7. Seharusnya

2475 Kata
"Seharusnya kita saling meyakinkan, bukan menimbulkan keraguan. Saling menguatkan, bukan melemahkan." ---- "Cha..." Panggil Azzam kepada wanita yang kini tengah duduk di sampingnya. Mereka berdua sedang berada di rumah Azzam saat ini. "Iya, bee?" "Kamu hutang penjelasan denganku," ucap Azzam tiba-tiba. Alissa menaikkan salah satu alisnya. "Penjelasan tentang apa?" Azzam mendesah pelan. "Jangan pura-pura lupa. Kamu 'kan udah janji mau kasih tahu aku alasan kenapa dari dulu panggil aku dengan sebutan 'Bee' bukan nama lain?" Alissa mengembuskan napas pelan. "Astaga, aku pikir apa. Memangnya sepenting itu?" Azzam mengangguk berkali-kali. "Jelas penting! Ku pikir aku bukan lebah apalagi serangga. Tapi kenapa dari dulu dipanggil dengan sebutan seperti itu? Aku benar-benar penasaran." Alissa tergelak mendengar ucapan Azzam "Ya ampun, 'Bee' yang aku maksud memang bukan lebah. Katanya kamu pinter, masa yang beginian aja nggak paham sih!" balas Alissa seraya tersenyum lebar. "Aku emang beneran nggak paham. Jadi sekarang cepat jelaskan, Cha." Azzam benar-benar tidak sabaran sekarang. "Bee itu artinya kesayangan. Kamu kan sshabat kesayangan aku, Bee," ucap Alissa Azzam menautkan kedua alisnya, dari raut wajahnya terlihat ia tidak puas dengan penjelasan singkat yang di berikan Alissa. "Jadi artinya cuma itu? Alissa mengangguk. "Iya, cuma itu." Azzam berdecak. "Kalau emang sayang, kenapa nggak panggil aku 'sayang' aja sekalian? Kan lebih enak dengernya. Misalnya ayang Azzam atau sayangku." Alissa lagi-lagi tertawa. "Ish! Aku jijik dengernya. Lagi pula kalau aku panggil kamu sayang, nanti cewek-cewek yang ngFans sama kamu pada kabur." "Kamu nggak panggil sayang aja, mereka nggak berani deketin aku, Cha," balas Azzam dengan raut wajah yang sengaja di buat sedih. Alissa menyipitkan kedua matanya ke arah Azzam. "Kamu ngomong nggak nyadar diri, Bee. Jangan lupa, semua cowok yang mau dekatin aku juga pada kabur gara-gara kamu labrak semua. Lebih jahat kamu!" protes Alissa Mendengar ucapan Alissa, bukannya menyesal Azzam malah tertawa. "Kalau mau jadi pacar kamu, harus aku seleksi dulu. Aku nggak mau ya, kalau salah satu dari mereka nanti di kemudian hari nyakitin hati kamu!" Kalau di tanya alasan kenapa Alissa jomblo, bukan karena Alissa saja yang menolak tapi lebih banyak karena tidak ada satu pria pun yang lolos seleksi dari Azzam. Hampir semuanya di mata Azzam cacat. Entah sebenarnya Azzam memang menerapkan standar yang tinggi atau itu memang kesengajaan yang ia lakukan untuk melindungi sahabatnya dari pria-pria nakal. Alissa mendengkus kesal. "Itu sih sama aja sampai tua aku bakal jomblo, Bee. Percuma aja aku cantik kalau nggak ada yang mau!" Melihat Alissa yang kesal, Azzam menatap sahabatnya lekat-lekat lalu merangkulnya dengan erat. "Tenang aja, kalau nggak ada yang mau sama kamu, masih ada aku. Nanti aku yang jadi pasangan kamu." balas Azzam seraya mengerlingkan matanya dengan jenaka. "Dasar gombal!" Alissa tanpa terasa tersenyum ketika memori beberapa tahun yang lalu kembali berputar di otaknya. Ada perasaan senang ada pula perasaan getir menyergapnya. Senang, karena dulu Azzam begitu protektif menjaganya. Merasa getir, ketika menyangsikan apa yang pria itu dulu ucapkan. Benarkah, Bee. Jika suatu saat nanti nggak ada seorang pun yang mau menjadi kekasihku maka kamu siap menjadi pasanganku? Alissa nenertawakan pikiran