12. 23 Mei 2013

1255 Kata
Semenjak adanya gosip tentang kedekatan Brenda dengan Ricky satu tahun lalu saat Brenda menyelamatkan korban kecelakaan yang terkena pneumotoraks tension, tidak terlihat lagi Brenda bersama Ricky atau adanya kejadian yang melibatkan mereka berdua. Selama itu pula Liora terus menemani Brenda makan di luar area rumah sakit. Gadis itu menepati ucapannya untuk tidak ke kantin supaya tidak bertemu dengan Ricky meski pun hanya ketidak sengajaan. "Pokoknya lo wajib menemani gue dari sehari sebelum gue nikah." Liora terlihat bahagia memberikan undangan pernikahannya pada Brenda. Brenda menatap Liora tak percaya, bagaimana mungkin dia hari sabtu izin dengan alasan menemani Liora yang mau menikah. Apa kata Presdir Liau nanti. "Sehari sebelum nikah? Gue kan harus kerja siangnya, Ra." Brenda menatap Liora dengan wajah melas. "Ish... Lo kan selama ini tidak pernah ambil hari libur lo, Bren. Sesekali ambil kenapa, duit banyak juga dari hitungan lembur." dengus Liora. Brenda memikirkan hal itu, tapi dia tidak menemukan jalan untuk mencari alasan izin. Pikirannya buntu, nanti yang ada suster lainnya akan curiga padanya. "Gue beneran enggak bisa Ra, bisanya malam habis pulang dari sini." "Ish... Ya sudah deh iya tidak apa-apa habis pulang dari rumah sakit. Tapi lo enggak capek kan?" Liora yang sekarang menatap kepada Brenda kasihan. Brenda menggelengkan kepalanya, dia yakin kalau dia kuat. Gadis itu ikut senang karena teman akrabnya di rumah sakit akhirnya akan mengakhiri masa lajangnya minggu depan. "Eh Bren... Gue mau tanya sama lo, boleh enggak?" meski ragu tapi Liora sangat penasaran. "Apa? Kalau pertanyaannya tidak susah gue bisa jawab." sahut Brenda sambil membaca undangan pernikahan dari Liora. "Sorry kalau gue harus tanya begini, lo pernah punya mantan?" Brenda mendongakkan kepalanya menatap Liora. Dia mengingat kejadian beberapa tahun silam, apakah dirinya pernah memiliki kekasih atau tidak. "Pernah, jaman gue SMP." jawab Brenda jujur. "Buset, lama bener. Cinta monyet itu." Brenda tersenyum mendengar komentar Liora. Mungkin benar kata Liora kalau itu hanya cinta monyet. "Berapa lama lo pacaran sama dia?" Liora mulai penasaran. Selama ini Brenda tidak pernah cerita tentang kisah cintanya sedikit pun. Yang Liora tahu, Brenda hanya menyukai Ricky dari awal gadis itu bekerja di rumah sakit ini. "Seminggu." jawab Brenda membuat mulut Liora menganga tak percaya. "Ini telinga gue yang salah dengar atau mulut lo yang salah ngomong?" Liora hampir tak percaya dengan apa yang dikatakan Brenda. "Lo tidak salah dengar dan mulut gue tidak salah ngomong." Kedua gadis itu sekarang sedang ada di ruangan Brenda. Mereka tidak makan siang di luar karena hari ini Brenda sengaja membawa dua bekal untuknya dan Liora. "Yakin lo pacaran cuma seminggu?" "Iya beneran, soalnya waktu itu gue main truth or dare sama beberapa teman sekelas gue. Pas gue pilih dare, malah mereka menyuruh gue pacaran sama teman yang ada di permainan itu juga. Dan pacarannya disuruh seminggu." jelas Brenda. Liora tak habis pikir, temannya satu ini cantik, tinggi, langsing, putih, pintar, murah senyum, baik hati tapi kenapa tidak punya mantan yang benar-benar mantan. Entah Liora harus percaya atau tidak, tapi yang dikatakan Brenda itu nyata adanya. "Berarti lo pacaran kayak bukan orang pacaran dong?" "Hehehe... Memangnya orang pacaran bagaimana? Bukannya status doang ya yang berubah. Yang tadinya teman jadi pacar." cengir Brenda. Liora menepuk jidatnya, bagaimana mungkin di usia Brenda yang sudah menginjak usia dua puluh delapan tahun tapi dia tidak tahu apa itu pacaran. "Pacaran itu bukan hanya sekedar status, Bren. Tapi sebuah ikatan yang melibatkan dua pasangan untuk saling berkomitmen. Tempat saling berbagi suka dan duka. Dan pacaran yang indah itu adalah sebuah hubungan melebihi sahabat tapi bisa dijadikan sahabat. Pacaran juga sebuah hubungan yang dibutuhkan pengorbanan meski harus merelakan atau kehilangan. Tapi lebih tepatnya itu cinta sih." Liora menatap Brenda, semoga kata-katanya barusan tidak terlalu sulit untuk dicerna Brenda. "Lo mengerti kan apa yang gue bilang barusan?" Liora menatap Brenda serius. "Mungkin." Brenda mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kok jawaban lo ambigu begitu sih?" "Ya karena gue belum pernah pacaran selain karena permainan doang." Liora mendengus, benar juga apa yang dikatakan Brenda. Gadis itu belum pernah pacaran yang sesungguhnya. Jadi wajar, kalau Brenda menjawab demikian. "Oh iya Bren, lo suka sama dokter Ricky sudah berapa lama sih?" "Sekitar enam tahun." jawab Brenda enteng. "Buju buset, kuat lo selama itu suka sama satu orang? Dan yang lebih parahnya lagi lo suka sendirian." lagi-lagi Liora dikejutkan dengan jawaban Brenda. "Ya gue tidak tahu Ra, selama itu gue tidak bisa lihat laki-laki lain. Gue cuma bisa suka sama dokter Ricky. Ya intinya selama enam tahun perasaan gue buat dokter Ricky tidak berubah, masih tetap sama." itu yang bisa Brenda katakan pada Liora. "Astaga Brenda, terus kalau sampai nanti itu dokter tidak balas cinta lo juga bagaimana? Ya masa lo bakalan tetap bertahan sama rasa itu." Brenda berdiri, dia mengedikkan bahunya tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Liora. "Gue tidak tahu Ra, gue cuma nikmati sama apa yang gue rasakan." "Ya sudah deh, serah lo saja. Yang jelas gue cuma mau ngomong. Kalau lo sudah lelah cepat menyerah, tidak usah diteruskan. Nanti malah sakit di diri lo sendiri." usai mengatakan hal demikian, Liora langsung balik ke ruangannya. Brenda melihat saja Liora berlalu pergi, karena memang jam makan siang sudah hampir selesai. Gadis itu membereskan kotak makannya dan melanjutkan pekerjaannya merangkum data-data pasien di beberapa ruang rawat yang ditangani Marsel. Mengatur jadwal operasi Marsel dengan pasien dan masih banyak lagi yang Brenda kerjakan. "Huft, panas banget sih hari ini." Brenda mengambil beberapa helai tisue untuk mengelap peluh yang berjatuhan. "Suster Brenda.” "Iya, dok." Brenda mendongakkan kepalanya, dia menarik senyumnya lagi saat melihat siapa yang ada di depannya. "Kenapa?" dokter itu menaikkan sebelah alisnya. "Em... Maaf dok, saya pikir dokter Marsel." jawab Brenda jujur. "Memangnya kenapa kalau saya?" "Enggak, dok." Brenda menggeleng-gelengkan kepalanya.  "Saya dimintai tolong sama Marsel buat bilang ke kamu, ambilkan file pasien atas nama Danang di ruang mawar. Kami akan rapat dengan Presdir Liau." "Oh begitu, tunggu sebentar dok. Akan saya ambilkan sekarang." Brenda langsung berlalu masuk ke dalam ruangan Marsel. Ricky melihat ruangan kecil Brenda, rapi, wangi, bersih dan semua tertata pada tempatnya. Mata dokter satu itu melihat sebuah tempat bolpoin ukiran. Di tengah-tengah tempat bolpoin itu ada sebuah tanggalan bertulis 23-5-2013. Ricky tidak mengerti itu tanggal apa, tapi aneh dan yang pasti memiliki arti yang sangat berarti buat Brenda. Karena tidak mau ketahuan, Ricky langsung mengembalikan tempat bolpoin itu. "Ini dok file-nya." Ricky menghela napas, untung saja dia tidak telat menaruh tempat bolpoin tadi. "Ok, thank you." Ricky menerima file yang diminta Marsel. "Sama-sama, dok." Brenda melanjutkan pekerjaannya lagi. "Em Bren, saya boleh tanya?" Ricky balik kanan dan kembali menatap Brenda. "Tanya apa ya, dok?" "Kamu awal kerja di sini tanggal berapa?" Ricky berharap Brenda tidak mencurigainya. "Memangnya kenapa, dok?" Brenda menautkan kedua alisnya. "Kamu barengannya suster Nea sama Susi kan?" "Kalau tidak salah sih iya." Brenda mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kebetulan di tanggal kamu awal masuk itu adalah pengangkatan organisasi baru di rumah sakit ini. Dan kamu tahu kan kalau saya sebagai sekretaris satu di rumah sakit? Saya mau mengenang tanggal itu tapi saya lupa." susah payah Ricky mencari alasan, meski dia memang lupa tanggal berapa dia diangkat jadi bagian organisasi baru. "Oh... Tanggal 18 Februari 2013, dok." Brenda pasti mengingat tanggal-tanggal penting di hidupnya. "Yakin tidak salah?" "Yakin dok, karena saya selalu menuliskan tanggal penting di hidup saya termasuk pertama kali saya masuk kerja di rumah sakit ini." "Ok, ya sudah. Terima kasih." Ricky langsung pergi meninggalkan Brenda. "Berarti yang tadi di tempat bolpoin bukan awal dia masuk sini dong. Dia juga bilang selalu menuliskan tanggal penting buat dia. Itu kan tanggal tidak jauh dari dia masuk kerja. Apaan ya?" Batin Ricky penasaran. Ricky masih memikirkan ada apa di tanggal yang diukir Brenda di tempat bolpoinnya. Brenda mengerjakan semua pekerjaannya dengan cepat. Dia juga memiliki tugas lebih, karena Marsel sedang rapat dengan dokter bedah dan dokter mata lainnya bersama Presdir Liau untuk membahas operasi donor mata pada salah satu pasien di rumah sakit Xim Medika. "Hah, nanti sore harus cari baju buat dipakai ke pernikahannya Liora sama perayaan ulang tahun rumah sakit." desah Brenda, hari yang sangat melelahkan baginya. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN