Bab 3. Sang Penolong?

1067 Kata
Keesokan harinya, Melodi bangun dari tidurnya dengan kepala pusing dan tubuh pegal luar biasa. Ia menoleh dan melebarkan matanya, seorang pria telah tidur dengannya. Separuh melompat kaget, ia menarik selimut dan mulai menjauhkan diri. Sementara Rexy pun terbangun karena ada gerakan dari sampingnya. Ia mengerjapkan mata lalu menoleh dan menyapa Melodi. “Kamu udah bangun?” sapa Rexy dengan suara seksi khas pria baru bangun. “Kamu siapa? Kenapa aku bisa ada disini?” tanya Melodi ketakutan sambil memeluk duvet tebal di tubuhnya. “Kan kita sudah ketemu semalam, aku yang bawa kamu masuk pesta. Kamu gak ingat?” wajah Melodi langsung berubah lagi tapi masih menarik duvet lebih ke atas. Rexy mendengus sambil tergelak kecil melihat sikap Melodi yang menggemaskan. Jika gadis lain yang mengetahui siapa Rexy pasti langsung senang satu ranjang dengannya. “Trus kenapa aku bisa satu tempat tidur sama kamu?” Rexy mulai bangun dan duduk lalu menoleh pada Melodi. “Karena semalam kamu pingsan di pinggir jalan. Aku nolongin kamu dengan bawa kamu kemari. Dan gak terjadi apapun, aku cuma tidur di samping kamu kok. Aku gak ngapa-ngapain kamu sama sekali. Gak percaya, lihat baju kamu!” ujar Rexy memberi penjelasan panjang lebar. Dengan polosnya, Melodi sedikit membuka dan melongok pakaian yang ia kenakan. “Tapi aku semalam gak pakai baju ini.” “Itu karena pakaian kamu basah kuyup dan kalau kamu tetap pakai itu kamu malah bisa kena Pneumonia,” sahut Rexy cepat. Ia lalu menjulurkan tangan pada kening Melodi memeriksa suhu tubuhnya. Melodi tertegun namun sempat menarik tubuhnya ke belakang sedikit. “Demam kamu udah turun. Jadi kamu gak perlu ke rumah sakit.” Mata Melodi langsung membesar saat Rexy menyebut rumah sakit. Bukankah ia harus menebus biaya rumah sakit Ayahnya? “Aku harus pergi!” sahut Melodi cepat dan segera bangun dari tempat tidur. Tangan Rexy dengan cepat mencekal untuk menghalanginya. “Kamu mau ke mana?” “Ke rumah sakit,” jawab Melodi cepat. Ia hendak pergi bangun lagi tapi tangan Rexy makin menariknya untuk tetap duduk di ranjang. “Papa kamu sudah aku urus. Sekarang dia sudah ada di rumah sakit di Jakarta. Jadi kamu bisa istirahat dengan tenang. Kamu kan belum sembuh.” Melodi mengernyit mendengar perkataan Rexy. Siapa pria ini? Kenapa ia malah menolong Melodi yang tidak ia kenal? “Tapi aku gak kenal kamu,” balas Melodi dengan suara lembut. Rexy mendekatkan wajahnya dan tersenyum pada Melodi. “Kalau begitu kita kenalan. Namaku Rexy Basupati, kamu bisa panggil aku Rexy. Kalau kamu?” Rexy balik bertanya. “Namaku Melodi Halim.” Melodi mengangguk dengan jarak yang masih sama. Rexy pun tersenyum manis pada Melodi yang masih memandangnya datar. “Di mana kamu tinggal?” “Kampung Mekar, Mas.” Rexy mengangguk lagi. “Kelihatannya kamu baru lulus ya?” Melodi mengangguk lagi. Rexy mendengus kecil seraya tersenyum mengerti. “Berarti aku lebih tua dari kamu, mengerti?” Melodi mengangguk. “Soal rumah sakit, Papa. Melodi ngucapin terima kasih karena Mas Rexy sudah mau membantu. Nanti akan Melodi akan ganti uangnya Mas.” Rexy menyengir dan tersenyum penuh misteri. “Gak ada yang gratis di dunia ini, Melodi. Aku gak membantu kamu karena kasian sama kamu.” Ekspresi Melodi langsung berubah. Ternyata pria ini tidak seperti yang ia pikirkan sebelumnya. “Mas Rexy mau apa?” Rexy menjauhkan sedikit tubuhnya dan menarik nafas sebelum bicara. “Aku mau kamu jadi pacarku. Tapi kita pacaran diam-diam, gak boleh ada yang tau.” Melodi terkejut mendengar tawaran Rexy padanya. “Maksudnya?” “Aku akan membiayai seluruh biaya hidup kamu. Apa pun kebutuhan kamu, rumah sakit, pendidikan, biaya hidup. Aku akan membelikan semua yang kamu mau, kamu hanya harus menurut dan melakukan semua yang aku inginkan,” jawab Rexy menjelaskan dengan nada santai. Melodi terdiam dan hanya memandang wajah tampan Rexy. “Kenapa Mas Rexy mau pacaran sama Melodi?” tanya Melodi masih kebingungan. “Karena kamu cantik. Aku gak mau pacaran sama cewek yang biasa aja. Dan menurutku, kamu sangat cantik.” Jawaban Rexy sontak membuat rona di pipi Melodi. Rexy yang menyadari kepolosan itu lantas tergelak kecil. “Gimana? Kamu mau?” Melodi menggeleng. “Pikirkan baik-baik, Melodi. Aku gak sembarangan pacaran sama perempuan. Apalagi dengan anak sekolahan macam kamu.” Melodi tidak menjawab. Rexy kemudian bangun dan turun dari ranjang. Ia masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Melodi yang kebingungan di atas ranjang King Size sendirian. Usai mandi dan memakai kemejanya lagi, Rexy menghampiri Melodi yang juga sudah rapi. “Aku sudah pesan sarapan buat kita, ayo!” ajak Rexy pada Melodi yang mengikuti saja pria itu ke pantri di kamar mewah itu. Mata Melodi menjelajahi seluruh sudut kamar tersebut. Seumur hidupnya, ia belum pernah masuk ke hotel mewah mana pun. Ia dibesarkan Ayahnya dalam kemiskinan tak seperti Kakaknya yang sempat merasakan kekayaan Ayah mereka sebelumnya. Rexy dan Melodi duduk di meja makan yang sudah penuh dengan makanan. Mata Melodi membesar saat melihat banyak makanan di atas meja. Ia terperangah dan membuka mulutnya dan sempat membuat Rexy tersenyum. “Ayo makan!” ujarnya singkat dan menyuruh Melodi untuk mulai makan. Melodi yang sudah kelaparan karena dari kemarin belum makan mulai mengambil satu persatu roti di depannya. Mulutnya penuh dengan roti ketika ia menoleh pada Rexy yang memperhatikan dirinya makan. Ia menunduk malu dan menutup bibirnya, mengelap dari remah-remah roti. “Kalau kamu jadi pacarku, kamu akan bisa makan makanan seperti ini setiap hari. Aku akan menjamin hidup kamu gak akan kelaparan lagi.” Rexy mencoba meyakinkan lagi. “Kasih Melodi waktu untuk berpikir, Mas,” jawab Melodi usai menelan makanannya. Rexy sedikit tertegun melihat sikap Melodi. Ia berbeda dari calon tunangannya Fernita yang langsung silau saat diberikan kemewahan serta uang. Jika itu adalah Nita, maka ia akan langsung mengiyakan. Usai sarapan, Rexy mengantarkan Melodi ke rumah sakit tempat Ayahnya di rawat. Namun sebelum keluar dari mobil, Rexy mendekatkan lagi dirinya pada Melodi. Ia mengeluarkan sebuah kartu nama dan memberikannya pada Melodi. “Hubungi aku kalau kamu sudah memutuskan,” ujar Rexy sembari mengedipkan sebelah matanya. Ia membelai pipi Sofia dengan jari telunjuknya sebelum menegakkan lagi tubuhnya. Melodi yang sempat bengong usai menerima kartu nama itu kemudian keluar dari mobil Rexy. Rexy tidak membuang waktu dan langsung pergi meninggalkan Melodi yang masih berdiri di parkiran. Sambil memandang mobil mewah Rexy yang keluar dari rumah sakit, Melodi melihat kartu nama itu dan membacanya. Ia kaget saat mengetahui bahwa Rexy Basupati ternyata adalah CEO hotel terkenal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN