Sikap yang disesali

759 Kata
Lander tanpa sengaja mendengarkan pembicaraan pelatihnya dengan seorang panitia acara turnamen tersebut. Bagaimana pelatihnya ditekan untuk mengganti pemain dalam timnya, karena ada protes dari para pendukung, kalau salah seorang anggota Tim tidak bermain dengan baik, bahkan sering dikatakan bermain curang. Lander tidak mencoba melanjutkan langkahnya, untuk bergabung dalam pembicaraan. Tapi dia jadi merasa dalam mood yang buruk. Artinya selama permainan, mau itu menang atau kalah, hasil kerja keras semua anggota Tim diabaikan dan hanya akan diremehkan. Saat berjalan kembali menuju ke timnya yang sedang istirahat, Lander tanpa sengaja melihat Zoya yang berjalan dari arah pintu masuk, membawa kopi di tangannya. Dia tidak melihat keberadaan Raksa di sekitar gadis itu, tapi mungkin menunggu di tempat lain. Meskipun mengenakan kacamata dan rambut yang dikepang dua, tapi yang dia ingat malah foto Zoya yang berada dalam acara fashion show kemarin. Dia tidak berniat bicara dengannya, meskipun dia pikir mungkin gadis itu hendak menghampirinya. Lander berbalik badan, dia menghitung dalam langkah pelan, yakin Zoya akan memanggil namanya. Bahkan sebelum hitungannya selesai, gadis itu sudah memangilnya. Mana yang katanya tidak menyukainya lagi? Tapi diam-diam masih menontonnya bertanding. Lander berbalik lagi untuk melihat gadis itu. Menunjukkan sikap malas. "Kenapa gak denger dari tadi sih, orang dipanggilin juga!" Zoya mengomel, dia sudah memanggil Lander, sejak pertama melihatnya. Dia yakin Lander melihatnya juga dan mendengar panggilannya. Tapi seperti disengaja, laki-laki itu tidak mengabaikannya. "Kenapa?" Lander bertanya malas. Padahal dia merasa senang, gadis itu memanggilnya. "Temen Lo yang tadi kena peringatan dari wasit, dia minta gue nyerahin ini ke Lo!" Zoya sebenarnya tidak mau melakukannya, tapi temannya Lander itu terlihat buru-buru dan agak panik. Jadi dia mau menolongnya memberikan kertas itu pada Lander. Lander melihat tulisan dari kertas yang diberikan Zoya. Rahangnya mengeras, dia benar-benar marah. Bagaimana mungkin mengundurkan diri dari pertandingan disaat seperti ini, karena bisa dibilang kemampuan mengoper bolanya sangat bagus. Meskipun dia tahu teman di timnya itu melakukan kecerobohan saat di beberapa pertandingan, hingga menyebabkan lawan cidera. Tapi bukan berarti bisa mundur begitu saja dalam pertandingan. Anggota cadangan tidak akan bisa dimainkan dalam full pertandingan terakhir. Karena lawannya juga cukup kuat. "Dimana dia?" Lander hendak berjalan keluar mencari keberadaannya. "Tunggu! Dia tidak mau berjuang bersama yang lain, kenapa masih ingin memintanya!" Zoya menghentikan laki-laki itu. Dia juga sudah melihat tulisan pada kertas sebelum memberikan pada Lander. Lander mendorong Zoya agar menyingkir dari jalannya, tapi gadis itu gigih untuk menghalangi langkahnya. "Mau Lo apa sih? Minggir gak!" Zoya cemberut kesal, karena dibentak oleh Lander. Laki-laki itu tidak bisa bersikap lembut padanya. "Kalian bisa menang tanpa dia. Jangan buang-buang waktu untuk membujuknya!" "b******k, jangan halangi gue Zoya!" Lander mendorong Zoya keras, hingga gadis itu terhuyung ke belakang. Dia sendiri agak kaget, hendak memegangnya, saat sudah ada tangan lain yang menahannya. Raksa menanyakan keadaan Zoya. Beruntung dia datang tepat waktu, atau mungkin sekerang Zoya sudah terjatuh ke lantai yang kotor. "Lo bisa lembut sedikit gak sih? Dia cuma percaya kalau Tim Lo itu bagus tanpa orang itu. Permainannya juga sekarang sudah bisa terbaca. Lo juga pasti sadar itu!" Zoya mendongakkan kepalanya, manatap wajah Raksa dengan mata menyipit. Dia tidak pernah ada mengatakan tentang kepercayaan. Meskipun dia memiliki ingatan Lander akan memenangkan pertandingan dengan tanpa anggota tim yang ingin keluar itu. Tapi bagaimana Raksa bisa mengatakannya pada Lander seyakin itu. Padahal dia tidak menceritakannya. Berbalik pergi, Lander tidak ingin bicara lagi. Dia hendak membicarakan masalah ini dengan timnya, kemudian dengan pelatihnya. Zoya memandangi punggung itu yang mulai menjauh pergi. Hingga terdengar suara Raksa di dekat telinganya. "Ayo, gue mau balik aja!" "Lo gak mau liat sampai final?" Zoya pikir Raksa seharusnya menonton saja, karena sudah sejak awal menonton. Menggeleng, Raksa menggenggam tangan Zoya dan mengajaknya pergi dari sana. "Bagaimana jika kita beli es krim dalam perjalanan pulang?" "Gue mau, tapi besok gue ada pemotretan!" Zoya mengikuti langkah kaki Raksa yang terus menariknya menuju ke mobilnya. "Oh, kalau begitu ayo berkeliling!" ajak Raksa menunjukkan senyumnya. Raksa agak merasa terluka melihat Lander mendorong Zoya seperti tadi. Meskipun bukan berniat melakukannya dengan sengaja, tetap saja membuatnya marah. Dia langsung tidak mood untuk melihat pertandingannya, menang atau kalah, dia tidak peduli. Baginya, wanita di sampingnya adalah yang terpenting. — Di lapangan, Lander merasa menyesal atas sikapnya tadi. Karena dia tidak mau ada yang kurang dalam rencananya, dia malah melampiaskan pada gadis itu tadi. Tidak dengan sengaja, tapi dia sadar dirinya terlalu kasar. Membuat moodnya semakin memburuk. Bahkan sebelum memulai pertandingan, semua anggota timnya tahu untuk tidak mengajaknya bicara lagi. Mereka tahu dia sedang kesal. Hanya saja mereka tidak tahu, bukan hanya karena ada anggota Tim yang tiba-tiba mengundurkan diri, kemarahan Lander kompleks! _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN