Pembalasan dimulai

1037 Kata
Bintang berdiri di depan balkon kamarnya, menatap lurus kearah depan dimana ribuan lampu tampak begitu indah menghiasi kota Bandung saat malam hari. Di tangannya ada segelas wine dengan aroma yang sangat menyengat , menemani malamnya.Tiba-tiba Dima sudah berdiri di belakang pria itu, dan Bintang hanya tersenyum ketika merasakan kehadirannya. "Terima kasih untuk hari ini,Dim,aku sangat menghargai pekerjaanmu."Kata Bintang sambil meneguk minuman beralkohol itu. "Sama-sama Tuan, saya hanya mencoba menyarankan apa yang ada di pikiran saya."Jawab Dimas. "Ia aku akui kau sangat pandai dalam hal itu,Dim." Flashback on. "Jika sekarang anda miskin dan tidak punya apa-apa.Selain anda tidak bisa melakukan apapun, anda juga tidak bisa membalaskan dendam pada Cahaya. Ingat anda sudah sejauh ini hingga menjebloskannya ke penjara." Bintang terdiam sejenak, ia akui memang benar apa yang dikatakan oleh asistennya itu, saat ini jangankan untuk membalaskan dendam Rindu yang pasti butuh biaya banyak, untuk menghidupi dirinya sendiri saja bahkan dia tidak mampu.Lalu pada akhirnya ia akan melepaskan Cahaya begitu saja. "Tidak, aku tidak mau Rindu tidak tenang di alam baka, tidak boleh."Kata Bintang sambil menggelengkan kepalanya. "Saya punya ide agar Tuan bisa melancarkan semua rencana."Kata Dimas. "Apa?" "Setuju untuk bertunangan dengan nona Via.Setidaknya sampai semua rencana berjalan dengan lancar." Bintang terdiam sebentar, memikirkan apa yang diucapkan oleh asistennya itu. "Apa harus seperti itu?" tanya nya. "Tidak ada pilihan lain, tuan.Selain itu juga saya punya berita yang mungkin akan membuat anda terkejut."Balas Dimas. "Apa itu?" Dimas kemudian membisikan sesuatu di telinga tuan mudanya, dan seketika Bintang langsung membulatkan kedua mata dan mengepalkan tangannya. "Jalankan rencana ini,Dim.Aku sudah tidak sabar menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya." Ucapnya dengan senyum misterius. ** Alviana terbangun ketika matahari sudah masuk ke sela-sela jendela kamarnya, namun ada yang berbeda kali ini.Ketika ia terbangun tadi, seseorang tampak memejamkan mata sambil memeluknya dengan erat. Alviana terlonjak kaget, apalagi setelah menyadari keadaan dirinya yang polos, lebih mengejutkannya lagi ketika mendapati bercak darah di permukaan sprei putihnya. Seketika wanita itu menangis, menyesali perbuatanya semalam yang membuat mahkotanya hilang, seharusnya ia mempersembahkan itu untuk tunangannya, tapi apa daya, karena patah hatinya ia sampai tidak sadar dengan apa yang terjadi. Begitupun dengan Deri, pria itu membuka matanya saat mendengar isakan wanita di sebelahnya ini,ia langsung duduk dan ingin mengusap punggung polos itu, tapi di urungkan. "Maaf."Hanya itu yang bisa Deri katakan agar wanita itu tak menyalahkan dirinya. "Pergi kamu,Der.Tak seharusnya kita melakukan ini,Kamu lancang."Kata Alviana. Deri hanya bisa terdiam kaku, mulutnya sangat susah sekali untuk berkata-kata, apa yang ia lakukan semalam sungguh di luar dugaan.Atau karena efek anggur yang ia minum saat di pesta? hingga membuatnya gelap mata? entahlah. "Aku akan bertanggung jawab, Via."Kata Deri lagi. Wanita itu langsung menoleh dan menatap tajam kearah Deri. "Dengan cara apa? menikahi ku begitu? Aku tidak mau.Yang ingin aku nikahi hanya Bintang, hanya dia." Ucap Alviana dengan napas naik turunnya. Deri yang merasa bersalah mencoba mengendalikan dirinya, agar tidak naik darah.Bagaimanapun dirinya telah merenggut mahkota berharga Alviana,setidaknya untuk saat ini lebih baik dirinya menenangkan wanita itu dulu. "Pergilah, tinggalkan aku sendiri."kata Alviana lagi. "Tapi Vi.." "Ku mohon, Der.Aku ingin sendiri."Lanjutnya. Deri akhirnya hanya bisa pasrah. ia pun mulai berdiri, memunguti semua pakaian dan mengenakannya. Sebelum pergi, pria itu kembali menatap Via yang sedang menyembunyikan wajahnya di balik selimut. "Aku tidak menyesali dengan semua yang terjadi tadi malam,Via. Kau paling berharga untukku.Seperti janjiku padamu mulai saat ini aku akan selalu ada disaat kau butuh.Jangan sungkan untuk menghubungiku,maka aku akan datang untukmu." Setelah mengatakan itu Deri benar-benar pergi dari apartemen Alviana, meninggalkan wanita itu sendirian di tempat tidur dengan segala penyesalannya. Alviana melangkah masuk ke kamar mandi dengan langkah yang terseok-seok, akibat semalam Deri yang terlalu keras padanya, hingga membuat bagian intinya sangat sakit, terlebih semalam adalah pengalaman pertamanya, dan begitu dirinya masuk kedalam kamar mandi, terlihat air dalam bathtub telah terisi. Di atas wastafel juga telah tersedia obat merah dan salep. Alviana hanya bisa tertawa kecut melihat perlakuan Deri yang begitu manis untuknya, tapi tak bisa ia balas cinta pria itu karena hatinya yang sudah terpaku pada Bintang. "Kau pria bodoh,Deri." *** Kehidupan Cahaya di dalam tahanan yang tadinya tenang tiba-tiba saja berubah menjadi kisruh. Itu karena ada tahanan yang di pindahkan ke sel yang sama dengan wanita itu.Setiap harinya ada saja keributan yang di sebabkan oleh wanita itu pada Cahaya maupun tahanan yang lain Kebetulan tahanan ini merupakan senior yang terkenal dengan kekasarannya. Semua teman-teman satu sel merasa takut dan tunduk pada orang tersebut, tapi tidak dengan cahaya.Wanita itu dengan terang-terangan melawan semua bentuk kesewenang-wenangan wanita yang bernama Lupita itu padanya. Seperti saat ini, ketika dirinya dan para napi sedang berada di ruang pelatihan menjahit, Lupita menyuruh Cahaya untuk membawakan tumpukan baju yang selesai ia jahit ke bagian finising.Tapi karena Cahaya yang sedang banyak pekerjaan, tentu saja ia menolak. "Hei, pembunuh! kau mau melawanku!"Teriak Lupita dengan keras, Cahaya yang hendak mengantar pekerjaannya yang sudah selesai akhirnya berhenti, ia menghela napas sejenak, kemudian kembali berlalu karena tidak mau menuai keributan. "Kau tuli? aku sedang bertanya padamu, pembunuh!" Teriak Lupita lagi.Namun lagi-lagi Cahaya tak bergeming, karena teriakan Lupita bukanlah untuk yang pertama kalinya ia dengar, tapi hampir tiap waktu. Karena tak di gubris oleh Cahaya, wanita bertubuh subur itupun naik pitam, ia langsung menjambak tubuh Cahaya hingga membuat wanita itu mengerang kesakitan. "Kurang ajar kau, wanita si4l4n.Kau berani sekali melawanku.Rasakan ini si4l4an." ''BUGH..." "BUGH..." Cahaya yang mendapatkan pukulan dari Lupita berusaha melawan, tapi karena tubuhnya yang kecil ia tidak kuasa, terlebih saat Lupita tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan memb4ntingnya ke lantai. suasana tempat pelatihan tahanan itu pun berubah menjadi ricuh.Semua napi yang ada di dalam bukanya menolong Cahaya yang sedang di pukuli, tapi malah semua berdiri melingkari mereka tanpa ada satupun yang berusaha mencegah. "Rasakan ini, sialan."Teriak Lupita lagi, Ia akan kembali melayangkan tinjunya pada Cahaya yang sudah terkapar tak berdaya di lantai, Namun tiba-tiba tangannya di cekal oleh seseorang. Lupita langsung menoleh dan mendapati petugas jaga sudah berdiri di belakangnya. "Apa yang kau lakukan padanya, Lupita!"Teriak penjaga itu, Ia langsung memeriksa keadaan Cahaya yang sudah babak belur dan tak sadarkan diri. Ketika akan mengangkat Cahaya, tiba-tiba saja salah satu teman satu sel Cahaya berteriak. "Bu, celananya berdarah!" Penjaga napi yang berjenis kelamin wanita tersebut langsung melihat kearah p4nt4t Cahaya dan langsung terkejut ketika melihat bagian celana yang terdapat noda darah yang lebar. "Gawat, dia keguguran!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN