Aku tidak berbohong

1411 Kata
Alam melihat seseorang masuk ke ruangan Raksa, saat dia baru selesai memeriksa pasien dari ruangan lain. Tapi dari samping, dia seperti mengenali laki-laki yang baru saja masuk tadi.  "Kau tahu siapa yang baru saja masuk tadi?" tanyanya pada perawat yang terlihat berpapasan dengan laki-laki itu tadi dan mereka terlihat sempat berbicara.  "Beliau kenalan dokter Luna, dia menanyakan tentang ruangan rawat pasien Jonial Raksa!" perawat itu menjawab, dia agak takut, karena membiarkan orang berkunjung ke ruangan rawat Raksa tanpa bertanya dulu pada dokter Alam.  "Dokter Luna? Dokter bedah kita?" Alam jadi penasaran urusan apa yang membuat kenalan dokter Luna menemui pasiennya.  Perawat itu bertukar pandangan dengan perawat lain yang mengikuti dokter Alam memeriksa pasien. "Iya dokter!"  Alam menghembuskan napas berat. Dia berharap tidak ada masalah yang terjadi. "Jika terjadi sesuatu, beritahu aku!"  Melanjutkan langkahnya, Alam menggelengkan kepalanya. Dia tidak seharusnya berpikir terlalu jauh. Meskipun sebenarnya terlalu aneh, kenapa juga kenalan dokter Luna menemui Raksa? Sebagai dokter yang merawatnya selama dua tahun, dia hapal dengan semua kerabat Raksa atau teman. Sebenarnya Raksa tidak memiliki teman dari luar, selain mantan pasien dari rumah sakit ini.  "Beritahu dokter Fikar untuk memeriksa kondisi Raksa setelah makan siang nanti!" ujarnya pada perawat, agar memberitahukan perintahnya. Karena setelah ini dia ada rapat dengan dokter lainnya tentang kondisi pasien.  "Baik, Dok!"  — Di ruangannya, Raksa cukup lama memperhatikan sosok laki-laki dewasa di depannya. Jujur saja, sangat berbeda dari Lander yang di mimpinya. Wajah serius, terlihat galak, dan arogan. Meskipun Lander memang sudah ambisius dan arogan sejak muda, tapi diingatannya tidak seperti yang ada di hadapannya sekarang ini. Dia sedikit merasa takut oleh auranya.  "Kau bocah yang menggambarku?" Lander bertanya setelah memperhatikan remaja laki-laki yang malah terus menatapnya.  "Aku bukan bocah, paman!" Raksa kaget dengan ucapannya barusan. Matanya bahkan melebar setelah sadar akan panggilannya pada Lander barusan.  Berbeda dengan dokter Alam yang memang galak, tapi masih memiliki sisi manis. Sedangkan saat dia melihat Lander, sosoknya yang mengintimidasi membuatnya merasa ada jarak usia yang cukup jauh. Meskipun memang cukup jauh, dua belas tahun adalah jarak yang lumayan. Tapi rasanya sangat tidak sopan dia memanggil pria lajang dengan sebutan itu.  "Jawab saja pertanyaanku!" Lander tidak terlalu peduli dengan panggilan remaja itu padanya, karena tujuannya datang adalah karena gambar yang dikirimkan Luna beberapa waktu lalu.  Hanya sedikit orang yang tahu dia dulunya kapten basket, yah hanya teman-temannya yang tahu dan gambaran sketsa yang didapatkan waktu itu membuatnya terkejut, karena seperti dia sedang melihat potretnya di masa lalu. Bagaimana mungkin ada orang yang tidak pernah dikenalnya, tapi bisa menggambarkan dirinya dengan begitu tepat.  Raksa menelan ludahnya. Di mimpinya, bahkan dia bisa menatap tajam pada laki-laki itu agar tidak mendekati Zoya jika niatnya adalah menyakitinya. Tapi sekarang, dia cukup tegang berada di bawah tatapan sosok laki-laki dewasa itu.  "Aku ingin tahu keberadaan seseorang, aku akan menjawab jika kamu berjanji akan membawaku menemuinya!"  Raksa tidak tahu apakah Lander tahu tentang keberadaan Zoya atau tidak. Tapi setidaknya Lander adalah orang yang dulunya cukup dekat dengan Zoya kerena suatu keadaan. Bukan hanya teman sekelas seperti dokter Alam. Jadi pasti setidaknya Lander bisa memberitahunya tentang Zoya, atau bisa juga mungkin Tisa.  Lander menyeringai mendengar ucapan remaja itu. Dia sekarang cukup dibuat kesal. "Waktuku tidak banyak, jadi berhenti bicara omong kosong, katakan saja bagaimana kamu bisa menggambarku? Kita tidak saling kenal sebelumnya bahkan saat ini!"  Raksa pikir ini akan mudah, tapi ternyata Lander orang yang sulit dihadapi. Sangat malang jika dokter Luna jadi menikah dengan orang seperti itu. Untung saja Zoya di dalam mimpinya juga tidak memiliki hubungan dengannya.  "Janji dulu. Aku juga akan menunjukkan gambar sketsa lain dari orang yang ingin aku temui!" Raksa menunggu Lander menyetujui keadaan yang dimintanya. Karena hanya Lander harapannya.  "Hem, aku akan setuju jika kamu menjelaskan lebih dulu!" Lander adalah orang yang tidak mau mengalami kerugian.  Raksa menghela napas pasrah. Dia tidak bisa bernegosiasi dengan orang itu. Setidaknya dia harus memiliki hal yang layak untuk membuatnya setuju. Benar-benar sangat kaku, dia seperti sedang berbisnis. Jika gagal menarik perhatiannya, maka bisnisnya akan hancur.  "Aku menggambar sosok yang aku lihat di mimpiku. Laki-laki ini adalah kapten tim basket, dia sangat cerdas, bahkan terpintar di sekolahnya!" Raksa kembali menunjukkan sketsa dari Lander sang kapten basket.  Lander mengernyitkan keningnya, karena dari penjelasan remaja itu, laki-laki yang digambarkan adalah dirinya di masa lalu. Dan ketika melihat gambarnya secara langsung, dia seperti dibawa menuju ke masa lalu. Akan tetapi, tentu sulit baginya percaya, remaja itu melihat sosoknya di dalam mimpinya. Mungkinkah hanya mirip saja? Karena seharusnya mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.  "Bagaimana mungkin kamu yakin ini aku?" Lander menunjukkan sketsa itu pada Raksa. Dan mendekatkan ke wajahnya. Karena karakter yang tergambar di buku itu adalah Lander di masa lalu. Masih penuh dengan semangat muda.  Raksa tersenyum, dia yakin Lander mulai terpengaruh dan penasaran. Meskipun dari ucapannya menunjukkan laki-laki itu tidak mempercayainya.  "Mudah saja, karena aku bukan hanya melihatmu di mimpiku sekali. Aku juga mengagumi caramu bermain basket, memimpin timmu untuk menuju kemenangan. Aku melihatmu dan timmu bermain sampai babak final. Aku melihatnya, meskipun kamu yang ada di hadapanku berbeda, tapi aku yakin yang ada di mimpiku itu juga kamu!" Raksa menyunggingkan ujung bibirnya, dia tidak mungkin salah mengenali orang, yang dia lihat beberapa kali dalam mimpi.  Lander sekarang mengeraskan rahangnya. Karena yang dikatakan anak itu memang seperti dirinya di masa lalu. Bagaimana remaja itu mengetahuinya? "Dalam mimpi? Kenapa aku? Kenapa kamu memimpikanku?"  Raksa menggaruk belakang kepalanya. Dia bukannya sengaja ingin memimpikannya, tapi ucapan Lander menunjukkan seolah-olah laki-laki itu adalah tokoh utama dalam mimpinya.  "Takdir, aku pikir itu adalah takdir paman. Tapi bukan kamu yang menjadi tokoh utamanya. Seorang gadis cantik bernama Zoe Pyralis adalah tokoh utamanya. Kamu pasti mengenalnya. Kalian beberapa kali terlihat dekat, kamu juga beberapa kali datang ke rumahnya!" Raksa agak bersemangat saat bercerita, karena ini pertama kalinya dia menceritakan tentang Zoya pada orang lain. Bahkan dia merasa sangat bahagia berkesempatan melihat sosoknya, meskipun hanya dalam mimpi. Lander menyeringai. Dia bahkan hampir tertawa. Ternyata anak itu adalah pendongeng andal. "Zoya? Apa yang kau bicarakan adalah Zoya yang mengejarku seperti penguntit? Kamu sepertinya sudah mendengar tentangku atau tentang dia dari seseorang, dan mulai menghayal. Katakan, kau juga menggambar ini dari foto yang kau dapatkan dari orang itu, bukan?"  Raksa tahu ini tidak mudah, tapi dia sangat kecewa Lander berbicara seperti itu. Dia bukan pembohong, dia tidak pernah berbohong pada orang. Setidaknya tidak mungkin berbohong tentang hal besar seperti itu.  "Dan satu hal lagi, sayangnya kau mendengar cerita yang salah. Aku tidak pernah datang ke rumah wanita itu. Bahkan aku sangat muak melihatnya terus menguntit dan cari perhatian padaku. Bagaimana mungkin aku akan datang ke rumahnya? Itu tidak mungkin!" Lander akhirnya menemukan celah dari dongeng anak remaja itu. Dia juga dapat merasa lega, ternyata ini hanya sebuah permainan anak-anak.  Raksa menipiskan bibirnya, dia menahan untuk mengungkapkan kemarahannya. Beraninya laki-laki itu menghina kakaknya. Betapa kasarnya laki-laki itu, lebih parah dari sosok Lander di mimpinya. Tapi bagaimana mungkin dia salah? Jelas-jelas dia melihat Lander memang beberapa kali datang ke rumah keluarga Pyralis. Lalu, apakah mimpinya yang salah. Apakah tidak sinkron dengan kenyataan yang sebenarnya?  Napasnya naik turun, Raksa bangkit dari tempat tidur dan merebut buku sketsanya dari tangan laki-laki arogan itu. Sungguh, dia merasa sangat sakit hati dengan ucapannya barusan, jika dia saja merasa sakit, bagaimana jika Zoya mendengarnya. Zoya pasti akan sedih.  "Kamu tidak berhak menghinanya. Dan jika kamu tidak percaya padaku, tidak masalah. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya aku impikan tentang kalian. Jika mimpiku berbeda, bukan berarti aku berbohong. Dan lihat ini!" Raksa membuka lembaran dimana dia menggambar sketsa Zoya di sana.  Sosok Zoya yang begitu cantik sedang pole dance. Raksa cukup sering ikut Zoya olahraga di kamarnya, jadi ada dimana dia merasa takjub dengan teknik sempurna yang Zoya lakukan saat pole dance. Seperti seorang peri. "Paman bisa percaya atau tidak, tapi seumur hidupku, aku belum pernah bertemu dengannya di dunia nyata. Akan tetapi, aku bertemu dengannya dalam mimpi. Jangan berani bicara buruk tentangnya! Kamu tidak pantas untuk berkomentar seperti itu!"  Terlampau marah, Raksa bahkan hampir terisak saat mengatakan semua itu pada Lander. Dia kemudian menutup buku sketsanya. Berjalan menuju pintu ruangannya, menyuruh laki-laki itu segera keluar dari ruangannya tanpa kata.  Tidak masalah jika Lander tidak bisa membantunya menemukan Zoya. Karena dia pasti akan menemukannya. Dia tidak akan berhenti, sampai diakhir napasnya. Lander agak terkejut melihat ledakan emosi dari remaja itu. Berjalan keluar dari ruangan, dia sempat bertatapan dengan mata remaja itu. Remaja itu memiliki mata berkaca-kaca yang menatapnya tajam. Berjalan dengan perasaan aneh, dia bahkan kembali menoleh pada pintu yang telah tertutup rapat. Apakah remaja itu memang tidak berbohong? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN