Dia Nomor Satu

1536 Kata
"Apaan lagi?!" tutur Tiara galak pada Ardan yang meneleponnya. Cowok itu mengelus d**a di seberang sana. Telinganya terasa pekik sekali karena teriakan itu. "Pelan-pelan siih, Kaaak! Kuping Ardan nih ha--" "Makanya buruan ngomong! Apaan lagi? Gue lagi buru-buru dan males diganggu siapa pun!" semprotnya dan itu membuat Ardan menjauhkan ponselnya. "BURUAN! GUE SIBUK!" Ardan terkekeh dalam hati. Efek ditinggal nikah nih, ledeknya tapi dalam hati. Kalau ia sampai berani mengatakannya, dijamin, mungkin ia bahkan bisa dijambak Tiara melalui ponsel ini. "Pelit amat lu, Kak, sama waktu! Sibuk aja kagak! Palingan cuma sibuk doa minta jodoh!" ledeknya lantas terburu-buru menutup telepon sementara Tiara ternganga mendengarnya. "Minta mati nih bocah," kesalnya begitu sadar akan apa yang dilakukan Ardan. Ia menaruh ponselnya dengan asal. "Awas aja, nanti kalo ketemu gue, gue jadiin perkedel," ingatnya. Hal yang membuat salah satu karyawannya, Siti, terkekeh kecil. Seperti biasa, pikirnya. Pasti Ardan. Cowok yang satu itu hobi sekali mencari petaka. "Tiii!" panggilnya. "Kalau ada pelanggan baru atau yang langganan datang, bilangin telepon aja ya?" pesannya. "Gue mau pulang," tuturnya sekalian pamit. Siti mengiyakan. Ia bersegera turun dengan eskalator kemudian menyambungnya dengan lift menuju basemen. Langkahnya yang sedang menuruni eskalator tadi terlihat oleh Akhdan yang sedang duduk di foodcourt. Cowok itu tentu saja tidak sendirian. Ia melihat Tiara yang tampak masuk ke dalam lift. Begitu pula dengan seseorang di depannya. Tampak fokus melihat Tiara. Saat awajahnya beralih pada Aku dan, ia menyadari satu hal. Apa? Adiknya ini tampaknya tidak bermain-main dengan ucapannya. Hal itu membuatnya menghela nafas panjang-panjang. Ia tahu kalau cepat atau lambat, Tiara pasti akan menikah dengan siapa pun kecuali dirinya. Pertama, tentu saja sudah tak mungkin karena statusnya. Kedua, Tiara sudah dipastikan tak akan pernah mau kembali padanya. Ketiga, ibunya mungkin akan mati jika ia menikahi gadis itu. Sama hukumnya dengan lelaki di depannya ini. Tapi lelaki di depannya ini belum tahu. Ia menarik nafas dalam. Kisah asmara itu memang sudah lama selesai. Tidak dalam keadaan baik-baik saja tentunya. Ia justru baru menyadari dua tahun terakhir ini. Bagaimana sikap buruknya ketika memutuskan Tiara dulu. Tentu ia yang mengakhiri hubungan itu dengan emosi akan tingkah Tiara. Namun selama dua tahun belakangan, ia menyesal habis-habisan. Tahu kenapa? Karena ia menikah dengan emosi tingkat tinggi. Dengan alasan hanya untuk membuat Tiara menyesal. Bukan untuk beribadah. Boro-boro terpikir ke arah sana. Ia bahkan sama sekali tak memikirkan itu. Yang ada dikepalanya kala itu hanya lah membuat Tiara menyesal karena tak mau bertahan dengannya. Tak mau berjuang menurutnya. Tak bisa mengambil hati ibunya. Itu versinya. Padahal Tiara sudah berjuang mati-matian dan itu dilakukan Tiara sendirian. Tak sekalipun ia menolong Tiara ketika Tiara mendapatkan semua perlakuan buruk dari Mamanya itu. Tak sedikit pun ia membesarkan hati Tiara untuk menguatkan diri kalau Mamanya pasti akan luluh. Tidak. Jadi apa salahnya Tiara akhirnya memutuskan untuk menyerah? "Cari perempuan lain," tuturnya lantas mengalihkan pandangan dengan sibuk pada makanannya. Akhir-akhir ini ia jadi sering ke sini karena tak sengaja melihat Tiara di sini. Galang pikir, Tiara sudah memindahkan butiknya. Tapi ternyata tidak. Gadis itu tetap bertahan di sini. Kening Akhdan mengerut mendengar ucapan itu. Ia tentu saja bingung. Tapi ia hanya menanggapinya dengan santai lantas menyeruput minumannya. "Apanya yang cari perempuan lain?" tanyanya. Galang hanya diam. Berpura-pura tak menanggapi dna malah mengambil ponsel dari sakunya. Dia bahkan masih menyimpan nomor Tiara. Tapi tentu saja nomor itu tak pernah bisa dihubungi lagi. Nomor Tiara sudah diganti. Tiara tentu tak mau lahi diganggu oleh lelaki beristri kan? Apalagi kalau istrinya lelaki ini tak pernah berani memeriksa ponselnya. Karena apa? Takut diceraikan. Galang menghela nafas. Sejujurnya, dua tahun ini ia juga merasa bersalah pada istrinya. Penyesalan karena telah menikahinya dan membawanya ke dalam pernikahan rumit ini. Tapi kalau ditanya, apakah ia akan kembali mengejar Tiara? Tentu saja tidak akan pernah ia lakukan. Ini janjinya saat ini. Dan kalau ditanya, apakah ia akan bertahan dengan pernikahan ini meski sejak awal pun pernikahan ini tak diinginkan? Jawabannya, tentu saja iya. Alasannya? Rasa bersalah dan berapa ia bisa memperbaiki kesalahan yang terjadi saat pertama kali menikahinya. @@@ "Ann! Besok jangan lupa yo?" tutur temannya. Anne hanya menghela nafas. Terserah lah, pikirnya. Ia sedang memberesi alat-alat tulisnya kemudian memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Tak lama, ia sudah menyandang tasnya dan berjalan menuju gerbang sekolah. Rasanya baru sebulan ia sekolah lagi dan agak merasa asing. Karena apa? Karena ketiadaan abangnya. Sejak bersekolah bersama Ando, ia terbiasa dengan kehadiran cowok itu. Meski jarang pula pulanhg bersama tapi minimal, ada yang selalu memerhatikannya. Kalau sekarang? Tentu saja tak ada karena abangnya bahkan tidak bersekolah lagi. Ditambah lagi, keberadaannya jauh dari Indonesia saat ini. Anne mengernyitkan dahi ketika melihat sebuah mobil berwarna marun dan berukuran kecil di seberang gerbang sekolahnya. Ia baru hendak berbelok ke arah halte sekolah untuk menaiki angkot. Tapi malah menangkap basah kakak sulungnya yang nyengir dan memberi kode padanya untuk masuk. Maka jadi lah, ia menyeberang kemudian menghampirinya dan masuk ke dalam mobilnya. "Tumben," begitu komentar Anne saat melihat mobilnya nongkrong di depan gerbang sekolah. Tiara terkekeh pelan sambil memutar setir mobilnya. Ia datang untuk menjemput Anne sekolah. Anne tentu saja terheran-heran karena kalau diminta untuk mengantarnya atau menjemputnya, Tiara pasti akan mengomel. Lah ini? Ia tak meminta tapi Tiara tiba-tiba datang menjemputnya. "Dijemput bukannya bilang makasih!" dumelnya. "Makasiiiiih!" tutur Anne dengan sok manis. Tiara tertawa mendengarnya. Sejujurnya, Tiara baru menyadari kalau ia jarang sekali keluar berdua dengan Anne. Ia lebih sering melakukannya dengan mommy. Itu pun karena mommy-nya sering merecokinya. Kalau keluar dengan Ando? Semenjak Ando masuk SMA, ia sudah benar-benar jarang keluar dengan adik lelakinya itu. Entah kenapa, ia pun tak tahu alasannya. Mereka hanya jalan-jalan bersama dikala bersama keluarga termasuk jalan-jalan bersama sepupu-sepupu mereka. "Tapi tumbenan deh. Kak Aya lagi kesambet?" tanyanya dan tak lama ia mendapat toyoran khas Tiara. Ia berdesis sementara Tiara terkekeh puas. Satu-satunya orang yang selalu ia aniaya di rumah ya Anne. Satu-satunya orang yang paling sering ia ajak bertengkar juga Anne. Satu-satunya orang yang bisa ia dandani juga Anne. Sedari dulu, adiknya yang bungsu ini sering kali ia jadikan model untuk baju-baju hasil desainnya. Kalau dulu, Anne tak bisa menolak karena masih terlalu kecil untuk melawan. Kalau sekarang? Hohoho. Berhubung ia lebih tinggi dari Tiara, ia bisa membalas kakaknya ini. Hahahah! "Mom di kantor daddy," tuturnya usai melihat ponsel. Tiara tertawa. Ia aih belum membuka ponselnya tapi ia yakin jika mommy mengirim itu ke grup keluarga kecil mereka. Mommy mereka pasti sedang pacaran di sana. Makanya pamer. Gak mau kalah sama pengantin baru yang sedang berbulan madu. Bagai jiwa-jiwa muda yang menggelora tapi kekanakan. Walau Anne juga merasa lucu dengan tingkah mommy-nya itu. Lebih lucu lagi mekihat reaksi daddy-nya yang kadang suka berpura-pura sakit ini-itu kalau mommy-nya sudah meminta hal yang macam-macam. Kemudian Anne bertopang dagu sembari menghadap ke jendela. "Ann kangen abang," tuturnya pelan tapi masih terdengar oleh Tiara. Tiara tersenyum kecil. Ia tahu kalau Anne memang sayang sekali pada Ando dan saat Ando menikah kemarin, Anne sejujurnya tak berhenti menangis. Bukan hanya karena menangisinya. Tapi juga menangisi Ando. Ia bagai kehilangan abangnya padahal abangnya masih tetap sama. Hanya berbeda status saja. Tiara tak bisa berkomentar apapun. Yang jelas, bukan hanya Anne yang merasa kehilangan dengan Ando. Tapi ia juga. Namun, Tiara mencoba berpikir rasional. Pada akhirnya, semua orang akan pergi. Entah akan pergi ke pelaminan atau kah pergi ke kuburan. Wallahu alam. @@@ Ciyeeeeeeeeeeeeee. Ketiknya di komenan i********: saat melihat adiknya meng-upload foto bersama istri tercinta. Ia terkekeh sambil memangku muka dengan telapak tangan kanannya. Allaaaaaaaah, panggilnya dalam hati. Lalu ia tersenyum tipis. Ia bahagia kok. Ia tidak mau iri apalagi mendengki. Karena saat ini belum tiba untuknya menikah. Saat ini, adalah saatnya bersendiri. Tapi ia tidak benar-benar sendiri kok. Sebab ada Allah yang selalu setia bersamanya. Walau terkadang ia sering lupa, meninggalkan-Nya hanya karena dunia. Namun janjinya setelah ini, ia tak kan lagi mengulangi kesalahan yang sama. Karena baginya, Dia nomor satu. Dia di atas segala-galanya. Jemarinya dengan lihai membuka i********: Ando. Adiknya itu hanya meng-upload foto pernikahan kemarin lalu foto barusan. Foto yang ia yakini, kalau mereka sedang di laut merah. Aih....romantis, gumamnya tanpa sadar lalu terkekeh kecil saat hatinya kembali sesak. Ia gak iri, hiburnya. Nanti ia juga akan begini, janjinya. Lalu membuka i********: Farras. Gadis itu banyak meng-upload foto tapi tentunya tanpa kepala atau jika ada pun, pasti hanya punggung. Wajahnya tak pernah terlihat. Hal yang dulu selalu menjadi bahan ledekannya pada Farras. Ngapain upload foto kalau mukanya gak kelihatan? Tapi Farras gak pernah membalas. Gadis itu malah terkekeh. Pun kini. Foto adik iparnya dan adiknya itu hanya punggung saja. Keduanya menatap senja dengan berpelukan mesra. Aih, ia sampai terpingkal-pingkal membaca komenan dibawah-bawahnya. Suasana baper menyerang semua pengguna i********: kalau sudah melihat foto mereka. Termasuk ia sendiri. Namun ia menguatkan diri lalu mengeluarkan akunnya. Ia tercenung sesaat. Menarik nafas dalam lalu tersenyum tipis saat seruan-Nya memanggil untuk menghadap. Ia meninggalkan ponselnya di dalam tas lalu beranjak menuju kamar mandi. Hai Allah, walau tiada dia, Engkau pun cukup lah. Karena ada dan tiadanya, Engkau tak kan pernah tergeser. Engkau selalu nomor satu dihatinya dan dihidupnya. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN