Chapter 4
Gairah & Kecerobohan
"Dinner? Malam ini?" tanya Amanda tak percaya, "maaf aku tidak bisa."
Dan ruangan menjadi hening karena Amanda sudah memutuskan panggilan itu secara sepihak tanpa perlu mendengar apa lagi yang dikatakan oleh Edward.
"Maaf, aku berisik ya?" tanya Amanda merasa tak enak. Apalagi tatapan Austin yang seakan mengulitinya. Austin memang marah. Tapi bukan karena suara berisik itu. Tapi Austin marah karena merasa terganggu Amanda berbincang dengan teman prianya. Ada rasa tidak suka di hatinya saat itu. Entah apa yang Austin pikirkan saat ini. Yang dia tahu kini rasa sesak di d**a dirasakannya, hanya karena mendengar ada seorang lelaki menghubungi Amanda. Harusnya dia tak peduli kan?
Austin tak mengerti dengan kemarahan yang kini dia rasakan. Kenapa?
Mereka bahkan baru kali ini bertemu. Bahkan pertemuan itu bukanlah pertemuan yang baik. Mereka bertemu karena sebuah kecelakaan yang membuat mereka terkait satu sama lain.
***
Mereka berdua sekarang tiba di apartemen Austin. Sepanjang perjalanan tadi keduanya hanya diam membisu. Keduanya larut dengan pikiran mereka sendiri. Tak ada yang memulai pembicaraan hingga keduanya tiba di apartemen Austin
Amanda langsung duduk di sofa tanpa disuruh, entah kenapa dia merasa nyaman di sini, berasa di rumah sendiri. Padahal mereka baru bertemu lagi hari ini. Tapi mereka merasa sudah saling mengenal lama. Entahlah ....
Setidaknya saat ini hanya dia yang menyadari kalau sebelumnya sudah mengenal lelaki itu. Bukan hanya sekedar mengenal. Diam-diam Amanda menaruh hati akan sosok tampan di depannya kini. Berdeda dengan Austin, lelaki itu sepertinya tidak mengingatnya. Sebersit rasa sedih merambati perasaan Amanda.
"Mau minum apa?" tanya Austin sambil membuka jasnya, dan meletakkannya di punggung kursi
"Apa saja," sahut Amanda pelan sambil membuka aplikasi Game di hpnya tak menghiraukan Austin yang bergerak ke arah dapur. Tapi setelah Austin berlalu, dia menekan tangannya ke arah d**a kirinya. Menepuk-nepuk di sana. Gemuruhnya belum berhenti.
Amanda mendesah lega. Entah berapa lama dia menahan nafas? Saat berdekatan dengan Austin pasokan udara seakan menipis.
Ternyata keacuhan Amanda hanya kedok untuk menutupi rasa yang bergemuruh di dadanya.
Jantung kurang ajar, gerutunya dalam hati. Amanda melirik ke arah dapur yang tidak terhalang apa pun membuatnya dengan bebas memandang punggung kekar itu.
Tangan Amanda terkepal di atas pangkuannya, saling meremas. Menahan tangannya untuk membelai punggung itu, seperti apa rasanya bersandar di punggung itu? Seperti apa rasanya bersandar di punggung tegap itu sembari ....
Memeluknya dari belakang,
Mengendusi aroma tubuhnya.
Menggerakkan jemari lentiknya di sekujur tubuh kekar itu ....
Stop it Amanda!!! Peringatnya pada pikirannya yang m***m. Berulang kali Amanda menggeleng-gelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran m***m yang memasuki pikiran polosnya.
Oh ... pikiran kotor, jiwa yang jahat. Tidak! Tidak! Lelaki itu sudah punya kekasih.
Hush! Hush! Pergi sana pikiran kotor! Jiwa m***m!! Aishhh
Stop !! Dia memukuli kepalanya berkali-kali.
"Kau tidak apa-apa? Apa kau pusing, butuh sesuatu ... Obat mungkin?" tanya Austin yang tiba-tiba mengejutkan Amanda yang dalam keadaan paling memalukan, aishhh dasar!!
Kepalang tanggung dari pada malu dia mengernyit seakan kesakitan sambil menekan-nekan pelipisnya dengan tiga jarinya pelan. Giginya menggigit bibir bawahnya sambil mendesis. Seakan kepalanya sudah terbelah saja. Dasar lebay!
Austin menatapnya khawatir, tanpa disadarinya tangannya memijit pelipis Amanda lembut.
Mata mereka saling mengunci, karena gugup dengan kedekatannya dengan Austin membuat penyakit gugupnya muncul tangan Amanda jadi tak terkendali, dia menyenggol gelas berisi teh panas. Dan membasahi paha kanan Austin.
"s**t, kau membakarku sialan," kata-kata kasar keluar dari mulut Austin.
"Maaf, maaf aku tidak sengaja," kata Amanda penuh penyesalan, secara refleks tangannya mengambil tisu yang ada di atas meja, tapi karena tangannya yang gemetar dia menyenggol vas bunga, dan kekacauan yang terjadi.
Austin sampai kehilangan kata-katanya, mengapa gadis cantik di depannya berubah menjadi gadis ceroboh. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak berjalan dengan baik.
Vas bunga itu sudah tidak berbentuk lagi, sudah menjadi serpihan kaca yang berserakan di lantai.
‘Lihat kekacauan yang kau lakukan Amanda’, rutuk batin Amanda. Oh dia sudah mengacaukan suasana yang manis tadi.
Karena kecerobohannya ini siapa pun mana ada yang betah dengannya, desis Amanda dalam hati.
Amanda berdiri mau memunguti pecahan kaca tadi, tapi ditahan oleh Austin, lelaki itu menarik tangan Amanda kasar dan menghentaknya ke arah sofa.
"Beraninya kau merusak Vas kesukaan Angel, kau--" Austin tak sanggup meneruskan ucapannya karena menatap mata Amanda yang terluka karena bentakannya.
Untuk pertama kalinya dia tidak bisa memarahi orang yang menyentuh barang Angel, padahal gadis ceroboh di depannya ini tidak hanya menyentuh tapi juga menghancurkannya tanpa sisa.
Kenangan Angel.
Harusnya dia marah!
Harusnya dia tidak berhenti mengumpat!
Entah menguap kemana kemarahannya tadi, saat melihat kesedihan dan tatapan terluka gadis itu membuatnya ingin berjalan mendekat dan memeluknya untuk membisikkan kata maaf.
Tapi itu hanya sebatas bayangannya saja, dia hanya mampu mematung.
"Saya sebaiknya pulang saja tuan, biar saya urus sendiri mobil saya," kata Amanda lirih, "emm untuk vasnya saya minta maaf, saya tidak bisa mengganti kenangan Anda. Tapi saya akan mengganti vas bunganya."
Amanda beranjak ke arah pintu apartemen, menunduk sedikit. Sebagai tanda hormat.
"Sekali lagi saya mohon maaf, selamat tinggal tuan," salam perpisahan Amanda membuat ada ruang kosong di hati Austin.
Dia mengepalkan tangannya erat, sampai buku-buku tangannya tercetak dengan jelas. Menahan hasratnya untuk mencegah Amanda. Tangannya terkepal karena dia berusaha keras menahan keinginannya untuk mendekap tubuh itu menahannya untuk pergi.
"Yah ... Pergilah,” sahut Austin akhirnya. Menyisakan dirinya dalam kesendirian, lagi ....
Dan kini karena egonya semata.
**
Amanda berjalan dengan malas memasuki apartemennya. Perasaannya masih terluka dengan sikap Austin. Bodoh! Itu karena kau ceroboh! Wajar saja Austin marah karena kau merusak Vas kesukaan wanita yang dicintainya. Memangnya siapa dirimu di mata Austin? Nothing! No one else! No body!
Wajahnya terlihat sekali sedang merana. Dia patah hati. Entah yang keberapa kali? Dengan lelaki yang sama. Rasanya sakit Tuhan. Hatinya seakan teremas oleh tangan tak kasat mata.
Alangkah terkejutnya dia mendapati kedua orang tuanya sudah ada di New York. Dan sekarang tengah dengan santai duduk berdua.
Amanda iri dengan keromantisan kedua orang tuanya, dia tidak pernah melihat keduanya bertengkar.
Apakah dia akan mendapatkan pasangan yang bisa mengerti dirinya, seperti dad yang menerima kekonyolan mommynya? Tanyanya dalam hati.
Akankah? Tanyanya sendu, teringat kemarahan Austin karena kecerobohannya. Tapi salahnya juga yang sudah merusak barang kesukaan kekasih lelaki itu.
Kurasa itu lebih baik dari pada dirinya terlarut dalam pesona lelaki itu semakin dalam.
"Hai sweety, kau baru pulang?” tanya mommynya saat melihat kehadiran putri tercintanya yang terlihat ... sedih? Kenapa Amanda pulang dengan ekspresi seperti itu?
"Apa terjadi hal yang buruk?" selidik Antonietta mommy Amanda.
Antonietta selalu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh putrinya. Jika Amanda sedih atau gembira karena gadis itu terlalu ekspresif, jadi hati dan perasaan Amanda bagai sebuah buku yang terbuka. Apalagi bagi mommynya itu, tak ada yang bisa disembunyikannya. Tapi ada hal yang tidak bisa dibaginya dengan mommynya, dan itu rahasianya.
"Tidak mom, aku hanya capek saja banyak tugas di kampus," jawabnya berusaha merubah ekspresinya, oh dia sudah banyak belajar mengenai itu. Dia berharap kali ini berhasil pada mommynya yang sangat mengenalnya.
"Oh ... Benarkah? kalau begitu istirahatlah, nanti pas makan malam akan mom bangunkan," ujar Antonietta lembut, dia tahu ada yang disembunyikan putrinya, tapi dia tidak akan memaksanya. Dia menyadari putrinya butuh ruang untuk dirinya sendiri.
Dia memeluk tubuh putrinya dengan kasih sayang, berganti sang daddy yang memeluknya.
"Daddy sangat merindukanmu sweety," ujar tuan Frederic daddy Amanda. Mengecup kening Amanda lembut.
Amanda mencium kedua pipi Daddynya dengan riang. Sudah lama sejak dia memutuskan kuliah di New York dan meninggalkan London.
"Mom tidak dicium?" tanya Antonietta dengan wajah ditekuknya, membuat Amanda terkekeh pelan. Membuat moodnya membaik.
Dia mengecup ke dua pipi Antonietta dengan sayang.
Mimpinya sangat sederhana, ingin mempunyai keluarga sendiri seperti keluarga kecil milik orang tuanya. Tentunya dengan orang yang dicintai dan mencintainya seorang.
Hidup bersama dengan lelaki yang dicintai dan mencintainya sepenuh hati. Dan memiliki beberapa anak yang memeriahkan rumah mereka. Hanya itu, bisakah?
Dan entah kenapa yang ada dalam pikirannya adalah sosok Austin. Austin Gerald Klein.
Tapi dia langsung mengenyahkan pikiran busuknya tadi, dia tidak mau merebut kekasih orang, dia tidak mau bersaing dengan orang yang sakit. Tidak....
Aku hanya harus menghindarinya. Aku tidak mau seperti hari ini, aku begitu terbawa perasaan, batin Amanda kesal.
Amanda pikir mungkin Austin tertarik padanya, tapi ternyata di hatinya masih ada nama Angel kekasihnya. Dan itu tidak salah kan? Yang salah adalah perasaan Amanda. Dia yang menjijikkan dan tidak tahu malu. Karena sempat terbuai dengan kebaikan lelaki itu. Padahal Amanda tahu bahwa lelaki itu sudah mempunyai kekasih. Atau bahkan mereka sudah menikah? Entahlah....
Berbagai macam pikiran yang memenuhi kepala Amanda membuatnya mengerang kesal. Dia marah pada dirinya sendiri karena terlarut dalam pusara uforia yang hanya dia yang merasakannya.
Aku bukan pelakor, dan tidak akan. Tekad Amanda semakin kuat untuk menghindari sosok Austin Gerald Klein.
Ya, yang harus dilakukannya adalah menghindar sejauh-jauhnya dari sosok Austin Gerald Klein. Apa pun caranya.
“Semangat Amanda kamu pasti bisa,” ujarnya menyemangati dirinya sendiri.
>>Bersambung>>