta dengan ekspresi angkuh, Rhaella melirik Rullin dari sudut matanya, kemudian mengatakan sesuatu kepada prajurit. “Bawa cap b***k kemari, dia perlu diberikan tanda supaya paham bahwa posisinya sudah begitu rendah.”
“Baik, Yang Mulia!”
Beberapa saat kemudian, seorang prajurit menyerahkan cap b***k kepada Rhaella. Dua orang prajurit lantas menyeret Rullin ke hadapan Rhaella dan membuat pria itu berlutut.
Rhaella, “Rullin Vedenin, mulai hari ini kamu adalah budakku. Segala ucapanku akan menjadi perintah dan kamu tidak boleh menentangnya.”
Rhaella menempelkan cap b***k ke d**a bagian kanan Rullin, membuat uap panas langsung mengepul ke udara diiringi oleh bau daging terbakar yang menyengat. Rullin mengernyitkan keningnya, berusaha menahan sakit tapi masih mengeluarkan rintihan kecil tatkala cap pnas itu membakar permukaan kulitnya yang sudah dipenuhi oleh luka.
Ketika Rhaella mengangkat cap tersebut, dia bisa melihat ada simbol ‘R’ yang tertinggal di d**a Rullin. Sebuah simbol yang menandakan kepemilikan Rhaella Rhoxolany kepada Rullin Vedenin.
Rullin menggertakan giginya, menatap Rhaella dengan pandangan tajam tapi tidak mengatakan apapun.
Dia harus bersabar.
Bersabar sampai Rullin menemukan celah untuk membunuh Rhaella.
Rhaella mendekati Rullin, dia lalu menggunakan ujung kipasnya untuk mengangkat dagu Rullin sehingga ia bisa melihat leher Rullin dengan lebih jelas. “Prajurit, ambil simpai budak.”
Semua orang yang berdiri di sekitar Rhaella langsung menunjukkan ekspresi terkejut. Mereka berpikir bahwa Rhaella benar – benar ingin merendahkan harga diri Rullin dengan memakaikan pria itu simpai b***k.
Karena di mata masyarakat, simpai b***k merupakan sebuah benda yang membuat b***k terlihat seperti seekor anjing milik tuannya. Seseorang yang dipakaikan simpai b***k harus mematuhi seluruh keinginan tuannya atau tuan mereka akan memerintahkan simpai untuk mencekik leher b***k itu hingga mereka kesakitan dan mati.
Rhaella menatap prajurit di sampingnya dengan pandangan kesal. “Apa aku perlu mengulangi perintahku?”
“Tidak, Yang Mulia. Hamba akan segera mengambilkannya!”
Tatkala menunggu prajurit mengambilkan simpai b***k, Rhaella berbicara dengan Rullin. “Rullin, apa kau bisu? Kenapa hanya diam sedari tadi?”
Rullin tetap bergeming.
Rhaella menyipitkan matanya, kemudian berkata. “Aku memerintahkanmu untuk bicara, kenapa sudah berani menentang perintahku?”
Rullin akhirnya membuka bibirnya yang kering. “Apa kau pikir sebatas simbol dan simpai b***k sudah mampu membuatku menuruti seluruh ucapanmu?”
Rhaella tersenyum miring, kemudian tertawa. “Rullin, apa kau bercanda?”
“Rhaella Rhoxolany, aku tidak punya alasan untuk tunduk kepada wanita yang sebentar lagi mati sepertimu.”
Tawa yang ada di wajah Rhaella berangsur – angur menghilang, meninggalkan ekspresi wajah dingin yang tampak mampu membekukan orang di hadapannya.
Buk!
Seluruh pelayan maupun prajurit sama – sama membelalakan matanya begitu melihat Rhaella memukul pelipis Rullin menggunakan kipasnya dengan kuat. Meski hanya sebuah kipas, nyatanya benda itu bisa menjadi sekeras baja saat berada di tangan Rhaella.
Kepala Rullin terhuyung ke samping, darah segar mengalir dari kepalanya sehingga ia sempat merasa pusing.
“Di mana simpainya?!” teriak Rhaella.
Prajurit yang mengambil simpai b***k buru – buru berlari mendatangi Rhaella, kemudian menyerahkan sebuah kotak berisikan simpai b***k. “Di sini, Yang Mulia!”
Rhaella segera mengambil simpai b***k itu, kemudian memasangkannya ke leher Rullin. Simpai tersebut sempat memancarkan cahaya tatkala melingkar di leher Rullin, pertanda bahwa Rhaella sudah mengaktifkan simpai itu.
“Cekik dia,” ujar Rhaella dengan dingin.
Ucapan Rhaella menjadi sebuah perintah mutlak bagi simpai yang terpasang di leher Rullin. Benda berbentuk lingkaran tersebut mencengkram leher Rullin dengan kuat, membuat pria itu kesulitan bernapas sampai wajahnya memucat.
“Beraninya kamu mengucapkan namaku,” Rhaella berkata, “Perhatikan posisimu. Mulai hari ini aku adalah tuanmu dan kamu hanyalah seorang b***k, tidak sepatutnya seorang b***k hina memanggil namaku.”
Urat – urat di leher dan kening Rullin bermunculan saat Rullin berusaha memasok oksigen masuk ke dalam paru – parunya. Tulang lehernya seolah sedang dicengkram oleh tangan besi, membuat Rullin yang sebelum ini selalu diam akhirnya merintih kesakitan.
“Panggil aku dengan benar, budak.”
Di penghujung rasa sakitnya, Rullin menatap Rhaella dengan tajam, tetapi bibirnya dengan susah payah mengeluarkan kata. “Ya, Yang Mulia.”
Rhaella tersenyum puas. “Berhenti.”
Cengkraman pada leher Rullin lantas berkurang sehingga pria itu mampu menarik napas dalam – dalam. Tubuh Rullin yang sudah menerima begitu banyak penyiksaan akhirnya tumbang ke tanah, luka – luka yang ada ditubuhnya kembali mengeluarkan darah, dan pandangan Rullin berangsur – angsur memudar.
Rhaella memalingkan wajahnya, merasa enggan untuk melihat sosok Rullin. “Pelayan, bawa dia ke halaman rumah b***k. Bersihkan seluruh kotoran dan darah yang ada di tubuhnya. Setelah itu panggil tabib untuk menyembuhkan luka – lukanya.”
Pelayan yang ada di hadapan Rhaella sedikit kaget. “Anda ingin merawat luka dari b***k itu?”
Rhaella berkata dengan acuh, “Aku ingin menggunakannya sebagai gladiator. Jika luka di tubuhnya saja belum sembuh, bagaimana bisa dia bertarung dengan orang lain? Aku tidak mau mengirimkan gladiator yang lemah dan membuatku kalah.”
“Jangan bertanya lagi, lakukan saja tugasmu,” tambah Rhaella.
Pelayan itu menunduk dalam, “Maaf atas kelancangan hamba, Yang Mulia.”
Tubuh Rullin lantas diseret oleh beberapa pelayan pria ke halaman rumah para b***k. Usai melihat kepergian Rullin, Rhaella segera berbalik dan berjalan ke halaman utama bersama kepala pelayan.
Ketika memasuki bangunan istana barat, Rhaella melirik kepala pelayannya —Dasha Kiran— dan berbicara dengan suara kecil. “Pergilah ke halaman selir, sampaikan kepada Nino dan Horus untuk datang ke ruanganku sekarang.”
Dasha memasang wajah tenang di permukaan, tapi hatinya sedang bergejolak begitu mendengar permintaan Rhaella. Wanita itu bahkan sudah terlihat pucat setelah menempuh perjalanan ke Istana utama, tapi bisa – bisanya masih meminta kedua selirnya untuk datang.
Hal yang paling Dasha tidak habis pikir adalah kenapa Rhaella ingin mengundang kedua selirnya di siang hari?
Bukankah seharusnya dia bermain – main dengan para selir di malam hari?!
Sungguh tak tahu malu!
“Akan segera saya laksanakan, Yang Mulia.”
Dasha akhirnya pergi meninggalkan Rhaella begitu wanita itu sudah sampai di dalam ruang tidurnya. Tepat setelah Dasha menutup pintu, Rhaella segera menumpukkan tangannya pada dinding seraya memegangi kepalanya yang terasa sakit.
Saat Rhaella memukul Rullin tadi, ia tanpa sengaja menggunakan kekuatan spiritualnya karena terlalu terbawa oleh suasana. Padahal tubuhnya tidak lagi sanggup apabila Rhaella menggunakan kekuatan spiritual untuk menyerang seseorang.
Dia berjalan dengan gontai ke tempat tidur, kemudian menenggak dua butir pil yang ada di meja. Rhaella sedikit mengernyit tatkala rasa pahit menyerang indra perasanya, dia buru – buru mengunyah pil itu dan menelannya.
Rhaella menghembuskan napas lega begitu dua butir pil itu sudah melewati kerongkongannya dan bekerja cepat untuk memulihkan energi Rhaella yang terkuras.
Manik mata Rhaella bergerak ke arah botol obat di atas nakas. Ingatannya menerawang jauh kepada kegagalannya dalam menaklukan Negara Hali lima bulan yang lalu.
Pada saat itu, Rhaella dengan bangganya mengucapkan janji kepada Ayah Kaisar —Irgo Rhoxolany— bahwa dia akan pulang dengan membawa kemenangan mutlak.
Irgo Rhoxolany selalu percaya dengan kemampuan Rhaella, sehingga dia membiarkan Rhaella membawa tiga puluh ribu prajurit serta puluhan kapal perang untuk menyebrangi lautan hingga ke Negara Hali. Akan tetapi, Rhaella tidak pernah menyangka bila dia akan mendapatkan kekalahan telak.
Negara Hali merupakan sebuah negara yang dikenal dengan keahliannya dalam menggunakan sihir kutukan. Sejak lama, negara itu selalu saja menebarkan kebencian kepada Negara Milana, sehingga Rhaella ingin menyerang Negara Hali terlebih dahulu sebelum negara itu mengirimkan kutukan ke Negara Milana.
Begitu hampir sampai di pelabuhan, tiba – tiba saja ada ribuan sihir kutukan yang dilepaskan ke udara dan mendarat di kapal – kapal perang milik Milana. Rhaella sempat memerintahkan seluruh prajuritnya untuk memasang perisai sihir, tetapi serangan tiba – tiba dari Negara Hali itu telah menimbulkan kekacauan besar sehingga ada banyak prajurit yang tak sempat membuka perisai.
Saat itu, mereka tidak mampu menyerang balik karena begitu perisai mereka menghilang, ribuan sihir kutukan itu akan langsung menyerbu datang, seolah – olah para prajurit Hali sudah tahu Negara Milana akan datang untuk menyerang mereka dari jauh hari.
Dengan berat hati, Rhaella memberikan perintah untuk mundur dari Negara Hali. Namun, memundurkan kapal – kapal perang berukuran besar membutuhkan waktu yang lama, sehingga pada akhirnya sihir kutukan berhasil menghancurkan perisai pertahanan.
Panglima perang dari Negara Hali langsung menargetkan Rhaella dan melemparkan sihir kutukan iblis kepadanya begitu perisai terbuka.
Kutukan iblis itu merupakan sebuah wabah penyakit yang akan membuat seseorang kehilangan sihir dan kemampuan fisiknya secara berkala. Selain itu, kutukan iblis juga sulit untuk disembuhkan, para tabib yang dipanggil untuk mengobati Rhaella semuanya berkata tak sanggup untuk menyembuhkan wanita itu, sehingga mereka hanya bisa memberikan obat untuk mengurangi rasa sakit.
Dia lantas mendapatkan banyak cacian dari para bangsawan akibat bersikap terlalu sombong dan malah mengakibatkan banyak kerugian terhadap negara akibat membuat banyak kapal perang berukuran besar hancur.
Kaisar yang tahu bahwa kekuatan sihir dan kemampuan bertarung Rhaella berangsur – angsur akan menghilang pun memutuskan untuk memberhentikan Rhaella dari militer dengan alasan agar wanita itu dapat memulihkan kesehatan dan akan mengembalikan jabatannya ketika Rhaella pulih.
Namun Irgo Rhoxolany kini telah tiada, sehingga Rhaella yakin bila Yeva tidak akan lagi mengembalikan jabatannya.
Walau begitu, Rhaella tidak perduli. Karena ia berpikir hidupnya mungkin hanya tinggal satu atau dua tahun, sehingga dia tidak lagi menginginkan jabatan kaisar.
Satu – satunya hal yang Rhaella inginkan sekarang hanyalah bisa menjatuhkan Yeva sebelum dirinya mati.