Sejak pagi Kaniya sudah sibuk menyiapkan diri serapi mungkin untuk pergi ke tempat kerja. Gadis itu jelas sekali terlihat gembira dengan tiap senandung lagu yang keluar dari bibir merona segarnya. Senyuman manis pun juga tidak luntur dari bibir Kaniya dan Kalio sedari tadi melihat semua itu dalam diam. Kalio ikut senang atas keberhasilan Kaniya dalam mendapatkan pekerjaannya.
Namun di sisi lain dirinya juga sedikit merasa tidak tenang atas pencapaian Kaniya tersebut. Dalam hati Kalio masih merasa ganjal dengan pencapaian Kaniya tersebut tapi dirinya tidak bisa mengerti apa yang salah. Karena itu, Kalio memutuskan untuk memantau perkembangannya nanti.
“Kau sudah siap? Ayo kita berangkat!” seru Kaniya dengan penuh semangat. Kalio mau tidak mau hanya bisa tersenyum pasrah melihat bagaimana senangnya gadis itu saat ini. Kalio tidak ingin merusak kebahagiaan Kaniya di pagi hari yang cerah ini.
Pria itu bangkit dari duduknya dan melangkah bersama Kaniya menuju pintu keluar. Dengan tujuan yang berbeda, kakak beradik itu melangkah bersama dengan akur dan penuh senyuman, khususnya untuk Kaniya.
Beberapa waktu kemudian Kaniya kini sudah berdiri di depan Barons. Pria itu melempar senyum simpul pada Kaniya yang terlihat penuh semangat seja mereka bertemu tadi. Jelas sekali bahwa gadis itu sangat menginginkan pekerjaan ini, membuat Barons merasa puas telah membantu menuntun Kaniya untuk datang ke perusahaan ini, sekaligus merasa bersalah karena telah membuat gadis itu mengalami hal berat dengan menghalangi jalan rejeki Kaniya yang tengah mencari pekerjaan di tempat lain selama ini.
“Selamat atas penerimaanmu di perusahaan ini, Nona Kaniya. Aku harap kau bisa memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini.” Kaniya semakin tersenyum lebar mendengar ucapannya, dan mengangguk kecil dengan penuh percaya diri. “Tapi semua itu tidak sepenuhnya berhasil.” lanjut Barons yang seketika membuat Kaniya merasa bingung.
“Huh?”
“Kau tahu bagaimana jalannya tes kemaren bukan? Seperti yang kau lihat, respon Tuan Daniel kemaren tidak begitu baik. Namun Tuan Daniel mau memberikan kesempatan kepadamu untuk kau menunjukkan kemampuan sepenuhnya dalam perusahaan ini. Untuk waktu yang ditentukan, kau akan bekerja di bawah pengawasan Tuan Daniel langsung. Kau harus memberikan pelayanan sendiri untuk kebutuhan Tuan Daniel, terutama tanggung jawab untuk membuatkan kopi yang Tuan Daniel inginkan. Apa kau mengerti?”
“Ung, ya, saya mengerti, Tuan Barons,” jawab Kaniya walau dengan pikiran tidak yakin. Kaniya merasa membuatkan kopi sesuai keinginan Daniel adalah pekerjaan yang sangat sulit baginya, mengingat Kaniya belum juga mengerti keinginan pria itu sedari kemaren, sementara Kaniya sudah merasa yakin bahwa dirinya telah membuat kopi sesuai yang diajarkan kepadanya. Meski begitu dirinya akan tetap menuruti keinginan atasan mereka karena Kaniya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini.
“Baguslah, kalau begitu sekarang ikut aku. Biar kuperkenalkan pada karyawan yang lain. Mereka akan membantu menjagamu di perusahaan ini,” ucap Barons yang kemudian menuntun Kaniya ke tempat lain untuk diperkenalkan. Sepanjang mata memandang, Kaniya sering kali menundukkan pandangan mata atau pun kepala, menghindari tatapan mata orang yang langsung tertuju padanya ketika dirinya melangkah melewati mereka.
Entah semua itu karena rasa penasaran mereka akan karyawan baru, atau kah kekaguman mereka pada kecantikan wajah Kaniya. Yang jelas Kaniya tidak suka menjadi pusat perhatian, terlebih ketika dirinya bisa mendengar suara bisik-bisik lirih di antara mereka yang sibuk membicarakan tentangnya. Kaniya berpura-pura tidak perduli dan tetap mengikuti langkah kaki Barons yang berjalan di depannya.
Tiba di satu ruangan Barons mengetuk pintu terlebih dulu sebelum membukanya. Terlihat sebuah ruang dengan beberapa loker yang tersimpan di sana. Seorang wanita datang menyambut kedatangan Barons.
“Tuan Barons,” sapanya dengan senyum ramah.
“Elly, aku membawa staff baru di sini. Dia Kaniya,” ucap Barons sembari memperkenalkan Kaniya. Gadis itu langsung melempar senyum cerah ke arah wanita yang bernama Elly tersebut.
“Salam kenal, saya Kaniya.” Wanita itu balas tersenyum pada Kaniya.
“Mulai hari ini dia akan dalam penjagaanmu. Kau bisa mengajarkan dia banyak hal, Elly,” imbuh Barons. Lalu dia menoleh ke arah Kaniya. “Kalau begitu aku akan pergi sekarang.”
“Ah, terima kasih banyak, Tuan Barons,” ucap Kaniya dengan sepenuh hati. Barons melempar senyum kecil sebelum pria itu melangkah pergi meninggalkan Kaniya bersama Elly.
“Jadi namamu, Kaniya?” Kaniya kembali menoleh ke arah wanita itu. “Ada hubungan apa kau dengan Tuan Barons?”
“Ha?” Seketika Kaniya bingung dengan pertanyaan tersebut.
“Tuan Barons tidak biasanya mengurus karyawan baru, apalagi bagian OB seperti kita. Jelas dia punya banyak pekerjaan yang lebih penting dari pada mengurus OB.”
“Tapi saya tidak mengenal Tuan Barons,” jawab Kaniya dengan hati-hati. Ternyata memang pemikiran Kaniya selama ini sama dengan apa yang dipikirkan oleh wanita itu. Tentu saja Sekertaris penting seperti Tuan Barons akan banyak pekerjaan penting yang perlu diurusnya, dibanding mengurus karyawan lain. Kaniya cukup heran mengapa Tuan Baron dan Tuan Daniel sendiri yang justru mengurus lamaran kerjanya? Tidakkah harusnya ada staff lain yang bertugas untuk itu?
“Ya sudahlah. Sekarang lebih baik kau bersiap-siap memulai hari kerja. Sana, ganti bajumu dengan seragam baru, setelah itu aku akan tunjukkan semua pekerjaanmu.”
“Baik, terima kasih.” Dan begitulah akhirnya Kaniya memulai hari pertamanya kerja di perusahaan itu. Hari-hari Kaniya lalui dengan penuh semangat dan pantang menyerah. Beruntung teman-teman kerjanya juga memiliki hati yang baik dan ramah. Mereka membantu Kaniya dengan baik.
Di sisi lain, berada di gang sempit dan sepi tergeletak beberapa tubuh dengan luka di beberapa bagian tubuhnya, terutama wajah.
“Ugh hah ..” rintih mereka karena sakit pada tubuhnya. Sementara seorang pria dengan tenang baru saja mengambil tas ransel sekolahnya. Pria itu membersihkan debu yang menempel di sana sebelum dia bersiap hendak pergi meninggalkan tempat itu tanpa kata.
“Agh sialan kau Kalio! Aku pasti akan membalas semua ini, lihat saja nanti!” seru salah satu dari mereka. Pria yang bernama Kalio itu akhirnya menoleh ke arah mereka. Memperhatikan satu per satu kondisi kelima pria di sana yang telah berusaha menyakitinya, tapi mereka sendiri yang akhirnya kalah menghadapinya. Pandangan mata Kalio berakhir pada pria yang baru saja menyumpahinya tadi.
“Aku yakin gadis itu sudah mengatakan hal yang sebenarnya padamu. Aku tidak pernah merayunya atau pun mencoba merebutnya darimu. Dia sendiri yang datang mendekatiku. Tidak bisakah kau menerima kenyataan itu?” balas Kalio dengan pedas. Kalio sudah merasa kesal menghadapi pria macam dia yang mencoba menyalahkan Kalio atas ketidakberdayaan mereka menjaga mata kekasihnya sendiri.
Bukan salah Kalio jika para gadis itu menyukainya. Kalio tidak pernah mencoba merayu mereka. Para gadis itu yang datang mendekatinya sendiri hingga membuat Kalio terganggu. Kini mereka berusaha mencelakai Kalio hanya karena alasan itu, tentu saja Kalio tidak bisa tinggal diam lagi.
Beruntung Kalio cukup pintar bela diri karena dirinya telah mempelajari bela diri sejak dirinya tahu bahwa Kaniya sering kali terperangkap dalam bahaya. Kalio mempelajari bela diri untuk melindungi Kaniya. Tidak pernah disangkanya ilmu bela diri itu akan digunakannya untuk melindungi diri seperti ini.
“Jangan sombong kau, Dasar laki-laki cantik! Wajahmu itu hanya terlihat seperti perempuan! Menjijikkan! Kau tidak ada bandingannya denganku, sialan!”
Dan kini mereka menyalahkan wajahku. Ck tidak berguna, batin Kalio menatap malas ke arah pria itu. Tidak ingin membalas mereka lagi, Kalio memilih untuk benar-benar pergi meninggalkan tempat itu, yang semakin membuat pria di sana semakin kesal.
“Tunggu! Sialan, ke mana kau akan pergi?! Aku belum selesai denganmu, Kalio! Awas kau! Aku akan membalasmu, tunggu saja!” teriaknya yang terdengar bagai gonggongan anjing di telinga Kalio. Pria itu lebih fokus membersihkan baju seragamnya yang kotor karena perkelahian tadi. Kalio mendecakkan lidah kembali melihat beberapa kotoran menempel di sana dan sulit dibersihkan. Kalio tidak ingin menimbulkan kecurigaan di mata Kaniya nanti karena baju seragamnya yang kotor.
“Aku harus cepat pulang dan mencucinya sebelum dia pulang dan melihat ini,” gumam Kalio pada diri sendiri.