Bab. 7 Gelap Mata Karena Harta

1663 Kata
Adira duduk termenung di tempat kerjanya, setelah bertemu dengan orang yang mengawasi kondisi Azura dia merasa sedih. Bagaimana bisa seorang ibu yang mengandung calon pewaris perusahaan terbesar diperlakukan dengan buruk seperti itu? Adira tahu bahwa mereka hanya gila dengan harta tanpa pernah mengetahui apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk hidup lama. Adira tahu jika keluarga Azura bukanlah orang kaya dan orang baik, mereka hanya memanfaatkan Azura dan ibunya, karena itulah dari sisi lain Adira ingin menyelamatkan Azura dan ibunya sebagai rasa terima kasih karena Azura mau menikah dengan cucunya. "Ada apa Nek?" tanya Melvin yang baru saja masuk. "Melvin, besok Nenek akan ikut ke rumah Azura." Melvin terkejut dengan apa yang neneknya katakan karena sebelumnya nenek mengatakan jika kondisinya kurang baik. "Kondisi nenek sudah membaik?" tanya Melvin. "Sudah, rencanakan segala dengan baik kamu sudah mengurus berita itu kan?" tanya Adira dan langsung diangguki oleh Melvin. Melvin tidak ingin semua orang tahu, tapi hal ini menyebar begitu cepat yang dia bisa lakukan hanya menarik berita itu dari berbagai media yang menayangkannya, tapi bisa saja banyak orang yang sudah tahu akan hal itu. Melvin hanya tidak ingin citra keluarganya turun karena masalah ini, walaupun belum dikatakan siapa yang menghamilinya tapi dia tidak ingin anak yang ada di dalam kandungannya merasa terhina dengan segala pemberitaan ini. "Nenek tahu ini ulah siapa?" tanya Melvin. "Iya, lakukan semua persiapan dengan diam. Nenek akan terus mengawasi dan akan bertindak jika sudah keterlaluan," ucap Adira. Melvin mengangguk, dia lalu pamit undur diri karena masih harus mengecek barang yang akan dia bawa besok untuk seserahan, Melvin akan melakukan yang terbaik agar keluarga Azura menerima dirinya. Dia tahu segalanya mungkin akan terlalu berlebihan, apalagi jika bersama dengan neneknya. Banyak bodyguard yang akan ikut dan mereka pasti akan menjadi pusat perhatian. *** Ibu Azura harus tetap bekerja dikala rasa sedih menderanya, mendengar kabar yang cukup membuatnya berdebar membuat Prasasti merasa merana. Siapa yang mau menikah dengan anaknya? apakah anaknya akan menjadi orang tua tunggal? memikirkannya saja sudah cukup membuat Prasasti sedih. Prasasti tidak sengaja menjatuhkan gelas yang dia pegang hingga pada akhirnya gelas tersebut jatuh dan berceceran isinya. Linda yang tahu pun langsung mengambil gelas itu dan melemparkannya pada Prasasti. Semua hal itu terjadi tepat di depan mata Azura, menyedihkan melihat hal yang dia benci di depan matanya begitu. "Kau itu memang wanita sialan, melahirkan anak saja sama-sama membuat malu. Kenapa kau tidak bisa melahirkan anak yang baik? sampai sekarang saja dia belum menikah! siapa yang mau dengan dirinya yang bahkan hamil tidak tahu siapa lelaki yang menghamilinya?" ujar Linda dengan keras. Azura tahu, neneknya tidak akan peduli dengan siapa yang menikah dengannya. Dia hanya peduli dengan uang lamaran yang mungkin di dapat ketika Azura di lamar oleh lelaki lain. Azura merasa sedih, di saat cucu lainnya dia manjakan dan pedulikan kini hal buruk datang padanya. "Tidak usah kamu dengarkan," ucap Prasasti. Bagaimanapun Azura, dia hamil atau tidak wanita ini tetaplah anaknya. Prasasti akan menerima semua itu dan menguatkan anaknya, dia tidak ingin jika anaknya lupa diri dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. "Ibu," lirih Azura yang rasanya tidak sanggup lagi berada di rumah ini. "Kamu harus tahan, besok kembali saja ke kota. Kamu lebih tenang disana," ucap Prasasti. "Aku ingin ibu menemaniku," ucap Azura memohon. Azura tidak ingin ibunya berada di neraka dunia ini, banyak hal yang harus ibunya tahu jika dunia luar sangat menarik dan akan membuat ibunya bahagia. Tapi melihat ibunya yang benar-benar tidak ingin pergi membuat dirinya merasa kecewa, Azura merasa gagal melindungi ibunya. "Azura, ibu tidak bisa." Prasasti menolak. "Nenek sudah mengusir ibu, kata-kata nenek sangat menyakitkan apakah ibu tidak sakit hati? lihatlah ayah, dia bahkan tidak mempedulikan ibu sakit hati atau tidak dengan apa yang dikatakan oleh nenek." Azura kembali menangis dan memohon agar ibunya mau untuk pergi bersamanya. "Azura," lirih Prasasti yang kembali menangis memeluk anaknya. Claudia melihat drama anak dan ibu yang menangis di dapur, dia merasa jengah dengan dua orang ini hingga akhirnya dia memanggil neneknya agar dua orang ini tidak banyak ber-drama dan membuat acaranya besok gagal. "Nenek lihatlah, dua orang ini banyak tingkah. Aku tidak ingin acara lamaran ku besok gagal!" Teriak Claudia marah. Linda datang dan memukul kedua orang yang saling berpelukan, dia juga kesal melihat dua orang ini yang banyak menangis dan tidak melakukan segala pekerjaan dengan lebih cepat. "Jika acara Claudia besok gagal, pergi saja kalian dari rumah ini." Maki Linda pada Azura dan Prasasti. "Ayah," lirih Azura memanggil ayahnya yang hanya sebagai penonton tiap kali ada hal yang terjadi. Ayahnya hanya akan diam dan pergi dari sini, dia tidak mendengar panggilan Azura yang sudah merintih karena rasa sakit yang dia rasakan. Neneknya berkali-kali memukul tubuhnya, dia bahkan tidak tahu berapa banyak memar yang ada di tubuhnya ini. Azura seketika merasa takut, bagaimana jika sesuatu terjadi pada anaknya? Azura pasti akan binasa jika pewaris keluarga Abraham meninggal akibat siksaan dari neneknya. "Ibu, bayiku..." Azura panik karena takut terjadi sesuatu pada anaknya. "Perutmu ada yang sakit?" tanya Prasasti. Azura menggelengkan kepalanya, hanya tubuhnya yang terasa remuk tetapi perutnya tidak terasa sakit sama sekali. Azura hanya bisa berdoa semoga anaknya kuat, dia tidak akan tumbang begitu saja karena neneknya. "Hahaha, wanita tidak tahu diri. Sudah tahu hamil masih saja berharap pada orang lain," ucap Claudia lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Azura kembali meminta maaf pada ibunya, dia benar-benar bersalah karena tidak menjaga dirinya dengan baik. Azura tahu hal ini mungkin akan membuat ibunya kecewa tetapi nasi sudah menjadi bubur, Azura tidak bisa melakukan apapun selain ikhlas menerima semua yang terjadi dengan hati yang lapang. "Jangan dengarkan dia, Ibu tahu hari sial tidak ada di kalender. Tidak ada wanita yang ingin mengalami hal ini, termasuk kamu." Prasasti menangis memeluk anaknya, disini dia yang paling bersalah karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik. "Ibu harus mempertimbangkan apa yang Azura inginkan," pinta Azura pada Prasasti. "Iya, Ibu akan mempertimbangkan semuanya dengan sangat baik." Prasasti berjanji pada anaknya. "Azura akan meninggalkan uang dan alamat Azura, ibu langsung kesana saja ketika semua orang tertidur lelap. Jangan bertahan di tempat yang bahkan ibu tidak di hargai sama sekali," ucapan Azura benar-benar membuat ibunya semakin sedih. Memang berpuluh tahun dia mengabdi pada suami dan mertuanya tetapi yang dia dapatkan hal sebaliknya, dia tidak dihargai dan hanya diperlakukan dengan tidak baik. Prasasti merasa jika segalanya yang dia perjuangkan tidak ada artinya, terlebih suaminya selalu diam dan menurut pada ibunya. "Ibu akan menemanimu, tunggu ibu." *** Pukul tiga dini hari, Prasasti dan Azura sudah terbangun untuk bergegas menyiapkan segalanya yang di butuhkan untuk acara lamaran pagi ini. Sudah tahu jika acara dilangsungkan pagi tetapi orang tua Claudia dan neneknya bahkan tidak ada yang keluar untuk membantu, semuanya seakan diam dan memasrahkan semuanya pada Azura dan Ibunya. "Kebangetan memang," ucap Azura. "Sabar, kamu tahu kan jika mereka memang seperti itu." Prasasti tidak terkejut dengan tingkah mereka yang seperti itu. Prasasti tahu dia hanya dimanfaatkan tapi dia masih bertahan demi suami dan anaknya, tetapi jika memikirkan hal ini lagi dia juga lelah jika harus dihadapkan dengan sikap mertua dan suaminya yang terus saja membuatnya tidak terlihat ada. Prasasti terus bertanya pada dirinya apa yang membuatnya diperlakukan seperti ini, dia juga tidak pernah melakukan hal buruk tapi sikap mereka tidak pernah berubah sedikitpun padanya. Lantas untuk apa suaminya menikahinya? dia hanya dijadikan sebagai wanita pajangan yang terus tersakiti dengan tingkah orang rumah yang tidak tahu aturan. Pukul 08.00 Suara petasan menyambut kedatangan calon besan dari Claudia, Azura dan ibunya masih berpakaian lusuh karena sejak dini hari berkutat dengan masakan di dapur. Banyak tamu yang datang dan membuat Azura lelah menyiapkan makan dan minuman untuk mereka, Azura seharusnya tidak boleh melakukan segalanya yang membuatnya kelelahan karena dokter pun masih meminta dirinya untuk istirahat lebih banyak. "Cepat layani tamu itu, kerjamu lelet tidak pecus!" Maki ibu dari Claudia. "Ini juga sedang di siapkan," ucap Azura. "Tidak usah membantah, dasar Babu!" Ujar Ibu Claudia lalu pergi ke depan menemui tamu. Azura merasa teriris hatinya, dia tahu bahwa dia tidak akan merasa nyaman berada di sini. Dia hanya akan menerima banyak tekanan jika terus berada di tempat yang tidak tepat, semua yang terjadi akan berdampak dengan kesehatan anak yang ada di dalam kandungannya. Semua tamu sudah berada di dalam rumah, Ayah Sigit yang senantiasa menjadi penghubung anaknya melamar Claudia mulai berbicara. Dia mengatakan maksud dan tujuannya serta mengatakan akan melamar Claudia dengan seserahan dan uang mahar sebesar 30 juta, Linda terkejut dan turut bahagia karena cucunya mendapatkan lelaki kaya yang bahkan melebihi Rangga, pacar dari Azura. "Rangga pun tidak akan sanggup memberikan uang Mahar sebanyak itu. Apalagi kau hamil entah anak siapa saat ini," ucap Linda mencemooh Azura di saat banyak tamu di sini. Hati Azura sakit mendengar hal ini, neneknya selalu mengatakan apa yang ingin dia katakan tanpa pernah mengerti situasi dan kondisi yang ada di sekitar. "Mana mungkin dia mendapat mahar sebesar ini, mimpi saja." Bisik Ibu Claudia pada mertuanya. Azura tetap diam dan tenang, biarlah orang ini akan terus mengatakan hal yang tidak benar, mereka tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi jika tidak langsung melihat di depan matanya sendiri. "Linda, Linda, keluargamu sangat beruntung memiliki calon menantu kaya raya." Ujar Pak Kepala Desa yang datang ke rumah keluarga Azura. "Tumben sekali anda kesini," ucap Linda. "Keluargamu sangat beruntung mendapatkan calon menantu kaya raya," ucap Pak kepala desa mengulangi perkataannya. "Ya Claudia sangat beruntung Sigit melamarnya, dia bahkan memberikan mahar tiga puluh juta nantinya," ucap Linda sombong. Kepala Desa pun menggelengkan kepalanya, bukan Claudia maksud dari perkataannya. Semua berawal dari seseorang yang bertanya di mana rumah keluarga Azura dan kepala desa tidak sengaja melihat barang seserahan yang mereka bawa, terlebih banyak mobil mewah yang mengikutinya. Kepala desa sangat terkejut dan langsung lari menuju rumah Linda. "Bukan dia, tapi Azura." ucap Kepala desa membuat Linda terkejut. Linda dan yang lain langsung keluar rumah dan melihat siapa yang datang, mata Linda hampir saja keluar karena terlalu melotot melihat siapa yang datang, bagaimana mungkin ada banyak orang datang dengan mobil mewah yang bahkan hanya bisa dilihat Linda dari balik layar televisi. "Aku ingin melamar Azura,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN