Ragil, laki-laki paling tengil di geng Wijat. Seleranya tinggi. Dulu dia suka milih-milih teman, hanya mau berteman dengan perempuan-perempuan cantik yang sesuai dengan seleranya. Padahal perawakan dia biasa saja. Badannya mungil dan pendek. Kulitnya putih bersih dan penampilannya selalu rapi dengan rambut klimis.
Dia yang paling benci dengan Hastuti. Di matanya, Hastuti adalah noda kecil yang mengganggu untuk lingkungannya yang dikelilingi perempuan cantik. Namun melihat pandangannya kemarin, tidak ada rasa benci di mata Ragil. Mungkin dia sedikit malu karena pernah memperlakukan Hastuti dengan tidak pantas.
Dari dalam mobil yang dia kendarai, Hastuti sedang memandangi show room motor bekas milik Ragil. Disamping show room ada garage yang tertutup yang biasa dipergunakan Ragil untuk memodifikasi motor-motor Vespa kesukaannya. Selain motor bekas, dia juga menjual onderdil bekas motor-motor klasik.
Hastuti menimbang-nimbang, menakar kadar kesuksesan dari rencananya. Dia tahu saat ini Ragil sedang memiliki masalah keuangan dan show roomnya, mata pencahariannya, terancam disita. Ini terjadi karena kegemaran Ragil yang mengoleksi Vespa klasik. Dia menggadaikan show room untuk membeli onderdil yang diperlukan untuk memodifikasi motor favoritnya. Dia berpikir, bisa menjual kembali motor hasil modifikasinya dengan harga tinggi. Kenyataannya, calon pembeli menipunya dan motornya hilang. Lapor polisi pun percuma, tak ada hasil dan semakin menghabiskan biaya.
Untuk menghancurkan Ragil secara ekonomi sebenarnya tidak perlu. Dalam waktu dekat, dia bakalan bangkrut. Asalkan tidak ada teman yang akan menolongnya dengan meminjaminya uang. Hastuti sudah memastikan itu. Dia menghubungi relasinya di bank tempat Ragil meminjam uang dan memaksa mereka menekan Ragil sehingga show roomnya akan lebih cepat dilelang. Dan tebak, siapa yang akan membeli show room tersebut dalam pelelangan? Sudah pasti Hastuti.
Kejatuhan yang kedua, ini yang sangat diharapkan Hastuti, adalah hancurnya rumah tangganya yang sempurna. Karena sifat idealisnya sejak SMA, entah bagaiman caranya dia bisa menikahi perempuan cantik yang sederhana. Meski Ragil jatuh bangkrut dan miskin, istrinya akan setia mendampinginya. Ragil masih bisa bahagia. Namun bagaimana jika ternyata istri tercintanya berubah jadi jelek dan menjijikkan? Apa Ragil masih bisa tersenyum bahagia? Kita lihat saja. Karena inilah tugas Hastuti sekarang. Membuat istri Ragil jadi buruk rupa.
Setelah puas mengamati, Hastuti pergi meninggalkan show room Ragil dan meluncur ke tempat tujuan selanjutnya. Salon tempat istri Ragil biasa mempercantik diri.
Sebelum turun dari mobil, Hastuti mengenakan penyamarannya dulu. Wig pendek dan kacamata hitam. Dia tidak benar-benar berniat untuk melakukan perawatan di sini. Selain daftar antrean yang panjang dan lama, Hastuti juga tidak percaya salon di kota kecil bisa mempercantik kulitnya. Dia terbiasa melakukan perawatan ke ahlinya langsung di dokter kecantikan terkenal di Jakarta.
“Selamat siang, bisa saya bantu?” sapa resepsionis ramah.
“Facial bisa?” tanya Hastuti langsung.
“Mau dengan siapa, ya?” tanya resepsionis lagi. Rupanya di sini bisa memilih ingin di treatment oleh siapa. Mungkin beberapa pelanggan punya kecocokan khusus dengan staf di sini.
“Siapa saja yang kosong.”
“Mmm, semua sedang melayani pelanggan. Kalau mau menunggu ada yang akan selesai kurang dari tiga puluh menit.”
“Ok. Gak papa. Saya tunggu,” kata Hastuti sambil berjalan ke sofa yang terlihat nyaman untuk menunggu. Dia duduk di sebelah perempuan mungil berkulit putih yang sangat cantik. Ketika tak sengaja Hastuti menyentuh kulitnya, terasa lembut seperti kulit bayi.
“Maaf, bisa tolong ambilkan majalah yang itu?”tunjuk Hastuti pada tumpukan majalah di samping perempuan cantik itu.
“Yang ini?” tanyanya. Hastuti mengangguk.
Beberapa saat lamanya Hastuti membolak-balik majalah kecantikan itu. Dia pura-pura bosan dan kepanasan.
“Apa di sini selalu selama ini?” tanya Hastuti pada perempuan di sampingnya yang sedang memainkan gawainya.
“Ya, karena ini salon paling terkenal di sini,” jawabnya singkat lalu memperhatikan wajah Hastuti. “Mau perawatan?”
“Ya. Facial saja.”
“Anda cantik.”
“Terima kasih. Tidak secantik kamu, saya ini sudah tua. Dua tahun lagi sudah masuk kepala empat”
“Masa? Kulit Anda tidak seperti wanita berumur hampir empat puluh. Anda seperti wanita awal tiga puluh gitu. Seperti aku.”
“Terima kasih untuk pujiannya. Mmm, apa di sini selalu sepanas ini?”
“Cilacap memang begini hawanya. Anda bukan asli sini, ya?”
“Saya sedang mengunjungi teman dan seharusnya hari ini saya melakukan perawatan. Karena salon ini direkomendasikan teman saya, jadi ya, saya ke sini,” terang Hastuti. Perempuan muda di sampingnya mengangguk-angguk dan terlihat mengagumi penampilan Hastuti yang menurutnya awet muda.
Melihat perempuan yang sudah dipastikan adalah istri Ragil, Hastuti mempersiapkan jebakan selanjutnya. Dikeluarkannya botol kaca kecil berisi cairan bening. Dia menyemprotkan beberapa kali ke wajahnya dan mendesah lega.
“Apa itu?” tanya perempuan di sampingnya.
“Apa? Ini?” tunjuk Hastuti pada botol kecil yang dipegangnya. Perempuan kecil itu mengangguk.
“Cuma cairan penyegar yang di kasih dokterku saja.”
“Apa mahal? Apa manfaatnya?” tanyanya antusias.
“Mmm, apa, ya. Supaya kulit nggak kering dan selalu lembap. Karena udaranya kan panas. Tapi ini nggak merusak make up sih.”
“Ada, ya cairan begitu?”
“Di dokter kecantikan ada.”
Terlihat perempuan itu sangat tertarik pada benda kecil yang ditimang Hastuti dan dimasukkan ke dalam tasnya. Dia terlihat kecewa ketika benda itu menghilang ke dalam tas.
“Kamu mau?” tawar Hastuti.
“Eh, kalau dijual saya mau beli.” Dia memandang Hastuti penuh harap.
“Mmm, buat kamu saja nggak papa.” Hastuti mengambil lagi botol kaca kecil dari dalam tasnya. “Nih!” Dia menyodorkan ke arah perempuan itu.
“Untuk saya?” tanyanya tak percaya seperti mendapat harta karun.
“Untuk pemakaian pertama nanti menjelang tidur malam saja. Hasilnya sudah bisa terlihat besok pagi,” kata Hastuti menjelaskan. Perempuan kecil itu mengangguk-angguk bahagia. Dia memasukkan botol itu ke dalam tasnya.
Tiba-tiba ponsel Hastuti berdering. Dia celingukan sebentar lalu mohon diri kepada perempuan yang masih berseri-seri dan terlihat tak sabaran menunggu waktu berganti malam.
“Mmm saya angkat telepon sebentar di luar, ya. Di sini terlalu rame.” Perempuan yang diketahui Hastuti bernama Mira itu mengangguk dan mengucapkan terima kasih sekali lagi.
Sebenarnya telepon Hastuti tidak berdering karena ada panggilan masuk, tapi memang sengaja dia mengatur timernya agar berbunyi pada jam tertentu. Dan tepat sekali ponselnya berbunyi ketika Hastuti selesai memberikan botol kaca tersebut kepada Mira. Misinya selesai, tidak ada gunanya lagi dia ada di sini. Biar saja nanti resepsionis memanggil-manggil nama palsu yang dia berikan. Dia sudah tidak ada urusan lagi. Sekarang tinggal menunggu hasil besok pagi dan bersiap ke target selanjutnya, Pras.
***
Prasetyo. Tidak seperti namanya yang berarti setia, Pras bukan lelaki setia dan suami yang baik. Dia suka main perempuan. Apa lagi pekerjaannya sekarang sebagai kontraktor yang memiliki CV kecil, dia sering bertemu klien yang minta dicarikan perempuan cantik agar tendernya gol.
Sebelum dia menyodorkan perempuan cantik kepada kliennya, biasanya dia menjajal terlebih dahulu perempuan pilihannya. Jika dirasa service yang diberikan memuaskan, maka dia akan memberikan perempuan itu sebagai sogokan untuk kliennya. Tentu saja, perempuan-perempuan pilihannya bukan p*****r murahan pinggir jalan, tapi perempuan-perempuan cantik yang biasanya tergabung dalam agency model lokal. Dan kebanyakn dari mereka masih berusia belasan.
Agak sulit merayu Pras karena seleranya adalah perempuan-perempuan muda. Namun Hastuti tetap percaya diri. Dia yakin bisa membawa Pras ke ranjang dan menjebaknya seperti dia menjebak bapaknya.
Ya, Pras boleh dibilang doyan perempuan, tapi dia beruntung karena istrinya belum pernah memergokinya sama sekali. Selama ini Pras pandai berkelit dan istrinya juga tidak punya bukti ketidaksetiaan Pras. Kali ini Hastuti akan memberikan bukti itu, karena jika sampai istrinya tahu, hidup Pras akan berakhir menjadi gelandangan. ©