batinnya sendiri. Terlalu naif selama ini berharap Azzam datang lalu menjadikannya kekasih seperti impiannya dulu-dulu. Padahal ia sadar kalau Azzam hanya menganggapnya seorang sahabat, tidak lebih. Seharusnya dari dulu aku nggak boleh suka sama kamu, Bee. Kita cuma teman. Nggak lebih. Harusnya aku nggak melibatkan hati dalam persahabatan kita. Ini salahku. Bukan salahmu kalau aku menyukaimu. "Cha!" panggilan seseorang tiba-tiba menarik Alissa untuk tersadar dari lamunannya. "Apaan sih, Kak!" protes Alissa kepada Ezhar yang mengagetkannya. "Itu pacar kamu udah jemput di depan," sahut Ezhar kemudian berlalu begitu saja. "Ish dasar!" protes Alissa. Mendengar apa yang diucapkan kakaknya, cepat-cepat Alissa meraih tas yang sebelumnya ia taruh di meja lalu bergegas keluar menghampiri pria yang sudah menjemputnya. Di luar, sudah ada seseorang menyambutnya dengan senyum. Lalu mempersilahkan untuk segera masuk ke dalam mobil. Ini kali pertama Ashraf mengajak Alissa untuk pergi makan malam bersama. Awalnya wanita itu sempat menolak, tapi lagi-lagi berkat bantuan Nisa mau tidak mau Alissa tidak bisa menolak ajakan Ashraf. "Cha, udah terima aja ajakan Ashraf untuk makan malam. Kamu mau sampai kapan nutup hati terus? Kasih kesempatan untuk orang lain singgah di hati kamu." "Tapi Nis---" "Nggak ada tapi-tapi," potong Nisa. "Sekarang cepat balas chat dari Ashraf. Bilang kamu setuju untuk pergi makan malam sama dia!" perintah Nisa seakan tidak ingin di bantah. Ia tahu Alissa pasti akan mencari seribu alasan untuk menolak ajakan Ashraf. Tapi Nisa tidak akan membiarkan itu. Entah kenapa, feeling Nisa mengatakan Ashraf pria yang tepat untuk mendampingi sahabatnya. Itu sebabnya, ia mati-matian akan terus mencoba mendekatkan kedua orang tersebut. Alissa tertegun mengingat ucapan Nisa. Sahabatnya yang satu ini memang benar. Dari dulu Alissa terlampau menutup diri sampai-sampai tidak membuka hatinya untuk seorang pun selain Azzam. Ketika Azzam pergi, ia malah semakin mengunci rapat-rapat hatinya. Dengan sedikit terpaksa Alissa menuruti perintah Nisa. "Sorry kalau kamu lama nunggunya." Asraf membuka percakapan seraya tetap fokus dengan mobil yang ia kemudikan. Alissa tersenyum. "Nggak kok, biasa aja. Lagian kan kita nggak buru-buru juga." Ashraf tersenyum lalu kembali melempar topik pembicaraan. Pikirnya, ia mulai pintar sekarang mencairkan suasana. Padahal sebelum ini ia terkenal sebagai pria introvert yang dingin dan juga pendiam. Tapi demi Alissa ia rela menurunkan egonya agar wanita di sampingnya ini bisa merasa nyaman. Buktinya, wanita itu sekarang hanyut dalam perbincangan ringan hingga tanpa sadar mobil mereka telah terparkir dengan sempurna di pelataran restoran. Ashraf turun, lalu dengan segera mengulurkan tangannya setelah membantu Alissa membukakan pintu mobil. "Thank you gentleman," ucap Alissa. Ashraf melempar senyum lalu mereka berjalan bersisian masuk ke dalam restoran. Di dalam sana, sudah ada meja yang sengaja Ashraf reservasi khusus untuk mereka berdua. Posisi meja tepat menghadap pemandangan kota Jakarta pada malam hari. "Makasih ya, Cha." Ashraf membuka percakapan saat keduanya sudah duduk. Alissa menaikkan salah satu alisnya. "Makasih buat apa, Ash?" tanyanya bingung. "Makasih udah mau di ajak pergi makan malam." Ashraf melemparkan senyum kepada Alissa. Sesaat Alissa terbuai dengan senyuman yang Ashraf berikan padanya. Coba buka