14. Bermalam dalam Tenda

1196 Kata
Aksa bejalan dengan penuh keberanian. Entahlah, memang dia berani atau membuat dirinya seolah olah berani. Ia memasuki semakin dalam hutan tersebut. Di sisi kanan dan kiri, sering ia temui patung dari pahatan batu berbentuk seorang prajurit. Membuatnya was was karena merasa patung tersebut menatapnya. Namun Aksa mulai mengacuhkan ketakutannya. Ia terus berjalan sesuai arah yang di tunjukkan oleh kompas miliknya. Semakin jauh ia semakin dalam, ia merasakan suasana yang lebih mencekam di hutan tersebut. Apa mungkin karena ia berjalan sendirian? Aksa mencoba menarik nafasnya dalam dalam membuat suasana hatinya setenang mungkin. Matahari sudah tak terlihat. Dan hari mulai gelap membuat Aksa semakin mengeratkan gendongan tasnya. Perjalanan seperti ini yang membuat Aksa merasa entahlah. "Ya Tuhan, apa yang gue pikirkan. Mustinya gue gak peduli dengan ketakutan semacam ini." Gumamnya saat mendongak menatap langit abu yang berubah kelam. Hutan di sini tidak terlalu rindang seperti hutan sebelumnya. Ada beberapa tempat yang bisa ia gunakan untuk melihat cahaya bulan. Namun, suasana di hutan ini lebih mencekam daripada hutan Taling. Aksa melihat jam tangan yang kini sudah melingkar dengan keren di tangan kirinya. Baru pukul 18:30. Pertanda kalau waktu malam sudah dimulai. Aksa berhenti sejenak . Ia mengambil botol yang tadi ia isi dengan potongan buah mangga dan memberinya sedikit air. Lalu dengan mudah ia memencet tombol yang bertuliskan blend yang seketika membuat buah tersebut menjadi jus yang smoothies. Aksa menandaskan isi botol tersebut dan kembali menyimpannya di samping tas yang terdapat kantong jaring. Lalu kembali berjalan menelusuri hutan. Ia sudah berniat dan ia tak boleh mundur hanya karena suasana hutan yang belum tentu mengerikan seperti yang ada di benaknya. Aksa bertekad untuk terus berjalan sampai ia lelah barulah beristirahat dan bermalam di hutan. Senter di tangannya adalah benda yang paling membantunya saat ini. Ia berjalan cepat menapaki jalanan setapak yang mustinya ia tahu kalau ada jalan setapak berarti tempat tersebut sering dilalui oleh orang. Pemikiran tersebut membuat ketakutannya mencair. Hei, siapa yang tidak takut ataupun was was saat dirinya berjalan di tengah hutan yang tak dikenal sendirian. Jangankan Aksa Author aja bakalan angkat tangan sebelum masuk hutan. Aksa menemui lagi jalan bercabang di mana di tengah jalan tersebut terdapat pohon besar yang di bawahnya ada obor yang sepertinya baru saja mati. Dan terlihat ada bunga yang melingkari pohon tersebut. Bagaimana Aksa tak bergidik ngeri coba?. Untuk menghilangkan rasa takutnya Aksa bahkan tak mau mendekat pada pohon tersebut dan langsung berjalan melewatinya. Mengambil jalan menuju barat dan terus berjalan agar segera menemukan pohon yang tidak begitu rindang. Aksa tak tau di belahan bumi yang mana dirinya sekarang berpijak. Berada di pulau mana dan di daerah seperti apa. Yang ia tahu hanya ia harus berjalan ke arah barat. Aksa terus berjalan, dan semakin mendekat saat ia melihat ada tempat yang sepertinya tak terlalu rindang. Dan semakin dekat ia berjalan, ia mendengar suara air yang mengalir. Aksa semakin mendekati suara tersebut untuk memastikannya. Dan benar saja. Ada sungai yang cukup besar di depannya. Untunglah sungai tersebut tidaklah curam. Aksa kembali melihat Kompas miliknya dan memastikan kalau arah yang ia lalui benar. Karena sebelumnya, kakek Monggo tak pernah bercerita kalau dirinya kan melewati sungai. "Bukankah kakek Monggo tak berani masuk ke hutan ini?" Aksa kembali bergimam dan kemudian berpikir. Tentu saja kakek Monggo tak memberitahunya kalau akan ada sungai. Karena kakek Monggo juga tal pernah melewati hutan ini kan? Aksa segera mendekati sungai untuk membasuh muka. Hal yang sangat menyegarkan. Aksa mendongak ke sekeliling berniat untuk mendapatkan buah buahan seperti yang ia harapkan. Namun nihil. Memang ada beberapa pohon buah yang hidup di sana. Akan tetapi, pohon itu tak ada buahnya. Entah tidak sedang berbuah atau karena sudah habis di ambil pejalan kaki yang lain. Aksa duduk sejenak di bebatuan besar yang terdapat di tengah sungai. Sungai itu memang cukup lebar, namun dangkal karena terdapat bebatuan kecil dan besar di tengahnya. Menggunakan cahaya Center, ia berharap bisa menemukan tempat yang pas untuk dirinya bermalam. Sekelebat pergerakan ikan di sungai membuat Aksa girang malam ini. Namun sejenak ia memikirkan cara untuk menangkapnya. Masa ia dirinya musti memancing malam malam begini? Aksa menggelengkan kepalanya. Meskipun ia bisa membuat kail pancing, ia tak memiliki umpan untuk menangkap ikan. Aksa berpikir sejenak dan kemudian berencana menggunakan ilmu Amek Unduh yang ia miliki. "Moga aja bisa." Gumam Aksa mendekat ke arah sungai yang ia dapati ada beberapa ekor ikan. Dan hap, ia berhasil menangkap dua ekor ikan tersebut. Aksa segera membawa ikan tersebut ke daratan. Menyebrang sungai dan meletakkan ikan yang masih hidup itu di tanah. Lalu dirasa ia kurang kenyang dengan memakan dua ikan, ia mengambil lagi yang lebih besar dan membuatnya puas dengan 3 ikan di depanya. Aksa mengambil pisau untuk membersihkan ikan tersebut lalu mencucinya kembali. Masih di tepian sungai. Aksa mencoba membuat api untuk membakar ikan tersebut. Namun entah kenapa apinya selaku pasan dan gagal hidup. Sedangkan ranting di dekatnya tak ada yang kering. Aksa mengeluarkan benda dari tas miliknya. Sebuah kompor mini dengan kaleng gas yang akan digunakan untuk memasak. Dirinya sekarang benar benar bersyukur karena tidak sia sia ia membawa kompor tersebut. Aksa kembali lagi ke sungai untuk mencari batu yang sedikit lebih lebar dan setelah menemukanya ia membersihkannya lalu membawa kembali ke pinggiran sungai. Dengan sangat lihai, Aksa membakar batu tersebut di atas kompornya. Sambil menunggu batu itu panas, ia mengeluarkan beberapa kemasan kecil dari plastik yang aksa tau itu adalah bumbu ikan bakar instan. Tinggal mengoleskannya dan ikan lezat akan segera ia santap. Aksa meletakkan ikannya di atas batu yang telah panas karena api kompornya. Membolak-balik dan sesekali memberikan bumbu olesan yang di ratakan dengan rumput yang ditali membentuk kuas. Aksa benar benar sangat puas dengan makan malamnya kini. Aksa melihat sekeliling. Tempatnya sekarang sepertinya aman untuk bermalam. Aksa membuka tasnya lagi, dan mengeluarkan sebuah benda yang terbungkus oleh tas berbahan parasut. Di bagian luar tas terdapat tulisan 'tensile stingray' Aksa mencari dua pohon sejajar yang jaraknya tak lebih dari 2 meter. Lalu memasangkan tali pada batang pohonnya. Satu tali lagi di pasang ke pohon yang lain. Dan sekarang, Aksa sudah cukup tenang untuk tidur malam ini. Aksa sebelumnya telah merogoh sangat dalam uang sakunya intuk membeli tenda yang sekarang ia pasang. Namun, ia tak menyesal karena tenda gantung ini akan sangat berguna baginya. Setelah merapikan bekas memasaknya, Aksa membawa tas dan masuk kedalam tenda yang hanya muat untuk 1 orang dewasa saja itu. Sebenernya sih bisa untuk 2 orang dewasa asal tidur berpelukan. Memikirkan hal tersebut malah membuat Aksa teringat dengan cara keluar dari kerajaan Kambalang. Aksa bisa tidur dengan nyenyak tanpa takut akan ada ular atau serangga mengganggunya. Tidak seperti malam sebelumnya. Ia tidak mengeluarkan tenda tersebut karena ia tak mungkin bermalam berdua di tendanya yang kecil bersama kakek Monggo. Tenda tersebut seperti selongsong kepompong dengan tali di kedua ujungnya yang sangat kuat. Di lengkapi dengan kelambu tang bisa di buka dengan resleting. Jadi membuat tidur Aksa terjaga dari serang atas maupun bawah. Aksa mulai memejamkan matanya, memandang ke atas, pohon pohon rindang yang menghalanginya melihat bintang malam. Lagi lagi ia mulai berpikir tentang keturunan yang harus ditinggalkan. Apa dirinya bisa berbuat seperti itu? Lalu dimana dan dengan siapa agar dirinya bisa. Ah, sebaiknya ia tidur dan berharap esok pagi akan ada jalan keluar untuk menuju kerajaan kambalang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN