Chapter 12 | Anugerah Mimpi Buruk

1308 Kata
Chapter 12 | Anugerah Mimpi Buruk “Aku tidak mengerti mengapa misi pertamaku adalah membuatnya menangis” Reynand berbicara di depan kamera. “Saat aku mengirim video tangisannya kepada ayahnya, dia langsung menelponku dan memakiku karena membuat Jia terluka. Tapi aku mendengar suaranya yang terdengar lega meski dia mengatakan bahwa dia akan memukulku sebagai gantinya” Reynand menyentuh dadanya. “Terasa sesak” gumamnya sambil menyentuh dadanya lagi dan menepuk-nepuk kecil area itu. “Aku tidak tahu mengapa, tapi aku merasa seolah dia menangis karena hal lain. Dia menjadikan lukanya sebagai alasan” tetesan air mata dari Reynand mulai terjatuh. “Entah mengapa kau merasa sesak sekali saat melihat tangisannya” Reynand terdiam selama beberapa saat. “Nafasnya tersenggal, tubuhnya bergetar dan dia terlihat begitu lelah. Ayahnya akan membunuhku jika aku menunjukan video lebih dari yang ku tunjukan” Reynand kemudian tersenyum “Aku merasa sesak sekaligus lelah meski aku tidak mengetahui alasannya” Reynand mengangguk kecil. “Aku tidak menyesali perbuatanku yang telah membuatmu menangis” Reynand tersenyum sambil menunjuk buku tabungannya. “Aku juga dapat gaji besar” Reynand mencium buku tabungan itu. “Misi pertama, berhasil” Episode pertama yang direkam dalam kurun waktu satu tahun, akhirnya sudah selesai. POV Ethan Kal Vardhan Aku menutup layar iPad ku, entah mengapa aku bisa mengetahui alasannya menangis. “Dia menahannya selama lebih dari dua tahun” Aku melirik langit yang sudah menggelap. Sebelum akhirnya kembali melirik iPad dan memutar episode kedua. “Misi kedua akan sedikit sulit” Reynand berdehem kecil. “Tapi tidak ada yang tidak mungkin” Reynand menulis sesuatu di papan kecilnya dan menunjuk ke depan kamera. “Membuatnya berteman” Reynand meletakan papan dan tampak seolah dirinya tengah berpikir. “Dulu dia sosok yang ceriah, maksudku sebelum dia harus melepas mimpinya menjadi seorang balerina, dia sosok yang ceriah, muda tersenyum dan berteman. Tapi sekarang dia seperti penyihir wanita, dia menjadi sangat sinis dan tatapan matanya menjadi setajam kucing. Di London, dia sama sekali tidak memiliki teman selain aku” Reynand menggeleng kecil. “Tetap saja karena dulu dia sosok yang mudah berteman, sisa-sisa sifatnya itu pasti masih ada. Aku setidaknya hanya butuh waktu dua bulan untuk membuatnya memiliki teman” Reynand tersenyum sampai akhirnya tampilannya berubah, Reynand terlihat lebih dewasa. Reynand menghela nafas berat. “Ini sudah dua tahun setelah aku merekam bagian pertama misi kedua, semua yang kurekam selama dua tahun ini sama sekali tidak berguna. Semua itu karena misi kedua yang gagal” ujarnya dengan lesu. “Dia tidak berbicara dengan orang-orang sekitarnya. Mereka menganggap dirinya sebagai sosok angkuh yang menyebalkan dan memiliki tatapan meremehkan yang menusuk. Sifatnya semakin buruk seiring dengan bertambahnya usia. Meski yang ingin menjadi temannya banyak, tidak ada yang berani mendekat. Meski aku berusaha keras membantu semua orang yang ingin berteman dengannya, semuanya selalu berakhir sia-sia dan berantakan” Reynand tertawa garing setelahnya. “Kau tahu apa yang lebih menyebalkan? Karena ternyata semua orang menganggap dia benar-benar berbakat dan tidak mempermasalahkan sikap angkuhnya. Mereka malah mengidolakannya, mengatakan bahwa dia adalah genius seni yang muncul hanya dalam beberapa ratus tahun sekali saja. Entah mengapa kau merasa pernah mendengarnya” Reynand menggeleng kecil. Desahan nafasnya terdengar lebih berat. “Tapi sebenarnya, dia bukan bersikap angkuh hanya saja” Reynand menggeleng kecil “dengar sendiri jawabannya” Sebuah rekaman suara terputar, memperdengarkan suara Zeina yang juga sudah sedikit berubah. “Kenapa aku tidak berteman?” tanya Zeina dalam rekaman suara itu. “Tidak ada alasan khusus, sepertinya mereka tidak begitu menyukaiku. Mereka terus melihatku seperti aku memakai pakaian penuh lumpur. Mendapatkan tatapan seperti itu, tentu saja aku harus menghindari mereka” rekaman suara terhenti. Reynand tertawa garing sebelum akhirnya memasang ekspresi sedih. “Akulah penyebab dirinya tidak bisa berteman. Karena tindakanku” Reynand mendesah pasrah. “Padahal bayaran misi kedua sepuluh kali lipat dari sebelumnya” keluhnya kesal. “Aku sempat berniat membuatnya berteman karena kekurangannya” Reynand tertawa garing. “Kupikir dia bodoh dalam pelajaran lain di sekolah. Ternyata dia bahkan menjadi salah satu peraih nilai tertinggi? Apa itu masuk akal? Dia benar-benar seolah tidak membutuhkan siapapun. Aku tidak bisa membuatnya membutuhkan siapapun saat dia tidak memiliki kekurangan. Maksudku selain sifatnya yang semakin memburuk dia benar-benar tidak membiarkan dirinya memiliki cela”. “Aku sudah menyerah pada misi kedua. Episode kedua akan berisi saat dimana dia mewujudkan perkataanya. Seolah dirinya bisa mengetahui masa depan. Atau mungkin karena dia benar-benar mempercayai dirinya dan kemampuannya” Reynand tertawa kecil. “Sejak dulu dia memang sangat percaya diri dan suka pamer soal keahliannya” Reynand tertawa kecil. “Hal itu tidak berubah sama sekali”. Kini tampilan menunjukan saat Zeina berlomba melukis dengan tema yang baru saja di tentukan di kelasnya. Reynand merekam dari luar kelas dan melihat bagaimana Zeina melukis dengan telaten dengan tema yang ditentukan secara mendadak. Hasil lukisannya… Mendapatkan pujian… “Aku masih tidak mengerti, apa itu lukisan yang bisa dikatakan mahakarya. Aku tidak mengerti mengapa dia dianggap menakjubkan” keluh Reynand saat dirinya masih merekam Zeina yang melirik ke arahnya dan tersenyum tipis ke arah kamera. Zeina terlihat lebih dewasa dan tumbuh dengan baik. Raut wajahnya tidak sesuram seperti dua tahun lalu. Tingginya bertambah banyak dan bobot tubuhnya juga bertambah, tidak sekurus sebelumnya. Zeina terlihat jauh lebih sehat. Tampilan layar berubah menjadi pintu kamar yang baru saja dibuka. “Kenapa belum bersiap, hey ayo aku sudah tidak sabar” Zeina yang masih berbaring di atas tempat tidurnya menoleh dan bangkit dengan surai berantakan dan kemeja putih kebesaran. “Tunggu apa lagi, cepat bersiap. Pokoknya hari ini kau yang membayar yah” Reynand berjalan mendekat dan menaruh kameranya di atas meja sebelum menghampiri Zeina. “Ada yang terjadi?” Zeina menatap Reynand dan menghela nafas kecil. “Aku bermimpi buruk” jawabnya pelan. Reynand menepuk pundak Zeina seolah menenangkan. “Mimpi buruk itu hanya angin lalu, lupakan, ayo bersiap hari ini hari kau harus mentraktir cepat bangun” Zeina menggeleng kecil. “Kau sudah berjanji, kau tidak pernah menyiapkan kado untukku kau bilang aku boleh memakai kartumu saat ulang tahunku. Jangan berubah pikiran, berikan kartu ajaibmu” Zeina kembali menatap Reynand. “Aku tidak bisa melupakannya” Zeina segera bangkit dan berlari menuju studio pribadinya di rumah. Reynand mengikuti dari belakang dengan kamera di tangannya. Setelah meletakan kameranya, Reynand membantu Zeina meletakan sebuah kanvas raksasa dimana Zeina bahkan membutuhkan tangga untuk mulai melukis. Reynand membiarkan Zeina mulai melukis. Saat Zeina menggambar dengan serius di atas kanvasnya, Reynand duduk di samping kameranya sambil terus mengeluh. “Aku berencana merampoknya hari ini” keluh Reynand yang terdengar di dalam video. “Dia punya banyak nol dalam rekeningnya, menyebalkan melihat uang itu tidak dihargai dengan baik” Setelah hari itu. Zeina melukis di kanvas besar itu selama berhari-hari sampai akhirnya dia menyelesaikan hasil lukisannya dan memberi tanda tangan sebagai penanda di sudut kanan bawah lukisannya. Reynand meninggalkan kameranya untuk merekam Zeina selama beberapa hari terakhir. Reynand tidak benar-benar memperhatikan progres lukisan Zeina saat memasuki studio untuk mengganti baterai kameranya. Sampai akhirnya saat suatu pagi, Reynand yang masih memakai pajamas datang ke studio dan ikut duduk di samping Zeina yang masih memandangi lukisannya yang baru saja selesai. “Ini mimpi buruk yang seharusnya kau lupakan?” tanya Reynand sambil menoleh pada Zeina. “Mimpi buruk adalah anugerah, anugerah dari sebuah inspirasi berharga” Zeina menjawab sambil bersandar di pundak Reynand. “Aku mengantuk” jawabnya yang memang kurang tidur selama beberapa hari terakhir. Reynand menoleh melihat Zeina yang bersandar dan tertidur dengan begitu mudahnya. Reynand kembali menatap lukisan Zeina dan membaca judul yang sudah Zeina tulis di pojok kanan bawah dekat tanda tangannya. “Gadis porselen di balik jeruji besi” Reynand kembali menoleh pada Zeina setelah membaca judul dan melihat betapa indah dan dalamnya lukisan yang Zeina selesaikan. “Sekarang aku mengerti, semua yang ibumu katakan memang benar Jia”. “Anugerah inspirasi itu, sepertinya juga merasukiku”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN