Berharap

3260 Kata
6 tahun yang lalu... David mengangkatnya kesesuatu tempat, memanfaatkan lemahnya berontakan Jae. Walau mabuk berat dan membuat David berhalusinasi, tak mengurangi tenaganya sedikitpun untuk mengangkat tubuh Jae yang lebih kecil dari tubuhnya ini. Berakhirlah di sebuah kamar yang cukup mewah. David menghempaskan tubuh Jae keatas kasur berukuran king size cukup kasar. Hati dan akal David saat ini seolah tertutup oleh emosinya yang memuncak. Bahkan telinganya ikut menuli karena gairah yang ia rasakan saat ini. Jae hanya bisa menangis memberontak lemah, tenaganya terkuras karena tangis dan sibuk mendorong pria mabuk yang b*******h ini. "Aku mohon, lepaskan aku..." lirih Jae yang terus memohon dengan isaknya. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Mendekati wajahnya untuk kembali meraup bibir Jae yang sudah merah membengkak karenanya. Suara decapan tak terhindarkan dari pendengaran keduanya yang diciptakan oleh David, begitu jelas ketika sampai di kamar yang senyap ini. Terdengar sangat menjijikan bagi Jae, seiring David memeluk Jae dengan hangat namun penuh sensual disetiap pergerakan tangannya berjalan seperti mencari sesuatu. "Sstt... maaf aku sudah menyakitimu. Hanya ini yang bisa aku lakukan agar kita bisa tetap bersama, sayang." David melonggarkan pelukannya lalu jemarinya mengusap air mata Jae yang tidak berniat untuk berhenti itu dengan penuh perasaan. Jantung Jae berdetak semakin kencang, ketakutan semakin menggerogotinya. Apa yang sedang pria ini katakan? Sayang? Apa pria ini masih belum sadar kalau dirinya bukan wanita yang dimaksud? "Aku bukan wanitamu, TOLONG SADARLAH!! Aku mohon lepaskan aku..." raut wajah Jae memohon dengan sangat agar pria ini bener-benar sadar dari halusinasinya, jika dengan cara memberontak tidak membuahkan hasil. "TIDAK! Kau wanitaku, Yasmine! Kau hanya milikku, begitu pun sebaliknya. Aku tidak akan membiarlan perjodohan gila itu memisahkan kita!" David kembali mencium Jae dengan kasar. David marah. Ia tidak terima dengan perkataan wanitanya kalau Yasmine bukan miliknya. Yasmine terlalu sering mengatakan hal serupa kalau mereka tak patut untuk bersama karena perbedaan martabat yang begitu jauh. Membuat hati Yasmine selalu mengeluh dan berniat menyerah dengan hubungan mereka, tapi David tidak pernah mengizinkannya. David akan selalu mempertahankan Yasmine bagaimanapun caranya. Ciuman sepihak itu pun melembut, namun tak mengakhiri penyiksaan untuk Jae. Ciuman itu turun kesela tekuk leher jenjangnya yang sedari tadi David ingin menyicipinya. Pria ini benar-benar memperlakukannya dengan sangat lembut seolah tubuhnya bisa rapuh kapan saja. Ia bisa merasakan penuh cinta disetiap sentuhannya, hingga Jae yang awalnya merasa dilecehkan mulai menikmati permainan pria ini. Tidak!! Jae tidak boleh terlena, ia harus menata masa depan yang baru langkah awal berjalan sesuai ekspetasinya. Jae ingin hidup dengan ketenangan tanpa adanya masalah baru yang mungkin akan menjadi besar jika ini berlanjut. Sekuat tenanga Jae menahan suara yang ingin keluar dari mulutnya saat David masih sibuk membuat tanda kepemilikan di leher polosnya. Jae mencoba berpikir mencari cara untuk menghentikan siksaan ini. Matanya berputar seraya berpikir, dan matanya berhenti pada satu titik. Ia menggapai sesuatu di atas nakas, Jae pun mendapatkan sebuah vas bunga. Dengan ketidak siapannya, Jae akan melempar benda itu kepunggung David agar tidak ada yang terluka parah jika sasarannya tepat. Prang! Tangan David melempar vas bunga itu, dengan cepat pria itu memegang pergelangan tangan Jae. Mata Jae membulat besar ketika merasakan kedua tangannya diikat menggunakan sebuah kain seperti tahanan. Ternyata kain itu kemeja milik David, entah kapan pria itu sudah membuka bajunya hingga menampilkan otot-otot tubuh yang sudah mengeluarkan sedikit keringat. "Kita tidak memerlukan itu untuk melakukannya, sayang." Bisik David tepat di depan telinga Jae hingga membuat wanita itu merinding di sekujur tubuh. David mengangkat kedua tangan Jae yang sudah terikat ke atas kepala agar tidak mengganggu aktifitasnya. Jae hanya bisa pasrah sekarang dengan tenaganya semakin menipis. Ia sudah habis akal berpikir untuk melarikan diri yang hanya sebatas harapan, dan terus berdoa agar siksaan ini cepat berakhir. *** "Apa mereka masuk ke dalam ruangan itu?" "Ya, Tuan Muda membawa seorang wanita bersamanya." Pria berpakaian jas hitam ini bisa mendengar suara helaan nafas di seberang sana dan terdiam beberapa detik menunggu sang majikan melontarkan tugas selanjutnya yang harus ia lakukan. Ia kembali meliat layar telponnya, memastikan panggilan masih terhubung atau tidak. "Tuan Park?" "Awasi terus, ikuti jika mereka keluar. Terutama wanita yang bersamanya saat ini. Aku harap wanita itu hanya seorang jalang." "Baik, Tuan." Ucapnya tegas pria yang masih setia berdiri menatap salah satu pintu kamar hotel di mana terdapat Tuan mudanya disana. Setelah panggilan terputus, ia segera menelpon salah satu rekan kerjanya. *** Perlahan Jae membuka matanya dari mimpi terburuk dalam hidupnya. Atau tidak, semua terasa begitu nyata hingga membuatnya ingin mual mengingat apa yang sudah terjadi. Pandangan pertama Jae mendapati pria yang tadi malam menjamah tubuhnya, memeluknya begitu erat membuat Jae merasa walau tak mengenakan apapun di balik selimut yang tebal. Ia hanya tidur beberapa jam setelah pria b******k ini menghajarnya habis-habisan berulang kali hingga ia kelelahan dan tertidur. Matanya kembali berair mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Panggil dirinya si wanita jalang karena tubuhnya menerima perlakuan yang begitu menjijikan yang pernah ia alami. Terlalu sibuk bekerja dan belajar, membuat Jae tak punya waktu memikirkan hal cinta, apa lagi tentang persetubuhan dengan seorang pria? Bodohnya Jae menerima dan cukup menikmati pelecehan itu, karena perlakuan yang teramat lembut membuatnya terlena. Jae melepaskan lengan besar pria ini dari pinggangnya. Ia bisa melihat tubuh mereka berdua polos tanpa pakaian seperti bayi. Jae menurunkan kakinya perlahan dari kasur lalu memungut bajunya yang berserakan. Ketika ia ingin mengenakan pakai, pergerakannya terhenti merasakan nyeri di bagian pangkal paha. Ya Tuhan, cobaan apa lagi sekarang? Apa aku bisa menahan sakit ini selama perjalanan pulang? Batin Jae. Tangisnya semakin jadi, setelah melihat tubuh telanjangnya dipenuhi dengan kiss mark terutama di sekitar leher dan dadanya. Lihatlah betapa kotornya dirinya saat ini. Jae benar-benar seperti jalang sungguhan yang akan mendapatkan ratusan juta untuk pengalaman pertamanya. Ia sudah disetubuhi pria b******k yang sedang patah hati itu terus memanggil nama 'Yasmine' seolah dirinya adalah wanita itu. Jae menyesal, sangat menyesal. Seandainya ia tidak termakan rayuan sahabatnya yang membawa ke tempat laknat ini, sudah pasti ia akan bersiap-siap untuk bekerja mengantar s**u sekarang, karena jam sudah menunjukan pukul setengah 5 pagi. Jae yakin kalau pria itu memiliki martabat yang tinggi, berbeda jauh seperti dirinya yang harus bekerja dan belajar mati-matian agar bisa sukses membanggakan kedua orangtua yang sudah tenang di alam sana. Jae pun memutuskan untuk pergi agar tidak memperpanjang masalah ini, cukup sampai di sini. Ia teramat lelah dan sudah merindukan dunia nyatanya setelah menikmati mimpi terburuknya. Ya, Jae akan menganggap ini hanya sebatas mimpi dan melupakan semuanya. Semoga ia bisa. Setelah mengenakan pakaiannya, Jae bergegas keluar ruangan dengan wajah yang sembab masih dipenuhi dengan air mata. Tanpa ia sadari, seseorang mengikutinya selama di perjalanan pulang. *** "Tenang, baby. Mungkin dia pulang lebih awal tanpa memberitahumu terlebih dahulu." Tangan Sehun yang bebas mengusap punggung tangan kekasihnya memberi ketenangan. "Semoga yang kau katakan itu benar." Tangan Gigie sibuk menekan ponsel pintarnya untuk menelpon sahabatnya lagi. Mereka sedang berada di perjalanan menuju tempat tinggal Jae, memastikan wanita itu baik-baik saja. Sudah puluhan kali Gigie menelponnya, tapi tidak ada jawaban sekalipun. Biasanya Jae selalu memberi kabar ke manapun anak itu pergi meninggalkannya, tidak seperti ini. Firasat buruk yang Gigie rasakan membuatnya khawatir bukan main. Sehun menghentikan mobil ketika sampai. Dengan cepat Gigie turun mobil, ia langsung menaiki tangga di mana pintu kamar sahabatnya itu berada. Tanpa memperdulikan tetangga, Gigie menggedor pintu flat Jae cukup kuat dipagi hari. "Jaena! Apa kau di dalam? Kau sudah pulang ‘kan? Aku mohon jangan membuatku khawatir!" "Hey, baby. Pelankan suaramu terlalu keras. Nanti kita akan diserang tetangga disini," Sehun berlari kecil menyusul kekasihnya yang kekhawatirannya meningkat setelah tidak mendengar balasan dari dalam. "Sepertinya dia belum kembali, Sehun. Dia benar-benar membuatku khawatir!" "Tenanglah. Kita pulang dulu. Nanti siang kita kembali kesini. Jika Jae belum kembali juga, baru kita cari bersama atau perlu kita lapor ini pada polisi, okay? Tenangkan dirimu dulu, jangan menyalahkan diri sendiri." Sehun meraih tubuh Gigie ke dalam pelukannya menenangkan kekasihnya yang mulai menangis. *** Hawa hangat menyerang wajah tampan David. Ia membuka mata, cahaya matahari menyambutnya yang menyelinap melalui sela-sela tirai jendela. Kepalanya seperti dibebani seberat 5 kilo. Sangat berat, hingga menundanya untuk duduk. Sial! Semua terlihat berputar seperti di atas kapal yang melawan ombak. Ia baru ingat kalau tadi malam sudah menghabiskan beberapa botol vodca. Tangan David terangkat meremas rambutnya secara acak seolah remasan itu bisa menghilangkan pening di kepalanya. Setelah beberapa saat terdiam merasakan pening dari sisa-sisa alkohol semalam, David baru menyadari tubuhnya begitu ringan. Matanya melebar sempurna setelah melihat tubuhnya di balik selimut, naked. Ia mendudukan diri lalu melempar pandangannya ke seluruh ruangan. Ini bukan kamarnya, melainkan sebuah kamar hotel. Apa dirinya telah meniduri seseorang? Batinnya. Tapi ia tidak menemukan benda yang terlihat milik seorang wanita di kamar ini. Bahkan ia tidak mendengar suara apapun di dalam kamar mandi. Apa yang sudah terjadi? Ia benar-benar lupa semuanya. Inilah alasan terbesar David benci jika berurusan dengan alkohol. David akan melupakan semuanya yang terjadi saat ia mabuk, seperti orang bodoh, seolah tak melakukan apapun sebelumnya. David tak bisa mengendalikan dirinya karena ia termasuk lelaki lemah dengan alkohol. *** Mengurung diri. Hanya itu yang bisa Jae lakukan saat ini. ia akan menyimpan ini untuknya sendiri, tidak akan menceritakan hal menjijikan ini pada siapapun dan berharap pria itu tidak mengingatnya. “Ya benar, semua hanya mimpi. Semua tidak pernah terjadi,” ucapnya meyakinkan diri sendiri pada bayangan kaca di depannya. Kalimat itu berulang kali Jae ucapkan seperti mantra yang bisa menghilangkan ingatan. Sayangnya bekas-bekas merah kebiruan di tubuhnya seperti mengejek hal itu. Jae pikir dengan membersihkan diri dengan mandi, semua itu akan hilang dan kembali seperti semula. Ia menggosok bekas itu menggunakan spons mandinya hingga frustasi dengan tangan yang bergetar. Bukannya menghilang bekas itu malah semakin memerah akibat gosokannya yang terlalu kencang. Air matanya yang terus mengalir seiring turunnya air shower membasahi tubuhnya, ia terlalu lelah untuk menangis namun bekas di tubuh dan ingatan itu menggerogotinya hingga ketulang. Ketika mendengar teriakan Gigie yang begitu jelas dari dalam, ingin rasannya Jae membuka pintu lalu memeluk sahabatnya dengan erat menumpahkan semua kehancuran yang ia rasakan saat ini. Tapi Jae memilih menutup telinga dan terus menangis memeluk kedua lututnya di kamar mandi, dengan sakit di sekujur tubuh terutama bagian pangkal paha hingga menusuk hatinya. Ia benar-benar merasa hacur tak berdaya. Jika tubuhnya terbuat dari kaca mungkin sudah menjadi pecahan beling tak berbentuk. *** "Ini data wanita itu, Tuan." Tanpa basa-basi, Sungjin mengambil amplop coklat berisi data tentang wanita yang ia perintah untuk diikuti. Kalau perlu, Sungjin akan memantau wanita itu terus-menerus sampai masalah Putranya selesai hingga pernikahan yang sudah ia rencanakan terlaksana. Tujuannya tidak lain agar David bersih tanpa kecacatan sedikitpun di mata orang lain—terutama keluarga dari calon besannya, yang pasti untuk ketenangan rumah tangga mereka kelak. Ya, memang sejauh itu Sungjin memikirkan Putra tunggalnya itu. Katakan dirinya adalah orang tua yang sangat overprotectif. Ia tidak ingin orang lain menganggap Putranya remeh atau memiliki kelemahan, ia pernah lalai dalam hal itu dimasa lampau dan Sungjin tak ingin David merasakan itu terulang. "Pekerjaannya mengantar s**u dan menjaga toko mini market? Bukan seorang jalang?" Sungjin bertanya dengan nada rendah meredam rasa terkejutnya. "Benar, Tuan. Wanita itu berkuliah di Universitas Seoul." Sungjin memijat keningnya sejenak untuk menghilangkan pening yang sejak tadi ia tahan, dan sekarang semakin bertambah. Masalah ini semakin rumit dari perkiraannya. Setelah cukup lama terdiam memikirkan jalan keluar dari masalah ini, akhirnya Sungjin bersuara mengenai langkah selanjutnya. "Pantau terus, jangan sampai wanita itu merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan Putraku dengan alasan mengandung cucuku atau apapun itu." "Baik, Tuan." Sang asisten pun pergi meninggalkan ruangan setelah mendapatkan perintah. *** "Sebaiknya kau pulang, Jae. Wajahmu terlihat sangat pucat. Aku tidak tega melihatmu bekerja dengan keadaan seperti ini." Sang pemilik toko—di mana Jae bekerja yang bernama Xiumin, meminta Jae untuk pulang. Wajah Jae akhir-akhir ini menunjukan jauh dari kata sehat, tak bersemangat seperti biasanya. Terutama hari ini, Jae terlihat tak memiliki stok tenaga. "Tidak apa. Aku hanya kelelahan akhir-akhir ini. Hanya duduk di depan kasir, aku masih sanggup bekerja." Jae menunjukan senyum terbaiknya untuk mengurangi rasa khawatir atasannya. Sayangnya itu malah terlihat senyum terlemah yang pernah Xiumin lihat, "Awalnya aku pikir juga begitu dan masih terima alasanmu dihari sebelum-sebelumnya, tapi tidak dengan hari ini. Kau harus memperbanyak istirahat, kalau perlu besok kau tidak boleh bekerja sampai kau benar-benar pulih. Aku tidak ingin pelangganku lari ketakutan melihat wajahmu yang seperti zombie!" Jae tertawa kecil untuk pertama kali setelah kejadian tiga minggu lalu yang menimpanya. Setelah Xiumin memaksanya berkali-kali, tidak ada pilihan lain selain menurut. "Kau terdengar seperti mengusirku! Baiklah, Tuan Boss. Aku akan mengambil mantelku dan segera pulang." Ujar Jae beranjak dari duduknya. Tiba-tiba Jae merasakan kakinya melemah dan kepalanya semakin berat ketika berjalan. Merasa tak kuasa menopang tubuhnya sendiri, tubuh  Jae jatuh di atas lantai dan pandangannya perlahan menggelap. Brug! *** "Nona Jae tengah mengandung, usianya sudah tiga minggu." Ucap Dokter yang baru memeriksa keadaan Jae. Sungguh diluar dugaan Xiumin. Sehingga Xiumin tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Setelah mengucapkan terimakasih, Dokter pun pamit untuk pergi. Xiumin mendekat pada ranjang Jae yang masih berbaring, ia bisa melihat ekspresi Jae tak kalah kaget seperti dirinya mendengar fakta baru dari sang Dokter. Xiumin memang memperhatikan prilaku Jae yang akhir-akhir ini terlihat lebih pendiam dari biasanya, bahkan wanita itu hanya bicara seperlunya. Tapi ia selalu pikir Jae hanya kelelahan mengingat Jae kuliah dengan tugas yang menumpuk akhir-akhir ini. Bahkan setahunya, Jae tidak mempunyai seorang kekasih selama ini. "Apa kau sudah tahu mengenai ini, Jae?" Tanya Xiumin lembut, agar karyawannya ini tidak tersinggung dengan pertanyaannya. Jae menjawab dengan mengeluarkan air matanya dengan deras. Karena Xiumin tahu diri dengan aturan privasi, ia tidak ingin menanyakan lebih jauh, dan membiarkan Jae bercerita sendiri padanya. Ia mengulurkan tangan untuk memeluk dan menenangkan wanita yang sudah ia anggap seperti adiknya ini. Hal yang Jae takutkan sekarang terjadi. Mengandung darah daging pria b******k yang telah menidurinya secara paksa. Jae hanya menangis hingga sesegukan dalam pelukan majikannya. Ia berusaha keras agar tidak menangis lagi setelah kejadian itu, tapi mendengar pernyataan Dokter barusan benar-benar membuatnya semakin hancur. Jae tidak tahu apa yang akan ia lakukan nanti setelah mengetahui kehamilan yang tak ia inginkan ini. Untuk saat ini mungkin hanya sebuah pelukan yang menenangkan dan kembali membuat Jae menumpahkan seluruh kesakitannya melalui tangisan. *** "Tuan Park ingin bertemu dengan Anda, Nona." Seorang pria dengan setelan jas rapi di tubuhnya itu berdiri tegap dengan sopan berbicara pada Jae yang baru saja ingin memasuki flatnya. “Mungkin Anda salah orang, saya tidak mengenal Tuan Park seperti yang Anda katakan.” Balas Jae tanpa minat. “Saya tidak salah orang, Nona Lee. Dan Anda akan tahu setelah bertemu,” Jae sempat menolak karena tidak ingin diganggu saat ini, mengingat kabar kehamilannya tadi pagi membuatnya down. Namun pria itu memohon meminta waktu sebentar. Tanpa minat, Jae pun setuju dengan syarat tidak lebih dari 30 menit. Dan sekarang Jae harus berhadapan dengan seseorang yang tidak ia kenali ketika mengamati pria paruh baya yang sudah duduk di depannya ini. Tanpa basa-basi, pria paruh baya yang dipanggil Tuan Park ini mengatakan padanya bahwa dia adalah Ayah dari pria b******k yang sudah menghamilinya. Dan tanpa memberi celah untuk Jae bicara sedikitpun, pria paruh baya itu terus bicara. Sehingga Jae tidak bisa menahan air matanya lagi mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Tuan Park itu. Jae bukan wanita bodoh yang tidak mengerti maksud dari pembicaraan ini. Yaitu menginginkan Jae meninggalkan negara Korea, dan secara halus juga Tuan Park memperjelas bahwa Jae adalah sebatangkara yang tidak akan dicari keberadaannya jika ia pergi. Terdengar tenang namun menusuk. Sungguh kejam. benar kata orang, bahwa lidah bisa lebih tajam dari sebuah pisau belati sekalipun. Untuk pertama kalinya Jae menemukan manusia tak punya hati seperti pria paruh baya di depannya ini. Apa dia pikir Jae tidak akan menjenguk kedua orangtuanya yang sudah tertidur di bawah tanah? Atau melanjutkan kuliahnya yang sudah separuh jalan? Dia juga mengatakan akan menanggung semua biaya hidup Jae dan anak yang ada di dalam kandungannya ketika di Luar Negeri nanti, termasuk pekerjaan yang layak. Bukan Jae jika menerima semua tawaran itu dengan senang hati. Jelas ia menolak, tawaran atau jasa apapun dari orang lain selama dirinya masih bisa berdiri sendiri. Kalau benar Jae harus menjalani hidup hanya berdua dengan anaknya kelak, ia akan menerima dengan usahanya sendiri tanpa bantuan atau bentuk belas kasihan lainnya dari orang lain. Jae bersikeras tetap tinggal dan mengusir Tuan Park itu bersama pengawalnya untuk segera keluar dari flatnya. Sebelum beranjak pergi pria paruh baya itu berkata "Hubungi