Tanyakan Pada Suamimu

1101 Kata
"Ada apa, Beb?" tanya Nia saat melihatku menjadi emosi sambil mengepalkan jemariku di atas meja. Jika tidak mengingat ini tempat umum, pasti akan kumaki-maki mereka berdua. "Kamu lihat yang di sudut sana, siapa mereka," titahku pada Nia dengan menggerakkan dagu ke depan. Nia patuh dan segera melihat ke arah yang ku maksud. Dia tak kalah kagetnya dari diriku tadi. Nia mengambil tanganku dan menenangkanku. "Aku baik-baik aja kok," ucapku, jelas sekali berbohong. "Coba sekarang kamu telpon suamimu itu, tanya dia ada dimana. Cepat." saran Nia tak sabar padaku. Mungkin ada benarnya juga. Aku bisa menguji kejujuran Mas Heru saat ini. Lalu, kuambil handphone dari tas jinjingku. Saat kubuka layar ponsel itu, sudah banyak sekali panggilan dari Mas Heru dan Mami. Ada apa ini? Kenapa mereka serempak menghubungiku? Apa ini termasuk dalam rencana mereka untuk mengelabuiku? Pikirianku sudah dipenuhi dengan prasangka-prasangka negatif. Kucari nama My Husband dalam daftar kontakku, lalu kupencet tulisan memanggil. Sambil kedua bola mataku tak henti-hentinya memandang ke arah sudut ruangan Restoran itu. "Hallo, Sayang!" sapa Mas Heru lembut seperti biasa. "Hallo, Mas. Kamu dimana? Makan siang di luar yuk, aku bosan nih." ucapku tanpa babibubebo lagi. "Sayang, aku udah di luar nih makan sama Mami. Tadi kami telponin kamu kok ga diangkat-angkat sih ? Apa ketiduran sambil baca n****+ lagi?" tanya-nya yang tau aku memang sering sekali tertidur saat sedang asyik membaca n****+. "Oh, i-iya." jawabku bohong lagi. "Ya udah, kamu dimana sekarang? Mau langsung ke sini aja atau gimana? Ini makanan kita juga baru nyampe kok." ucapnya tanpa ada rasa bersalah. "Nggak usah deh, kalian lanjut aja. Aku makan sama Nia aja! Bye..." Jawabku lalu menutup panggilan telpon itu. Aku melihat Mami kembali mengelus tangan Mas Heru di atas meja. Cih, mertua apa yang menggoda-goda menantunya di tempat umum seperti ini? Dan, Mas Heru hanya diam saja? Kenapa sepertinya Mas Heru menikmati sekali sentuhan-sentuhan dari Mami? "Gimana?" tanya Nia padaku. "Mas Heru ngaku kok, dia lagi di sini sama Mami. Malah tadi mereka memang menelponku, tapi tidak terangkat. Mas Heru malah menyuruhku menyusul," jawabku ketus, bukan pada Nia. Tapi karena masih kesal melihat Mami dan Mas Heru yang semakin intim di pojok sana. "Jadi gimana, Beb? Apa kita ganti tempat makan aja?" tanya Nia padaku lagi. "Yuk, aku udah ga nafsu makan di sini," ketusku. Tapi belum sempat kami berjalan, sebuah ide tiba-tiba muncul di benakku. "Beb, gimana kalau kita gabung sama mereka? Aku mau lihat, gimana reaksi mereka saat kita gabung. Trus, aku akan berusaha bersikap sangat manis pada Mas Heru. Kita akan lihat, apa mereka akan merasa canggung atau tidak," ucapku pada Nia. "Boleh juga tuh dicoba, jadi kita kesana nih?" tanya Nia meyakinkanku lagi, dan langsung kujawab dengan anggukan sempurna. Kami berjalan ke meja tempat Mami dan Mas Heru sedang makan sambil suap-suapan. Persis seperti orang yang sedang berkencan. Jika diperhatikan, wajah Mami dan wajahku memang tak jauh berbeda. Meski sudah berusia empat puluhan, Mami masih cantik dan awet muda. Selain karena perawatan, Mami juga pernah melakukan beberapa operasi plastik pada bagian-bagian tertentu pada wajahnya. "Ehem... Mesra banget mertua dan mantu, makan suap-suapan?" tanyaku diiringi deheman yang sengaja kuperjelas nadanya. "My Sweety..." sapa Mami merentangkan tangan dan berdiri, bersiap ingin memelukku. Tapi terhenti saat aku memberikan isyarat stop menggunakan telapak tanganku. "Sa-Sayang... Tadi katanya nggak mau ke sini?" Mas Heru terlihat sangat gugup dan berdiri dari kursinya. Memberikanku sebuah pelukan hangat. Tampak Mami membuang muka kesalnya melihat Mas Heru memeluk dan menciumku. 'Harusnya aku yang kesal, kenapa malah Mami yang terlihat seperti istri terdzholimi?' ucapku dalam hati, melihat tingkah Mami yang tidak pada tempatnya. "Oh, itu.. aku tiba-tiba berubah pikiran. Kebetulan aku dan Nia lewat dekat-dekat sini, jadi kami mampir," jawabku dengan senyuman mengambang. "Hai, Mas... Hallo, Tante..." sapa Nia satu persatu pada Mas Heru dan Mami. "Hallo, girl. You so beuatifull." puji Mami pada Nia. Membuat yang dipuji merasa ingin terbang ke langit, tapi sayang ada genteng restoran ini. Pasti nggak nyampelah ke langit. "Thank's so much, Madam. Ur so beautifull too," jawab Nia yang memang pandai menyenangkan mak lampir ini. "Ayo-ayo.. silahkan duduk, aku pesanin kalian makan ya," ucap Mas Heru menawarkan. "Nggak usah, Mas. Sepertinya pesanan kami sudah datang lebih cepat!" jawabku saat melihat seorang pramusaji datang ke meja yang tadi kami duduki. Membawa beberapa piring makanan di tangannya. Aku menepukkan kedua tanganku, membuat pramusaji yang kebingungan karena meja itu kosong segera melihat dan tersenyum lega. Dua orang pramusaji berjalan ke arah kami. "Mba, kami makan di meja ini aja. Kebetulan saya bertemu dengan suami saya di sini. Jadi kami memutukan untuk makan satu meja," ucapku pada salah seorang pramusaji. "Baik, Nyonya. Kami akan menghidangkan semuanya di sini kalau begitu," balasnya sopan dan ramah. "Terima kasih." sahutku, lalu duduk di samping mas Heru. Nia duduk di samping Mami. Nia sangat pandai memainkan situasi. Dia berusaha keras membuat Mami bosan dan tak banyak mengangguku berbicara dengan Mas Heru. Bahkan setiap kali Mami ingin mengatakan sesuatu pada Mas Heru, Nia lebih dulu menanyakan hal lain pada Mami. Dengan wajah kesal, akhirnya Mami makan dengan menusuk-nusuk garpu pada steak-nya. Dia hanya memutar-mutar spagheti di piringnya satu lagi. "Mami, kenapa nggak dimakan? Sayang banget lo, itu makanannya masih banyak," tegurku, saat melihat Mami yang bersiap menutup makan siangnya dengan menelungkupkan sendok dan garpu. "Its Oke, Sweety. Mami kenyang," jawabnya dengan enggan. "Oh iya, Mas. Kamu tadi pagi meeting dimana?" tanyaku dengan mengalihkan pandangan pada Mas Heru. "Oo... I-itu, di apartemen klien. Tiba-tiba dia sakit perut dan nggak bisa datang ke tempat yang udah di jadwalkan. Jadi, Mas datangi saja apartemennya. Kenapa, Sayang?" "Nggak apa-apa sih, cuma aku tadi liat, kok kayaknya meja dan background di foto itu mirip sama yang di apartemen Mami?" "Ah, masa sih, Sayang? Perasaan kamu aja kali," "Tapi aku liat juga foto di IG Mami, sama kok." "Honey, apartemen Mami itu kan belum di renov sejak kalian belikan. Mungkin saja masih sama dengan isi apartemen lainnya," Mami membantu Mas Heru mencari alasan. "Nah, benar juga tuh, Sayang." "Oo... Gitu ya. Jadi, kenapa kalian bisa makan siang bareng di sini?" "Tadi, kami ketemu di jalan..." "Heru ngajakin Mami..." Mas Heru dan Mami serempak saling menjawab, namun sayangnya jawaban mereka tidak sama. "Ehem, jadi mana nih yang jujur dan mana yang bohong? Atau jangan-jangan keduanya bohong ya?" tanya Nia dengan wajah datar dan masih sibuk dengan ponselnya. Aku memandang Mami dan Mas Heru bergantian. Tapi Mami malah dengan sengaja tersenyum genit pada Mas Heru dan mengambil tas jinjingnya. Berdiri dari duduknya untuk bersiap pergi. "Tanya aja ya, Sayang, sama suamimu yang perkasa itu," ucap Mami dan berjalan melawati Nia, kemudian saat melewati Mas Heru, dia masih menyempatkan jari jahilnya itu membelai wajah suamiku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN