Bab 13: Foto Yang Dibawa Siska

1047 Kata
Rendy mengobati luka-lukanya sendiri. Ia bahkan menolak bantuan perawatnya. Sesekali ia tersenyum ke arah cermin ketika mengingat bagaimana Bian menghajar wajahnya dengan penuh amarah. Ia menikmati rasa ketika mempermainkan Bian. Menyenangkan sekali, pikirnya. Ia tak perlu menunggu lama untuk menuntaskan balas dendam atas kematian adik satu-satunya kepada Bian. Ia sudah muak dengan Bian, lelaki itu tak pernah merasa bersalah atas semua hal yang telah dilakukannya. "Masuk." sahut Rendy ketika pintu ruangannya diketuk. Pemuda itu menoleh dan mendapati Siska-sahabat Bulan-tengah berdiri di hadapannya. Ia mengernyitkan dahinya dan buru-buru menuntaskan mengobati luka di wajahnya sebelum berhadapan dengan Siska. Tak pernah Rendy memerhatikan gadis itu dari dekat. Ia sekarang mengenakan terusan sexy berwarna putih selutut dengan lengan berenda warna senada. Rambutnya yang hitam legam dan ikal ia ikat satu dibelakang. Di atas kepalanya ia sematkan bado berwarna putih dan jepit hitam di sisi kirinya. Wajahnya cantik bersih. Matanya sedikit sipit, bentuk wajahnya panjang dengan pipi yang agak berisi. Bibirnya sexy berwarna merah dan agak tebal. Hidungnya runcing dan rapi. Wajahnya seperti artis korea yang melakukan operasi. Semua fisik Siska oke. Mendekati kesempurnaan kecantikan 90% di mata Rendy. Tapi jika dilihat seluruhnya ia hanya 20% di mata Rendy. Gadis licik itu ngapain ke sini? Batin Rendy Rendy menatap mata Siska baik-baik. Mata seorang perempuan tak pernah bisa menipunya. Ia mampu membedakan perempuan-perempuan mana yang tulus dan tidak. Ia mampu membedakan perempuan mana yang rela berkorban atau mengorbankan. Dan ia mampu membedakan perempuan mana yang mampu bertahan dan tidak. Ia juga bisa melihat sisi lain dari cara perempuan tersenyum. Karena mata perempuan tak bisa berbohong. Mata mereka selalu menjadi cerminan pribadi mereka masing-masing. Berlagak seolah tak kenal, Rendy mempersilahkan gadis itu duduk di kursi di hadapannya. Baik Siska atau Rendy sama-sama tak melepaskan pandangan mereka satu sama lain yang saling memandang tajam. Tak butuh waktu lama bagi Siska setelah melayani Reynold di hotel dekat rumah sakit. Ia bergegas menemui Rendy saat bertemu dengan seseorang yang menurutnya akan menarik dalam perhatiannya. Ia sudah bertekad menghancurkan Bulan sehancur-hancurnya, seperti hatinya yang berulang kali patah dan raganya yang sama sekali tak ia cintai karena telah disentuh oleh Reynold. Sejujurnya, Siska merasa jijik untuk melayani nafsu Reynold, tapi ia pun mengakui bahwa ia puas dengan permainan Reynold yang memujanya dan membuatnya berfantasi liar. Reynold mungkin seharusnya sudah cukup baginya sebagai pelampiasan napsu, tapi ia tetap menginginkan Bian, entahlah, rasanya mengambil sesuatu milik Bulan selalu menyenangkan. Dari kecil Siska sudah seperti itu, ia selalu iri pada apa-apa yang dimiliki oleh Bulan. Untuk itu ia selalu disekitar Bulan, mengamati apa yang Bulan miliki dan apa yang ia tak miliki. Semula Siska menyesal atas kematian keluarga Bulan, ia hanya berniat memberi Bulan pelajaran dengan membuatnya mengalami kecelakaan kecil bersama keluarganya, ia ingin Bulan merasakan kecekalaan yang sama yang ia alami kala ia mengetahui Bahwa Bian dan Bulan berciuman di balik tembok sekolah. Ah, dia merasa kesal mengingat kejadian tak menyenangkan itu. Selain kecelakaan parah yang merusak wajahnya hingga ia harus pergi operasi ke Korea, ia tak bisa melupakan pengkhianatan Bulan dan Bian terlepas sejatinya ia sendiri yang merebut Bian dari Bulan sebelumnya, padahal ia yang menjodohkan mereka. Siska tak pernah salah, ia selalu benar, ia tak suka dianggap salah dalam melakukan sesuatu. Setelah mengamati baik-baik Siska, sebagai dokter Rendy tahu bahwa Siska melakukan operasi wajah, Ia jadi ingin tahu kenapa gadis cantik di depannya sampai berani melukai sahabatnya dan membuat keluarga sahabatnya meninggal, tentu ada alasannya kan hingga seseorang berbuat sedemikian kejam meski Rendy tak tahu Siska sejak awal tak berniat membunuh keluarga Bulan dan membuat Bulan buta, ia hanya ingin kecelakaan kecil menimpa Bulan, nyatanya Tuhan berkata lain dalam tragedi itu. Tak ada yang angkat bicara, semua sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga bunyi telepon berdering di sisi Rendy, baru ia tersadar dari lamunannya tentang Siska. Rendy mengangkat gagang telepon itu, berbicara seperlunya hingga ia tak lama menutup panggilan itu. Ia kembali memandang Siska yang mempesona di hadapannya. "Ada apa? Mau periksa?" tanya Rendy. Siska tersenyum tipis mendengar pertanyaan Rendy. Siska mengambil sesuatu di dalam tasnya. Disodorkannya sebuah foto yang terbalik itu di meja Rendy. Rendy dengan tatapan yang tak ia enyahkan sama sekali dari Siska menunggu tangan Siska berhenti dan lepas dari foto yang disodorkan padanya. Firasat Rendy tiba-tiba saja menjadi buruk. Begitupun dengan senyum gadis itu yang terasa aneh.  "Apa ini?" tanya Rendy. Jemarinya sudah gatal ingin  mengambil foto di mejanya yang terbalik itu, tapi ia tetap menjaga harga dirinya agar tak mudah menerima tanpa alasan yang masuk akal dari orang lain. Ia menunggu Siska angkat bicara tapi gadis di depannya itu hanya memberinya senyuman tipis yang tak Rendy suka. Sial! "Buka saja. Kau akan tahu." kata Siska pelan, tenang, dan percaya diri.  Rendy menaikkan satu alisnya. Ia ragu-ragu jika harus menuruti perkataan Siska saat ini. Pernyataan Siska di tangga yang ia dengar membuatnya melongo dan kesal  sampai sekarang.Ia juga tak habis pikir jika gadis cantik di depannya ini bisa melakukan hal mengerikan itu pada sahabatnya sendiri. Rendy mendorong kembali selembar foto yang disodorkan Siska padanya. Ia merasa gengsi jika harus bermain permainan tak menarik itu dengan orang yang notabenenya tak ia kenal. Siska sedikit terkejut dengan sikap angkuh Rendy. Ia tak menyangka lelaki dihadapannya tak mudah ditaklukan. Siska bangkit dari kursinya dan tak berniat mengambil foto di hadapannya. "Jika tak ingin membukanya, buang saja, saya pamit." ucapnya dengan mata dan senyum yang penuh arti. Siska sudah hilang dari ruangannya dan Rendy masih terpaku karena penasaran dengan apa yang tergeletak di mejanya. Jari jemarinya menari di atas meja dengan mata yangv sangat intens memandang barang kecil itu. Ia berniat meraih dan membuangnya tanpa melihantnya. Tapi ia gagal, ia gagal karena rasa penasarannya terlalu tinggi. Akhirnya ia membukanya, dan melihat foto yang nampak di sana. Di luar, Siska berjalan pelan dan elegan. Ia yakin sekali seseorang akan mengejarnya. Ia tersenyum senang memikirkan hal itu. Rendy cukup tercengang lama ketika memandang baik-baik foto di tangannya. Tangannya seketika gemetaran dan matanya memerah. Detik kemudian ia sudah berlari ke luar ruangannya. Siska menghitung mundur ketika ia tersenyum mendengar langkah kaki yang berlari yang semakin lama semakin jelas suara sepatu itu mendekat. Siska berpura-pura tak mendengarkan apa-apa ketika Rendy memanggilnya 'Hey". Ketika sampai di lift ia memencet tombol lift sesegera mungkin... 3 2 1 Tepat ketika hitungannya berakhir dan pintu lift terbuka, lengannya ditarik Rendy kuat-kuar. Rendy menatapnya dengan napas yang ngos-ngosan,  juga raut wajah yang nampak tak percaya. "Lo kenal calon istri gue? Tunangan gue yang hilang?" tanya Rendy dan Siska hanya tersenyum kecut mendengarnya. Hari ini misinya berhasil! Pikir Siska senang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN