“Kamu engga ada pekerjaan ya?”
“Ada Nin,cuman kan pengen sama kamu aja beberapa waktu ini.”
“Mending kamu pergi kerja terus uangnya nambah daripada ngintilin aku terus,ini udah dua hri loh Al? kamu engga takut mereka alias klien kamu itu pergi?”
Alga tertawa,mendekati seorang pengemis yang sedang istirahat dipinggir jalan.
“Hari ini udah makan,Pak?”
Aku berdecak,tetapi tetap menunggunya dengan duduk agak menjauh. Membiarkan Alga berinteraksi dengan pengemis yang berumur hampir setengah abad itu. Anin bukannya tidak mempunyai rasa empati hanya saja malas.
Memberikan perhatian pada orang-orang hanya akan membuat kita dekat dengannya,dan Anin sangat tidak suka mempunyai banyak kenalan. Mending dengan dunianya sendiri,lebih menyenangkan.
“Bapaknya bilang kamu cantic,Nin.” Jantungku tidak berdetak,kesannya biasa saja.
“Dia katanya nahan makan demi bisa ngasi makan sama cucunya yang sedang sakit,sengaja dia tinggalkan di gubuknya. Bagaimana kalau kita kesana Nin? Sekalian kamu kan butuh referensi untuk kehidupan Aydira dulu. Gimana?”
“Engga,jangan samakan Aydira dengan mereka. Aydira hanyalah tokoh khayalanku maka kesehariannya juga khayalanku jangan disamakan dengan hidup orang nyata. Mereka mempunyai kehidupannya sendiri.” Berdiri dan lanjut jalan.
Aku menatap bapak pengemis itu sekilas,Aydira dalam khayalanku bahkan lebih miris dari bapak itu. Aydira dalam sudut pandangku adalah orang paling miskin di dunia hingga mau mengorbankan hatinya untuk mati demi segopok uang yang banyak.
Bapak itu berbeda,Aydira sudah habis rasa pedulinya sedang bapak itu? Rasa pedulinya masih sangat besar. Aydira demi uang,ia rela mematahkan banyak hati lelaki dan perempuan sedang sang bapak? Dia rela menahan lapar mencari uang demi cucunya.
Perbedaan yang sangat jauh.
Aku tau dan sangat mengerti,beberapa penulis terkadang suka menyelipkan kisah nyatanya pada karyanya sedang aku tidak. Aku tidak suka,sama saja aku memberitahukan orang-orang bahwasanya hidupku sangat menyedihkan dan suka sekali merana,memikirkan masa lalu.
“Lagi mikirin apa Nin? Jalan aja sampai linglung gitu.” Dengan cepat kulepaskan tangan Alga yang tadi menarikku ke sampingnya.
“Tau engga kenapa peduli itu penting?” aku menggeleng,sembari menatap banyak anak-anak yang bermain di taman kota.
“Karena untuk melihat apakah dia masih pantas disebut manusia atau bukan.”
Tanpa memperdulikan Alga,aku menyebrang dengan cepat dimana sebelumnya sudah memperhatikan mobil yang lewat. Lebih dekat menatap anak-anak yang begitu riang tertawa. Aku ingin tertawa sebagaimana cara mereka tertawa,lepas.
“Kamu suka makan pangsit kan? Aku beliin pangsit yang paling enak.”
Kubalikkan badanku dengan cepat,menarik Alga menjauhi taman. Alga pasti merasakan tanganku mendingin. Setelah merasa baikan,kulepaskan genggaman tangan kami dan berjalan lebih dulu. Untungnya hanya sebait pertanyaan bukan hal lainnya.
“Ada yang kamu ingat ya? Maklum Nin. Kita manusia bukan superman. Punya memori yang kita tidak suka bukan kesalahan besar Nin. Kamu tidak bisa langsung melupakannya,aka nada waktu yang harus kamu terima Nin.”
Kutatap Alga,dia tidak mengikat rambutnya lagi.
“Alga,” panggiku pelan dan membuatnya menoleh menatapku,”jangan suka sama aku,Al.” pintaku dengan suara pelan.
“Engga bisa,Nin. Aku sudah mencintai kamu sejak lama,lama sekali.”
“Kamu bisa mencari perempuan lain dan jatuh cinta padanya. Atau bahkan aku bisa mengenalkanmu pada beberapa perempuan,atau lagi kamu bisa menerima dating yang mama kamu tentukan.”
Alga tersenyum,”Nin,aku engga masalah kalau memang kamu belum atau sulit jatuj cinta sama aku. Jangan jadikan perasaan aku beban untukmu,Tapi Nin.” Dia berbalik menatapku kembali,
“Jangan pernah memintaku mencintai perempuan lain,Nin, rasanya sakit saat perempuan yang kita suka malah meminta kita mencintai orang lain, kamu malahan mau menjadwalkan pertemuanku dengan perempuan lain. Jangan Nin,jangan pernah melakukannya.”
Dan aku tidak merasa bersalah sama sekali,aku tersenyum dan bersenandung pelan.
“Nin… Kamu mengerti yang aku katakana kan?”
“Hmm.”
“Makan sebelum pulang? Sudah seharian ini kita jalan-jalan terus. Hampir jam lima,kamu harus pulang sebelum maghrib. Makan apa? Nasi goreng? Nasi kuning? Nasi putih?”
“Nasi normal aja.”
“Kamu memang unik,Nin.”
***
Karena ini adalah jadwal up cerita pendek,maka aku telah mempublishnya beberapa menit yang lalu. Dan aku sedang membaca komentar yang para pembacaku berikan.
@hashon kak Ombak,itu kenapa endingnya meninggal sih? Kan kan,huaaaaaa engga terima.
@kjng walaupun engga bisa terima endingnya tapi apa boleh buat? Kalau peran utamanya engga meningga. Tokoh yang lainnya engga bakal sadar-sadar,jahat terus.
@jasaws dia ada namun tidak bisa ku genggam,aku tiada dan dia baru mau menangis menyesali semuanya. Huaaa,suka banget sama qoutenya.
@nbgaa ditunggu upnya minggu depan kakak cantic.
@lasgee dunia memang suka bercanda ya? Baru menghadirka penyesalan setelah seseorang sering kita abaikan meninggalkan kita. Kadang mau marah tapi yang salah siapa? Ya,kita sendiri. Karena tidak menghargai keberadaannya yang dulu selalu ada.
@psdqq kak Ombak,walaupun aku kesal pake banget karena dikasi sad ending dan mungkin akan terus kepikiran selama beberapa hari. Tapi semangat kakak,terimakasih karena sudah up mala mini,sayang kak Ombak.
@klomjj dahlah,sad ending. Huhuhu.
@msrlk dunia kak Ombak sedang tidak baik-baik saja.
Menguap beberapa kali,aku melirik jam yang ternyata hampir jam dua belas. Kututup laptop tanpa memamtikannya lebih dulu,mengambil ponsel dan membaringkan badanku di ranjang.
Mba Jena memberikanku jatah istirahat revisi selama 3 hari lamanya,tapi aku tidak bisa menggunakannya dengan baik. Setiap hari aku tetap menulis,memikirkan akur cerita atau konfliknya yang sangat banyak.
Tujuanku mengambil ponsel ada memeriksa rekeningku,tabungan masih banyak dan mari kita menjelajahi situs perbelanjaan online mengingat aku ingin foya-foya sebagai penghilang setres.
Tapi baru saja aku ingin membuka aplikasinya pesan dari seseorang malah membuat moodku menghilang. Segera kumatikan ponselku dan memejamkan mata. Mari tidur Anin,masih ada satu hari lagi untuk menikmati masa liburmu sebelum sibuk memikirkan revisi yang begitu banyak.
“Dira… Aku beliin kamu boneka barbie marmaid kesayangamu, kamu suka kan? Sejak kemarin pengen banget beli ini kan?”
“Sok tau,tapi makasih loh!”
“Apapun untukmu,Anindira.”
***
Alga Pov
Namaku Alga.
Nama yang katanya diambil dari nama belakang mamaku,Khansa Algalisa.
Rumah sederhana yang sengaja kupilih selalu aja sepi dan tidak pernah memberikan keramaian yang berarti,tetapi yang berarti adalah rumah ini sangat dekat dengan rumah perempuan yang aku tunggu,Anindira.
Anindira.
Nama selalu identic dengan kecantikannya yang sangat alami,dengan segala sikapnya yang selalu enggan peduli dengan keadaan sekitar. Matanya yang selalu menyorot kehampaan sangat jelas terlihat dari balik sana.
Akan tetapi,aku mendekatinya atau mungkin mencintainya bukan karena kehampaan yang Anindira tampakkan tapi karena memang aku menyukainya,perempuan yang bisa membuatku terpukau di pertemuan pertama kami,beberapa tahun yang lalu.
Anindira.
Mungkin orang akan mengatakanku lakilaki bodoh karena menunggu perempuan yang sulit jatuh cinta,perempuan yang selalu berusaha mendorongku menjauh darinya,perempuan yang tidak pernah menampakkan rasanya. Tapi aku hanya ingin,mencintainya dengan tulus.
“Hati-hati,jangan bagadang.”
“Sana,aku engga mau dianter pulang. Sana!”
“Nin,Coba senyum.”
“Dalam mimpimu.”
Sambil membuka kaos kakiku,aku tersenyum mengingat pertemuan terakhirku dengannya tadi. Setelah makan,Anindira memintaku pulang dan dia ingin pulang sendiri. Katanya tidak suka dan sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengannya.
Namanya Anindira,perempuan yang akan selalu kucintai meskipun semua orang memintaku melepaskannya. Aku tau dan sangat tau mengapa Anin menjadi perempuan seperti sekarang,hanya alasannya mengenai dibaliknya aku tak ingin tau.
Namanya Anindira,perempuan mandiri yang selalu membuatku terpukau dengan segala kepintarannya yang sungguh diluar nalar. Suka menyendiri dan tidak suka diganggu,tapi sangat suka mengangguku juga editornya.
Sepanjang mengenalnya,Aku termasuk merasa beruntung bisa sedekat ini dengannya. Diperlakukan tidak baik? Tidak kupermasalahkan asal dia tetap bersamaku,dalam pantauanku dan tidak menghilang.
“Hai,sendiri aja?”
“Namamu siapa? Namaku Alga,hanya Alga. Menggunakan 4 huruf abjad aja. Namamu siapa?”
“Aku ganggu ya? Kamu cantic dengan sikapmu yang sekarang.”
Aku tertawa,melihat pantulan diriku sendiri dari arah cermin. Aku sengaja tidak mnegikat rambutku setiap kali berdekatan dengan Anin dengan tujuan untuk menarik perhatiannya. Dan benar,dengan wajah ketusnya dia akan menyodorkan karet padaku,memintaku mengikat rambutku.
Dia Aninku,dengan gengsinya.
“Rambutnya engga diikat lagi? Nih!”
Oh iya,mengenai latar belangku. Kedua orangtuaku telah berpisah sejak lama dan aku tinggal Bersama Mama. Tapi sesekali akan bertemu papa kalau memang sangat dibutuhkan untuk sebuah pertemuan.
Mereka sama-sama mempunyai pekerjaan yang sangat padat,Mama sejak dulu adalah perempuan mandiri dan karier. Sedang papa menjadi seorang sutradara untuk miliknya sendiri. Mama adalah ibu yang sangat tegas,suka mengatur tapi sangat menayayangiku.
Sedang aku? Apa pekerjaanku?
Pekerjaanku banyak tapi yang paling utama adalah menjadikan Anindira menjadi milikku. Menjadikannya perempuan yang sangat bahagia di dunia ini. Tapi untuk mewujudkan semua itu,aku hanya perlu bersabar untuk menunggunya.
Menunggu Anin membuka hatinya dengan sendirinya,mencintaiku dengan sangat tulus dan membalas perasaanku. Bukan karena keterpaksaan apalagi karena ingin menjadikanku pelampiasan sesaat. Aku bukanlah tempat singgah tapi tempat untuk menetapnya seorang Anindira.
Merasa malam semakin larut,aku memilih untuk segera tidur dan bersiap menganggu keseharian Anin esok harinya. Aku hapal jadwalnya dan juga segala kemana dia suka bepergian.
Ya,sedalam itu aku mencintainya.
Kenapa aku tidak memaksakan kehendakku saja? meninggalkan Anindira dan menjadi anak yang penurut untu Mama,aku tidak ingin. Yang aku cintai hanyalah seorang Anindira seorang dan tidak aka nada perempuan lain yang bisa menggantikannya apapun yang terjadi.
Deringan ponsel yang menggema membuatku segera mendekat ke meja,nama sekertaris mama tertera disana.
“Selamat malam dan maaf menganggu waktu istirahat anda Pak Alga.”
“No problem,ada apa? Mama sakit apa gimana?”
“Tidak,Pak. Ibu Khansa baru saja pulang semenit yang lalu. Beliau hanya meminta saya untuk menanyakan bagaimana kabar anda? Malam ini akan tidur dimana? Beliau katanya tidak sempat menelpon anda hari ini saking banyaknya jadwal.”
Aku tersenyum,”Kabarku baik,mala mini aku tidur dirumah biasa. Engga papa,minta mama untuk istirahat dan jangan terlalu memaksakan diri. Besok kalau sempat,aku akan mampir untuk ketemu sama mama. Selamat malam.” Sengaja kumatikan lebih dulu atau sekertaris mama akan makin menanyakan sesuatu,aku tidak suka.
Waktuku dengan mama memang jarang sekali,kami bahkan pernah tidak bertemu selama seminggu lamanya padahal tinggal dirumah yang sama,saking sibuknya. Mama suka berada di kantor,katanya itu adalah dunianya sejak dulu.
Mama sesekali hanya akan menanyakan kabarku lewat sekertarisnya sama seperti tadi,aku merasa kesepian? Tentu tidak. Aku bukan anak kecil lagi yang akan merengek seharian hanya karena kurang diperhatikan oleh orangtua.
Aku adalah seorang Alga,yang sangat mencintai Anindira.
Maka dari itu,jangan Lelah mendukungku memperjuangkan Anindira ya? Ini hanya perihal waktu saja. suatu hari nanti aku akan mendapatkan balasan atas semua perasaanku yang kurasakan selama ini.
Anindira dan hanya seorang Anindira saja.