saya, jika Anda berubah pikiran." Jae merutuki diri sendiri karena tak bisa menahan air matanya. Padahal ia sudah berjanji dengan Xiumin tidak akan menangis lagi setelah puas menumpahkan semua kesakitannya di dalam dekapan pria itu. "Menangislah sepuas mu. Berjanji padaku, jangan menangis lagi setelah ini. Ingat janinmu yang masih sangat muda. Kau harus menjaganya. Walau kau tak mengharapkan keberadaannya, tapi Tuhan memberikannya padamu. Itu artinya kau dipercaya untuk menjaga dan membesarkan seorang anak." Perkataan Xiumin masih terngiang ditelinganya. Ya, tidak ada pilihan lain selain menjaga dan membesarkan anaknya seorang diri. *** "Hei, Lee Jaena! Mulai besok dan seterusnya kau tidak perlu kemari lagi untuk mengantar s**u. Kau diberhentikan." "Jae, kau berhenti bekerja disini. Mulai sekarang kau bukan karyawanku lagi." Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba Jae diberhentikan disemua tempatnya bekerja? Setiap Jae bertanya alasannya, jawaban mereka sama, "Mereka mengancam toko ini ditutup secara paksa jika masih mempertahankanmu bekerja disini." Mereka siapa? Jae berpikir keras kesalahan fatal apa yang telah ia perbuat. Seingat Jae, ia tidak pernah meminjam uang pada rentenir atau bermusuhan dengan siapapun, selain... ingatannya langsung tertuju pada pria paruh baya bernama Park Sungjin yang memintanya untuk meninggalkan negaranya sendiri. Jae terkekeh miris, ternyata pria paruh baya itu bertindak sejauh ini padanya. Ia sudah mencari pekerjaan selama seminggu lebih diberbagai toko maupun di perusahaan lainnya menjadi office girl, dan semuanya nihil. Jae tidak mendapat panggilan atau penerimaan di manapun. Seiring berjalannya waktu, tabungannya mulai menipis beserta persediaan makanannya. Pemilik flat yang ia tinggali juga mulai menagih uang sewa. Jika seperti ini terus-menerus tanpa bekerja, bagaimana ia bisa menghidupi dirinya yang sedang berbadan dua? Dengan berat hati dan kepasrahan, Jae menghubungi nomor telpon yang tertera di kartu nama yang pernah ia buang sebelumnya. Ia baru menyadari kalau pria paruh baya itu adalah pemilik salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan, bahkan memiliki cabang diberbagai negara. Setelahnya pria paruh baya itu memintanya langsung datang ke kantornya untuk bertemu saat itu juga. Mereka bertemu di dalam ruang kantor yang luas dan mewah milik Park Sungjin itu. Tanpa basa-basi, Jae yang baru mendaratkan pantatnya di salah satu sofa disana, ia menarik nafas dengan berat sebelum memulai bicara. "Saya akan menerima tawaran Anda, untuk tinggal di luar negeri. Tapi dengan syarat, jangan ganggu kehidupan saya termasuk anak yang saya kandung. Dan jika saya sudah pindah ke New York, maka urusan kita berakhir termasuk anak yang saya kandung juga bukanlah kerutunan dari keluarga anda." Tentu saja Jae berfikir sangat keras sebelum mengambil keputusan besar ini, karena menyangkut masa depan baru yang mau tak mau harus ia jalani demi ketentraman kehidupan selanjutnya.  Memang benar untuk sekarang pria tua ini tidak menginginkan cucunya. Tapi siapa yang tahu kelak dia beruah pikiran dan akan mengambil anak ini dari Jae? Tentu Jae tak akan membiarkan itu terjadi. Anaknya hanya miliknya seorang. Bukan milik siapapun termasuk pria yang bernama David Jerrold atau Park Chanyeol itu. Ya, Jae sudah mengetahui nama pria mabuk itu setelah mendengar penjelasan dari pria paruh baya di depannya, yang sebenarnya bukan hal yang penting untuk Jae. Mendengar persyaratan jadi Jae, Sungjin terdiam beberapa saat mengamati raut wajah Jae yang terlihat tak sudi walau hanya menatap dirinya yang berhadapan. Setelahnya Sungjin menghelaan nafas yang cukup panjang, terdengar pasrah. "Baiklah, persyaratan Nona Lee diterima."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN