Gara Gara Dina

1527 Kata
"Kak Aya ada, Ti?" tanyanya pada Siti tanpa suara. Siti menoleh lantas mengacungkan jempol. Ia sedang sibuk dengan urusan pelanggan. Tiba-tiba saja kedatangan Dina. Gadis itu berjalan mengendap-endap hingga tiba di depan pintu ruangan kecil di dalam butik milik Tiara. Pontunha terbuka, ia menjulurkan kepala dan malah tertangkap basah sang pemilik butik. Tiara hendak pulang. Ia baru saja memberesi barang-barangnya. "Ngapain lagi?" tanyanya galak. Belum apa-apa, Tiara sudah mencibir saat ia baru saja mengunci kantor butiknya. Dina datang dengan tampang cemberut lalu memeluk lengan kanannya. Ada maunya! Yaaa sudah beberapa hari ini gadis ini memang terus merecokinya. Ia sampai sebal. Makanya pesan Dina tak ada satu pun yang ia gubris hari ini. Ia kan juga sibuk. Memangnya ia baby sitter yang harus mengurusi Dina? Dan lagi, kenapa sih gak Ardan gak Dina itu hobi sekali mengganggu hidupnya? "Kenapa?" tanyanya lebih galak. "Dina bosen," jawabnya sambil tersikut-sikut mengikuti langkah Tiara. "Kenapa lagi?" Nadanya masih sama. Masih galak. Dina malah mencebikan bibir. Pura-pura sedih aja biar Tiara bersimpati. "Kerjaan Dina di rumah nih, Kak, bangun tidur, nonton, makan terus tidur lagi. Gituuuuuuu terus setelah wisuda kemaren," keluhnya. "Terus?" tanyanya sembari menuruni eskalator. Gadis itu masih menempelinya dengan ketat. Udah kayak mantan yang minta balikan. Hadeh! "Dina kepengennya kerja, Kaaak! Kan lumayan biar Dina gak bosen terus di rumah!" "Kalau kepengen kerja, ya cari kerja lah!" Dina berdecak. "Ish! Kemaren, Dina nawarin diri buat bantuin Papa di kantor, tapi Papa gak mau!" adunya. Tiara mengerut kening. "Kenapa memangnya?" "Kayak gak tahu Papa aja. Dia kan gak ngasih izin Dina kerja. Makanya, pas Dina bilang mau cari kerja di luar karena Papa gak mau dibantuin, Papa melarang." "Oooh," Tiara mengangguk-angguk. Sok paham aja. "Berontak lah!" kompornya yang dibalas dengusan oleh Dina. Setengil-tengilnya Dina, ia mana berani membantah apa yang dilarang oleh Papanya. Sadar kalau ucapannya gak berguna, Tiara bertanya lagi. "Terus?" "Dina bantuin kak Aya aja di butik gimana? Yayaya?" "Aish!" Tiara langsung mengibas-ibas tangan Dina dari lengannya. Kenapa ia yang kena batunya sih? Ini kan bukan urusannya? Lahi pula punya Papa yang kaya, kenapa sepupunya ini harus kerja? "Ogah! Ogah!" tolaknya mentah-mentah lalu berjalan cepat menuju lift. "Ayooo doong, Kaaaaaaaaaak," rayunya. Ia mengejar langkah Tiara hingga berhasil masuk ke lift bersama. "Gak mau gue!" "Yaaaaaaaah kaaaaaaaak! Dina nangis nih di sini!" "Terserah lo! Mau nangis kek mau enggak kek! Pokonya gue gak terima!" kekinya. Walau begitu, Dina masih menyusulnya sambil berteriak-teriak tidak jelas. Bahkan berhasil masuk ke dalam mobilnya. Hal yang membuat Tiara mendengus. Apalagi gadis itu berusaha merebut setirnya. Ia ingin menjalankan mobil tapi gadis ini malah ingin memberhentikannya. Jadi lah mobil itu meleng kanan dan meleng kiri karena berebutan setir. Hingga saat Tiara menginjak rem dan mobil itu menabrak hebat mobil di depannya saat akan keluar dari parkiran, Dina berhenti bertingkah. Jantung Tiara nyaris lepas karena suara tabrakan itu sungguh kuat walau mereka tak apa-apa. Ia menggetuk kepala Dina yang mencebik lalu keluar dari mobil dan berpapasan dengan lelaki yang mengendarai mobil di depannya, yang juga turun untuk melihat bagian belakang mobilnya yang Tiara tabrak. Ia menggigit bibir. Gugup. Takut dimarahi apalagi sampai dilaporkan ke polisi. Duh! Kepala Tiara pusing. Rasanya ia ingin mencekik Dina sekarang! "A-Akhdan," Tiara nyaris tak bersuara. Lelaki di depannya turun dari mobil dengan menahan sakit di leher. Namun senyum tipisnya timbul. "So-sorry," ucapnya tak enak hati. "Gak apa-apa," ucap lelaki itu sambil meringis memegang leher. Lalu menatap bagian belakang mobilnya yang sukses penyok. "Gue ganti aja ya?" tawarnya namun disambut gelengan. Tapi didetik berikutnya mengangguk cepat. Dina terbahak melihat respon lelaki yang tak ia kenal itu dari mobil. "Leher lo sakit?" Tiara khawatir. Akhdan mengernyit. Rasa sakitnya makin terasa. Ini akibat dari tabrakan tadi. "Saya bisa ke rumah sakit sendiri," tuturnya. "E....kalau gue yang anter gimana? Gue gak yakin lo bisa nyetir dengan keadaan kayak gini," khawatirnya. "Apalagi mobil lo..." Namun Akhdan menggeleng lemah. "Saya laki-laki. Kamu perempuan. Gak baik berdua-duaan," tuturnya yang membuat Tiara menganga. Gadis itu mengatupkan mulutnya dengan cepat. Ia kaget saja karena ternyata itu alasannya. Tapi ia masih memanggil Akhdan saat lelaki itu akan masuk kembali ke dalam mobil. "Ada sepupu saya kok!" kekeuh-nya. "Tuh! Ada kan?" unjuknya pada Dina agar Akhdan percaya. Akhdan menoleh ke arah Dina yang ada di dalam mobil Tiara. Dina menyipitkan mata. Ia tentu mendengar obrolan itu dan itu membuatnya berpikir keras. Apa yang harus ia lakukan? "Gimana? Mau ya? Gue gak enak soalnya. Apalagi mobil lo aish!" Tiara frustasi. Akhdan hanya menatap geli. Lucu melihat reaksi Tiara. "Ya sudah," Akhdan mengalah. "Tapi mobil saya bagaimana?" "Gue parkirin dulu. Setelahnya gue yang urus. Gimana?" Akhdan mengangguk tipis. Lalu ia membiarkan Tiara mengambil alih mobilnya dan memarkirkannya. Gadis itu melompat usai memarkir mobilnya lalu berlari ke arah pos satpam. Baru kemudian berjalan kembali ke arahnya. Menatap Tiara seperti itu malah membuatnya terkekeh geli. Entah kenapa, gadis itu selalu memesonanya tanpa pernah gadis itu sadari. Juga terlihat begitu lucu apalagi tubuhnya yang mungil. "Ayo masuk!" ajak Tiara ke mobilnya. Akhdan mengangguk lalu berjalan masuk ke dalam mobil tapi Dina malah membuka pintu, ingin keluar. "Eh-eh mau ke mana lo?!" Tiara mengecam. Muka galaknya membuat Akhdan terkekeh geli. "Kan tadi Kak Aya nolak Dina buat bantu-bantu di butik," ia menjawab enteng. Baru saja ingin merosotkan diri keluar dari mobil, Tiara menjambak rambutnya tanpa ampun hingga gadis itu mengaduh-aduh. "Gak ada! Lo di sini! Lo kudu tanggung jawab, gara-gara lo, kita nabrak orang!" "Ih! Gak mau! Enak aja! Kak Aya yang nabrak! Kan yang nyetir Kak Aya! Kok malah nyalahin Dina sih?" dumelnya, pura-pura sebal. Padahal dalam hati, ingin sekali tertawa. Ia sukses mengerjai Tiara juga sukses membuat Tiara darah tinggi. "Enak aja! Gak-gak!" Tiara berusaha menarik Dina. Sementara Dina memegang erat pintu agar bisa keluar tapi tetap tak berhasil. Lebih tepatnya, ia juga menahan diri sih. Emang dasar sableng! "Oke! Dina di sini! Asal Kak Aya izinin Dina bantuin Kak Aya! Gimana? Izin gak nih? Kalo gak, Dina keluar nih!" ancamnya. Ia berseru dalam hati karena posisinya ada di atas angin. Aha! "Aiiish!" Tiara makin frustasi. Tapi ia gak punya pilihan. Ia melirik Akhdan yang melihatnya lalu melepas jambakannya dirambut Dina. Lelaki itu terkekeh-kekeh tanpa suara lalu meringis saat rasa sakitnya kembali terasa. Sementara Tiara sadar kalau perilakunya sangat beringas. Ia mana tahu kalau sedari tadi Akhdan memerhatikan tingkahnya. Ia bukannya ingin bersikap kalem sih. Hanya saja, ia malas dinilai buruk apalagi aslinya gak begini. Eeh masa iya? Hihihi. "Ya udah! Buruan tutup pintunya!" kesalnya sementara Dina terkekeh puas. Ia menang! @@@ "Kamu apain itu anak orang?" Fadlan--Omnya--yang baru mendengar kabar, kalau ponakannya membawa korban tabrakan, datang menghampiri Tiara yang sedang duduk bersama Dina. Menunggu Akhdan yang sedang diperiksa dokter Fahri di dalam sana. "Ih bukan Aya! Tapi ini si biang rusuh!" ia menunjuk Dina. Dina hanya mendengus sambil memainkan ponsel. Ia masih tak terima disalahkan. Fadlan menggeleng heran. "Lalu kenapa dibawanya ke sini? Rumah sakit lain kan banyak yang lebih dekat dari butik kamu, Ya." Fadlan protes. Kalau korbannya keburu mati di jalan bagaimana? Ponakannya ini entah dimana alur pemikirannya. Fadlan terheran-heran sambil mengusap muka. "Ya kan kalo dibawa ke sini, jadinya gratis, Om," kilahnya yang membuat Fadlan berdesis. Benar-benar gadis penuh perhitungan. Ia menggelengkan kepala. "Pelit lo kak!" timpal Dina. "Yee kan elo yang salah!" ia gak mau disalahkan. Fadlan makin menggelengkan kepala. Lalu lelaki itu beranjak dari bangku. Tadinya, ia khawatir sama ponakannya satu ini gegara mendengar kabar bahwa ponakannya menabrak orang. Ternyata eh ternyata, yang ditabrak itu mobilnya bukan orangnya. "Lah om? Kirain mau nemenin kita!" Tiara ke-ge-er-an. Fadlan mengibas jasnya lalu berjalan dengan cool. "Om mau pulang! Mau pacaaaraaaaan!" ledeknya lalu terkekeh kecil saat mendengar Tiara mendumel-dumel. "Dasar tukang pamer!" Dina cekikikan. "Makanya cari suami, kaaaak!" ledeknya. Tiara mendengus. "Lo kira nyari suami kayak nyari baju?" ia mencak-mencak sambil narik rambut Dina. Fahri yang sudah keluar dari ruangan berdeham-deham. Lelaki itu terkekeh geli melihat Tiara yang dari dulu sampai sekarang, gak pernah berubah. "Sudah ngomelnya, Ya?" "He-eh," Tiara gelagapan. Lalu dengan pelan melepas tangannya dari rambut Dina saat melihat Akhdan berdeham-deham menahan tawa. "Gimana, om?" "Gimana apanya?" "Keadaannya dia!" Tiara senewen. Matanya melirik Akhdan, memberi kode pada Fahri kalau Akhdan yang ia maksud. Sementara Fahri terkekeh dan Dina sudah cekikikan. Gak tahan lihat tampang jengkel Tiara. "Oooooh," Fahri terkekeh lalu memainkan mata ke arah Akhdan, memberi tahu Tiara kalau ia sedang meledeknya. "Tanya aja sendiri sama orangnya! Om mau pulang dulu. Mau pacaraaaaan jugaaaa!" serunya sambil terkekeh-kekeh meninggalkan Tiara yang melotot. Kalau tidak tahu tata krama, mungkin ia sudah dari tadi melempar sepatunya. Akhirnya karena tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya berdeham. "L-lo gimana keadaannya?" tanyanya mendadak gugup. Dina cekikikan tapi lengannya langsung dicubit Tiara. Ia meringis. "Keadaan saya?" Akhdan menunjuk dirinya sendiri. "Iya, bang! Keadaan hati abang bagaimana?" Dina meledek lalu kabur saat Tiara melotot ke arahnya. Akhdan hanya terkekeh geli. Hari ini banyak bertemu dengan orang-orang ajaib. Apalagi dengan Fahri tadi. Usai meresepkannya obat, ia juga diresepkan agar segera mendekati gadis ini. Hal yang membuatnya geleng-geleng kepala. Geli. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN