Melakukan perjalanan di malam hari, tak lagi membuat Aksa ketakutan seperti sebelumnya. Ia masih dengan semangat berjalan dan menggendong tas tas miliknya tanpa kerepotan. Meskipun baru beberapa waktu yang lalu ia memasuki hutan perbatasan Taling dan Kambalang yang sangat luas itu.
Kakek Monggo berjalan tak jauh di depanya dengan obor kecil di tangannya. Sedangkan Aksa membuntutinya tanpa berpikir untuk menggandeng lengan kakek Monggo. Sebenarnya, Aksa juga membawa 2 senter yang telah ia isi dengan baterai, namun ia enggan mengeluarkannya. Bahkan ke 3 handphone yang ia bawa juga memiliki center yang bisa ia gunakan.
Aksa bahkan belum pernah mengeluarkan handphonenya dan menunjukkan kepada kakek Monggo. Karena menurutnya itu tak begitu penting. Setidaknya Aksa bisa mengabadikan perjalanan yang langka ini.
Andai saja jalan yang di lalui adalah jalanan Aspal, mungkin ia akan membuka Roda yang terselip di bawah sepatunya. Sayang sekali rodanya tak akan berjalan di atas tumpukan daun kering seperti yang ia lalui.
Malam sudah semakin larut. Dan perjalanan yang mereka tempuh sudah cukup jauh. Namun belum ada tanda tanda untuk kakek Monggo akan mengajaknya berhenti. Dan Aksa pun tak mau mengeluh dengan kondisinya sekarang. Lelah, tentu saja. Ia hanya akan berhenti sejenak untuk meneguk minuman yang ia bawa dalam botol tupperware.
"Kakek tak ingin berhenti untuk makan kek?" Ucap Aksa mencoba mengingatkan kakek Monggo.
"Kau sudah lapar ya?" Bukanya menjawab, Monggo malah balik bertanya. Meskipun ia tahu jelas kalau Aksa pasti lapar. Karena dirinya juga merasakan gal yang sama.
Aksa tersenyum kikuk. Tentu saja dirinya sudah sangat lapar. Terakhir makan adalah siang menjelang sore tadi. Sekarang kemungkinan sudah jam 10 malam karena Aksa sudah merasa cukup jauh berjalan di tengah hutan ini.
"Sebentar lagi. Kita berjalan sebentar lagi agar kita bisa bermalam tak jauh dari batas hutan ini dengan wilayah Kerajaan." Ucap Monggo pada Aksa yang di setujui tanpa bantahan.
Aksa berjalan sedikit gontai karena ia pun tak bisa berbohong kalau kakinya sudah sangatlah linu. Bahkan dirinya sudah menempelkan sebuah koyok di kedua betisnya. Namun melihat kakek Monggo yang sepertinya tak merasakan lelah itu, membuat Aksa tak mau mengeluh. Masa dirinya yang lebih muda kalah dengan kakek kakek. Ah, sepulangnya dari tempat ini, Aksa yakin tubuhnya akan semakin berotot dan terlihat seksi. Lagi lagi Aksa berpikir yang tidak tidak.
"Apa di Wilayah kerajaan juga tak ada buah buahan seperti di sini kek?" Tanya Aksa penasaran. Ia sudah membawa blender portabel untuk membuat jus sewaktu waktu. Itu sepertinya akan sangat menyegarkan.
"Di sana, kau akan menemui lebih banyak orang, karena di ujung hutan banyak pemukiman rumah Prajurit dan keluarganya." Jawab Kakek Monggo membuat Aksa tenang.
"Lalu kenapa Kakek tidak ikut kesana? Dan malah hanya mengantarku sampai perbatasan ?"
"Karena kakek sudah cukup tua."
"Bahkan kakek lebih kuat berjalan dari pada diriku."
"Aku Mandul."
"Hah Apa?" Jawaban kakek Monggo membuatnya merasa kalau ia telah salah mendengar. "Mandul?" Ulangnya.
"Iya, aku tak memiliki anak." Jawab Kakek monggo yang membuat Aksa bersimpati sesaat namun bingung kemudian.
"Apa hubungannya dengan kerajaan Kambalang jika kakek Mandu?"
"Mungkin kau sudah mendengar ini dari pamanmu Datasa. Kalau kau tak akan bisa keluar dari tempat ini jika tidak memiliki gantinya. Yaitu meninggalkan salah satu keturunan yang dilahirkan di sini." Ucapan kakek Monggo benar benar membuatnya bingung sekarang.
"Lalu aku?" Tanyanya mencemaskan keadaanya.
"Kau masih muda. Cukup melakukan hubungan semalam dengan perempuan di kerajaan maka kau bisa bebas melewati perbatasan untuk kembali."
Seketika Aksa terkesiap. Yang benar saja ia harus mengorbankan keperjakaannya di tempat ini. Aturan yang sangat aneh sekali. Masalahnya siapa perempuan yang mau dengannya.
"Jangan pikirkan itu sekarang! Pikirkan bagaimana kau bisa menemukan letak penjara bawah tanah dan membebaskan kakekmu!" Seru kakek Monggo memperingatkan. Dan langsung itu di setujui Aksa. Tentu saja, masuk ke wilayah kerajaan saja belum sudah memikirkan cara untuk keluar.
"Baiklah," jawab Aksa menurut.
"Bukankah kau meyakini akan ketampanan dirimu sendiri? Jadi apa yang kau takutkan?" Ucapan tersebut sukses membuat Aksa terkekeh.
"Tapi ingat, Kerajaan sedang berperang melawan pemberontak."
"Pemberontak?"
"Iya. Kau cukup berhati hati saja jangan menunjukkan sikap seperti orang pemberontak. Tapi seperti seorang pejalan kaki."
Aksa mengangguk mengerti.
"Pikirkan sendiri cara untuk masuk ke Kerajaan."
Dan lagi lagi Aksa hanya mengangguk tak melakukan protes apapun.
Perbincangan mereka membuat Aksa melupakan rasa penat sebelumnya. Sampai tanpa sadar sudah mendekati perbatasan hutan Taling yang ia lalui kemarin. Kakek Monggo mengajak Aksa untuk mencari tempat untuk beristirahat malam ini.
Namun sayangnya, Kakek Monggo tak membawa apapun untuk di makan malam ini. Hanya air putih yang tersedia di gentong dekat perbatasan.
"Kau minum Air saja yang banyak. Tak makan semalam tak akan membuatmu mati. Setelah pagi kau bisa mencari kedai yang akan kau temui di jalanan setapak hutan ini." Ucapan kakek Monggo yang kali ini Aksa tak mau menurutinya.
Minum Air putih saja bisa membuatnya kembung. Setelah Aksa memilih tempat duduk, ia mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang yang jelas sama sekali belum pernah di lihat oleh kakek Monggo.
Membuat kakek Monggo penasaran yang langsung mendekatinya.
"Apa itu?" Tanya kakek monggo mendekatkan obornya untuk melihat lebih jelas. Kotak berwarna merah dan di atasnya ada kotak lebih kecil berwarna putih. Namun kosong dan tak ada isinya.
"Ini namanya heatpack kek" jawab Aksa sambil mengeluarkan bungkusan plastik yang terlihat aneh bagi kakek Monggo.
"Untuk apa?"
"Untuk masak. Aku tak bisa kelaparan saat malam hari." Jawab Aksa yang jelas jelas membuat raut muka kakek Monggo tak bisa dibaca.
Aksa mematahkan mie instan dan memasukkan ke dalam box plastik lalu mengisinya dengan air dan juga bumbu. Lalu, sesuai aturan, Aksa memberikan sedikit air pada bungkusan di tengah box yang bentuknya seperti bantalan kecil. Secepatnya Aksa menutup box tersebut menunggunya agar matang.
Di sisi lain, kakek monggo memandang Aksa dengan tatapan tak percaya.
"Apa semua tas kamu berisi alat seperti ini? Ucap kakek Monggo yang akan mengangkat box yang berisi mie tersebut. Seketika meletakkan kembali karena tangannya menyentuh lubang kecil yang mengeluarkan uap panas.
Aksa terkekeh melihat tingkah kakek Monggo. Kalau kakek Monggo hidup di kotanya, pasti akan dikatai dengan sebutan kolot.
"Iya, banyak makanan dan alat untuk memasaknya secara cepat." Jawab Aksa yang tak membuat kakek Monggo tertarik jika itu hanya makanan.
Aksa membuka tutup kotaknya dan ia melihat dengan jelas saat kakek Monggo menikmati aroma mie yang menguat saat ia membuka tutupnya. Aksa membagi mie instan tersebut menjadi dua bagian. Dan meminta kakek Monggo untuk menikmatinya. Untung saja ia menggunakan mie ukuran jumbo, jadi cukup untuk di makan berdua.
Kakek Monggo mengecap rasa aneh di lidahnya, namun ia terus menikmati makanannya. Membuat Aksa tersenyum senang, karena dirinya juga tak merasakan lapar sekarang.
Kakek Monggo juga terlihat puas dengan makanan anehnya.
"Ini enak sekali," ucapan kakek Monggo di angguki Aksa, meskipun Aksa lebih memilih makan di kedai yang beberapa hari yang lalu pernah ia kunjungi.
Dengan perut yang kenyang, Aksa bisa tidur dengan nyenyak dan besok ia akan kembali fresh saat melakukan perjalanan kembali.
Aksa dan kakek Monggo memilih tempat berbatu dan membersihkannya untuk sekedar bersandar dan tidur untuk melepas penat.
Shark ...
Seketika pandangan Aksa yang kantuk seketika berubah menjadi pandangan waspada saat mendengar suara di atas dedaunan kering.
Apa itu? Batinnya, saat ia juga melihat Kakek Monggo bertingkah waspada.