hatimu, Cha. Berikan kesempatan untuk pria lain masuk. Jangan karena Azzam, kamu menutup dan mengunci rapat-rapat hatimu. Tiba-tiba, ucapan Nisa kembali terngiang-iang di pikiran Alissa. Wanita itu langsung membalas senyuman Ashraf. "Kirain apa. Kan cuman makan malam, jadi nggak perlu terima kasih. Kalau aku bisa, Insya Allah aku temanin." Ashraf terkesiap mendengar jawaban Alissa. "Berarti lain waktu nggak masalah kalau aku ajak kamu keluar lagi?" Alissa kembali tersenyum. "Dasar ngelunjak." cibir Alissa dengan nada bercanda. Sedangkan Ashraf kemudian tertawa mendengar jawaban yang di lontarkan lawan bicaranya. Cukup lama mereka menikmati hidangan makan malam kali ini. Sesekali terdengar tawa menyertai obrolan mereka. "Aku ngajak kamu jalan gini, nggak ada yang marah kan?" tanya Ashraf tiba-tiba. Alissa mengalihkan pandangan. Meraih gelas minuman di hadapannya lalu berucap. "Tenang, bodyguard aku udah jinak kok." lalu wanita itu meneguk minuman yang ia pegang hingga tandas. Ashraf terkekeh mendengar ucapan Alissa. Lalu pria itu memajukan tubuhnya. "Jadi kamu udah punya bodyguard?" tanya Ashraf seraya menaikkan salah satu alisnya. Alissa mengangguk. "Punya. Itu yang bukain kamu pintu waktu jemput aku tadi." Lagi-lagi Ashraf tertawa mendengar jawban Alissa. Ia tahu pasti kalau yang membukakan pintu tadi adalah Kakak lelaki Alissa, Ezhar Maliq. Ashraf bisa tahu, karena pria itu sebelum masuk memanggilkan Alissa, ia memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Artinya kalau mau ngajak kamu keluar harus ijin dia dulu?" tanya Ashraf memastikan. "Nggak perlu, cuma kalau kamu macam-macam sama aku, dia orang pertama yang akan bunuh kamu." Mereka berdua kembali hanyut dalam tawa dan perbincangan hingga proses makan malam tanpa terasa selesai begitu saja. Sekeluarnya dari restoran, Ashraf langsung berniat untuk mengantar Alissa langsung pulang ke rumah. Namun ditengah jalan, ia baru teringat sesuatu yang harus ia kerjakan. "Cha, kita singgah ke rumah sakit sebentar nggak apa-apa?" tanya Ashraf sembari tetap fokus dengan jalanan yang ada di hadapannya. "Kenapa? Ada barang yang mau diambil? Atau ada yang ketinggalan?" tanya Alissa. Azzam mengangguk. "Aku lupa bawa obat dan vitamin untuk Umi Fatima. Dokter Robbi yang titip buat di kasihkan. Kamu keberatan nggak kalau kita ambil terus antar dulu ke rumah Azzam?" Alissa terdiam sejenak, ia tidak langsung menjawab pertanyaan Ashraf. Pikirannya sibuk menimbang apakah harus menyetujui atau menolak ajakan Ashraf. "Ya udah kita antar dulu aja. Siapa tahu Umi Fatima butuh obatnya." Setelah mendengar ucapan Alissa, cepat-cepat Ashraf mengarahkan mobil yang ia kemudikan menuju rumah sakit lalu setelahnya segera pergi ke rumah Azzam. Sampai disana, ragu-ragu Alissa turun dari mobil. Ia hanya tidak yakin dengan perasaannya bila kembali lagi bertemu dengan Azzam. Mulutnya berkata sanggup, tapi hati dan matanya kadang berkhianat. "Cha..." tegur Ashraf. "Kenapa bengong? Kamu mau ikut masuk atau mau di mobil aja?" tanyanya kemudian. "Hmmm...aku ikut kamu masuk aja." Kemudian Alissa mengekori langkah Ashraf untuk masuk ke dalam rumah Azzam. Saat Ashraf menekan tombol bel, tidak berapa lama muncul asisten rumah tangga yang membukakan pintu dan mempersilahkan untuk masuk. Di dalam rumah, Umi Fatima terlihat sedang sibuk membaca buku di ruang keluarga. Menyadari ada dua orang tamu yang sangat ia kenal, Fatima bergegas untuk berdiri dan langsung menghampiri. "Ashraf...Alissa..." sapa Fatima. Ashraf dan Alissa kompak langsung mendekat dan menyalami Fatima. "Kalian dari mana? Sudah makan? Umi lagi masak nasi briyani hari ini." Ashraf menggeleng pelan. "Nggak usah Umi, kami berdua sudah makan kok. Jadi Umi nggak perlu repot-repot. Ashraf cuma mau antarin obat sama vitamin punya Umi," sahut Ashraf panjang lebar. Di tengah perbincangan, pria yang paling Alissa hindari akhirnya turun dari lantai dua rumahnya. Cepat-cepat ia melangkahkan kaki mendekati posisi Alissa. "Cha, apa kabar?" sapa Azzam. Alissa mengangguk, "Alhamdulilah baik, Bee." "Oh iya, aku boleh ngobrol sebentar? Sebentar aja." Alissa kembali terdiam, perasaan bingung sedang menghinggapinya. Apa ia harus menerima ajakan Azzam untuk ngobrol sebentar? Belum lagi sempat Alissa menjawab, Ashraf mengambil alih pembicaraan. "Kalau mau ngobrol sebentar, pergi aja dulu Cha. Siapa tahu ada hal penting yang mau Azzam omongin." Nggak, Ash. Kamu nggak tahu apa-apa di sini. Kamu nggak tahu kalau aku sangat menghindari Azzam. "Ayo, Cha. Sebentar aja kok. Ini penting banget," rengek Azzam. Sedangkan Alissa kembali menatap ke arah Ashraf. Ia bahkan berharap pria bermata coklat itu melarangnya itu pergi bersama Azzam. "Kamu ngobrol dulu aja sama Azzam, sementara itu aku juga mau ke ruang kerja Abi Khalid. Ada yang mau aku tanyakan perihal rumah sakit." Alissa mendesah pelan setelah mendengar ucapan Ashraf. Mau tidak mau ia menerima ajakan Azzam untuk berbicara sebentar. Maka Azzam membawa Alissa untuk pergi ke taman yang ada didekat kolam renang rumahnya. Mereka berdua lantas duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. "Cha, kamu marah sama aku?" tanya Azzam. Terdiam dalam kebingungan, Alissa sengaja mengalihkan pandangan matanya dari Azzam. Entah angin apa yang membuat pria itu bertanya demikian. Alissa menatap dalam wajah Azzam . "Marah kenapa, Bee?" lirih Alissa pelan. "Dua kali ketemu, kamu seperti menghindar. Kalau aku memang punya salah, tolong maafin. Aku benar-benar nggak tahu salah aku di mana kalau kamu cuma diam dan menghindar." Ketika mendengar ucapan Azzam, raut wajah Alissa berubah panik. Rasa bersalah sesaat hinggap dibenaknya. Sesekali ia merasa kalau dia-lah yang berlebihan menghindari Azzam. Padahal pria itu selama ini benar-benar tidak paham di mana letak kesalahannya. "Aku nggak menghindari kamu, Bee." Alissa akhirnya buka suara membalas ucapan Azzam. "Benarkah?" selidik Azzam. Alissa mengangguk. "Maaf kalau sikap aku bikin kamu bingung dan jadi nggak nyaman---" "Aku yang minta maaf, Cha. Aku benar-benar minta maaf sama kamu. Bisakah kita berteman lagi seperti dulu?" Alissa menatap dalam wajah Azzam, ada ketulusan serta rasa bersalah tergambar di mata pria itu. Sekarang ia yang harus memantapkan hatinya. Apakah ia mampu menerima Azzam kembali menjadi sahabatnya? Cha, berdamailah dengan hatimu. Lupakan Azzam. Kalaupun suatu saat dia kembali, Ya sudah. Anggap saja dia sebatas teman. Kamu nggak perlu menggantungkan hatimu pada pria yang nggak sama sekali mencitaimu. Alissa kembali teringat ucapan Nisa. Dalam diam ia menimbang pertanyaan Azzam. Mencoba bersikap sebagaimana mestinya. "Kita akan selalu berteman sampai kapanpun, Bee." Alissa melempar senyum ke arah Azzam. "Asal kamu tahu, sepuluh tahun berpisah, selama itu juga aku coba mencari kamu, Cha. Kamu bisa tanya Umi gimana pusingnya aku cari kamu dulu." "Kamu ngapain cari aku, Bee? Aku kan nggak punya hutang sama kamu." Alissa mencoba bersikap sebiasa mungkin kepada Azzam. Padahal siapa yang tahu kalau hatinya terasa di remas-remas saat ini. Azzam terkekeh mendengar ucapan Alissa. "Sekali lagi please, kalau aku salah jangan menghilang kaya dulu." Alissa mengangguk lalu tak berapa lama Ashraf dan Fatima datang menghampiri mereka berdua di taman. "Udah selesai ngobrolnya? Udah malam, aku harus kembalikan anak gadis orang tepat waktu," ucap Ashraf. Azzam tersenyum lalu mengangguk. "Udah selesai, Ash. Sekarang kamu bisa membawanya pulang." Lalu Alissa bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Fatima. "Alissa pamit pulang dulu, Umi." "Lain kali kalau Umi kangen, boleh Umi suruh Azzam jemput Icha?" Alissa terdiam sesaat namun tak berapa lama ia mengangguk. "Insya Allah kalau Icha bisa, icha pasti mau." Fatima kemudian memeluk tubuh Alissa sebelum wanita itu benar-benar pamit pergi dari hadapannya. "Oh iya, Umi sampai lupa." ucap Fatima tiba-tiba kemudian mengurai pelukannya. "Minggu depan Kak Emir melangsungkan resepsi pernikahan, kamu harus datang ya, Cha. Umi mau kamu ada di barisan keluarga. Nanti Umi suruh Azzam antar kain seragam untuk kamu pakai." Alissa kembali mengangguk setuju. Lagi pula tidak mungkin ia menolak permintaan Fatima. Melihat wajahnya yang penuh harap, mana tega Alissa mengatakan tidak. "Ya sudah Umi. Kasian Ashraf dari tadi nungguin Umi nggak selesai-selesai ngomongnya. Nanti Ezhar pasti ngomel kalau adiknya dikembalikan telat." ucap Azzam mengingatkan. "Mana mungkin Ezhar berani marah sama Umi. Dulu waktu dia nakal, Umi yang selalu bantuin dia ngomong ke Papa Mamanya," balas Fatima. "Ashraf sama Icha pamit dulu, Umi. Nanti kapan-kapan kami singgah lagi. Umi jangan lupa minum obat." Setelah berpamitan, Ashraf langsung mengantarkan Alissa untuk segera pulang kerumahnya. Sementara Ashraf fokus pada mobil yang ia kemudikan, Alissa hanya duduk terdiam seraya terus meremas jari jemarinya. Menghela napas pelan dan terus mencoba untuk sebisa mungkin menunjukkan raut wajah biasa saja sampai ia benar-benar tiba di rumah. . . === CARA MEMBELI KOIN UNTUK MEMBUKA BAB SELANJUTNYA === Cara membeli koin via aplikasi DANA. Kenapa saya pilih DANA? Karena aplikasi DANA jarang sekali mengalami eror/gangguan. (Tidak seperti melakukan pembelian lewat pulsa/ovo/gopay yang sering mengalami eror hingga koin tidak masuk ke dompet pembaca) . 1. Login Aplikasi (WAJIB) 2. Klik tanda TOKO 3. Pilih jumlah koin yang ingin di beli 4. Pilih motede pembayaran. (Karena ingin membeli pakai DANA , pilih 'DANA' - Jangan lupa, pastikan APLIKASI DANA ANDA SUDAH TERISI SALDO SEBELUMNYA (tidak kosong) 5. Tekan bayar 6. Tekan lanjut 7. Masukkan nomor handphone/nomor Dana anda 8. Klik lanjutkan 9. Masukkan kode pin DANA 10. Masukkan kode yang di kirim via SMS 11. Tunggu beberapa detik sampai tulisan layar di handphone berubah 'BERHASIL' 12. Cek dompet yang ada di aplikasi Dreame/Innovel. Jika koin sudah bertambah, bisa langsung di gunakan. . Selamat Mencoba. Semoga informasi yang saya berikan bermanfaat. . INGATTTTT, KALAU PEMBELIAN KOIN GAGAL, BISA LAKUKAN PELAPORAN KE CS MERCHANT (APLIKASI DANA) BUKAN PROTES KE PENULIS YAHH. KARENA YANG JUALAN KOIN ITU PIHAK APLIKASI BUKAN PENULIS. . THANKISS PERHATIANNYA
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN