D U A P U L U H

1043 Kata
Ini sudah seminggu semenjak Heri menelponku dan semenjak aku memberitahu kepada Risky tentang apa yang Heri ucapkan padaku. Tapi aku masih belum memberikan jawaban apapun kepada Heri. Permintaan Risky bahwa bila memang Heri ingin meminta tolong padaku, dia harus bicara dulu pada mama dan Risky juga belum aku sampaikan pada Heri. Heri mem-follow up ku dua hari yang lalu. Tapi tidak aku tanggapi sama sekali. Aku juga tidak membaca pesannya dan hanya melihatnya dari notifikasi. Aku tidak berniat untuk mengatakan apapun pada Heri. Biar saja dia digantung karena walaupun aku sudah menolak, Heri tetap bersi keras memintaku untuk menolongnya. Siapa juga yang ingin? Toh aku juga memiliki dendam padanya karena dia sempat menggantungku. Biar saja dia jadi merasakan yang dulu aku rasakan. Dia harus tau bahwa digantung itu rasanya tidak enak sama sekali. "Kak Nei, tolong scan dong kak." ucap Farah, teman satu tim di divisiku. Aku yang sedang melamunkan perihal hal yang tadi pun tersadar oleh suara Farah. Aku mengendus, pura-pura tidak suka dengan apa yang Farah suka. "Males." ucapku tapi tanganku berlainan dengan ucapanku. Tanganku membuka aplikasi scan di komputerku. "Apa nama filenya?" tanyaku kemudian. Farah yang sedang berdiri di samping printer pun terkekeh. "Males males, tapi tetep dibantu juga. Lo mah emang paling beda dah kak." ucap Farah menggodaku. "Nama filenya Surat Dukungan, ya." lanjutnya lalu aku pun mengetik nama file sesuai dengan apa yang Farah beritahu. "Install sendiri napa aplikasi scannya yang nyambung ke printer. Masa semua orang di lantai ini kalau mau scan harus ke gue dulu? Kalo gue lagi banyak kerjaan gimana?" tanyaku pada Farah sambil menunggu scan yang sedang memindai. "Ngomong sama sama Umay." ucap Farah, Umay adalah HRD di kantorku. "Kok Umay? Pak Levin lah." lanjutku mengoreksi ucapan Farah. Kalau pun kita bilang pada Umay, toh Umay akan bilang juga ke pak Levin atau dia malah menyuruh kita langsung japri ke pak Levin. Dari pada kerja dua kali lebih baik kita langsung yang menghubungi pak Levin kan? "Lagian coba-coba dulu install sendiri. Pak Jason juga install sendiri noh di laptopnya. Dia mah peka, nggak mau ganggu gue, jadi kalo scan dia scan sendiri lewat laptopnya." ucapku membandingkan manajerku sendiri dengan karyawan yang lain. "Hehehe lu tau sendiri kak orang sini pada males inisiatif." lanjut Farah. Sesaat setelah Farah mengatakan itu, tanda bahwa pemindaian dokumen telah selesai pop up di layar komputerku. Dengan segera aku pun memberitahu Farah mengenai itu. "Iya emang, harusnya mencontoh manajer lah. Lah ini terbalik, manajernya penuh inisiatif, karyawannya nggak." ucapku menyelipkan cibiran pada yang lain. "Noh dah selesai noh scanan lu." lanjutku pada Farah. Dengan begitu, Farah pun tercengir dan mengambil kembali dokumen tersebut dari printer dan memberikan ciuman dari jauh untukku dari bibirnya, seperti kiss bye bayi yang mereka lakukan pada orang tuanya ketika sedang belajar kiss bye atau bahkan mata genit. Aku menjulurkan lidahku padanya. "Sarangheo kak Neida si baik hati. Terima kasih ya." ucap Farah kemudian. Lalu Farah pun duduk kembali ke mejanya. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Farah yang terkadang di luar logika itu. Biasanya bila kita sedang memperbincangkan perial apapun, akan ada yang nyahut saja. Tapi karena tim marketing sedang pada keluar kantor alias sedang berkunjung ke proyek dan ke customer, jadi satu lantai hanya berisi aku, Farah, dan Salsa. Seharusnya ada pak Timo juga. Tapi pak Timo sedang ke rooftop untuk merokok. Jadi rasanya sepi sekali di lantai ini jika para marketing sedang keluar kantor. Sepi, tapi tenang sekali. Kalau mereka ada, rame dan pusing. Tapi terkadang kita butuh hiburan juga. Kalau ada mereka, ada saja kelakuannya. Pak Jason sendiri juga sedang sering-seringnya keluar kantor untuk menemani marketing bertemu dengan project manager di proyek atau bahkan presentasi produk. Beliau sedang giat giatnya mencari penjualan tahun ini agar goals. Kata beliau sih kalau mencapai target, kita semua akan liburan ke Bali. Aku dan tim yang lain sih berharap semoga saja benar agar kita semua bisa pergi ke Bali. Sebenarnya rencana ini sudah pernah diucapkan oleh big bos taun lalu, tapi target tidak mencapai, jadi tahun ini manajerku sedang giat giatnya mencari penjualan agar mencapai target. Saat meeting internal bulanan juga tidak ada hentinya manajerku mengingatkan marketing lain bahwa kita semua masih mempunyai target yang harus dicapai agar kita semua ke Bali. Dan ketika mendengar kata Bali, ada sebagian yang excited, ada juga yang biasa saja, bahkan ada yang malas karena sudah sering ke Bali. Yang sering ke Bali ini meminta bahwa bila tim marketing mencapai target, lebih baik ke Turkey saja, kalau ke Bali tanggung, katanya. Kalau aku sendiri mau ke Bali atau ke Turkey boleh saja dua-duanya asal yang menanggung biaya penginapan, akomodasi, dan makan itu kantor. Huahaha. Karena asyik bekerja, tidak terasa waktu sudah menujukkan pukul lima sore. Jam kerja di kantor ini adalah jam setengah sembilan pagi sampai jam lima sore. Sudah begitu Sabtu Minggu libur. Ini adalah rejeki yang bukan berbentuk uang, yang harus aku syukuri karena dari yang aku tau dan dari cerita teman-temanku, mereka mengeluh karena jam kerja mereka sekitar 9 jam dan sabtu biasanya mereka tidak libur, mereka masuk setengah hari. Benar kata Mama, rejeki itu bukan hanya berbentuk uang, tapi jarak rumah ke kantor, jam kerja yang tidak parah, pressure pekerjaan yang tidak parah, dan teman kantor yang enak dan asyik itu juga adalah rejeki. Oh dan satu lagi, mempunyai bos yang juga enak diajak diskusi adalah satu hal yang harus aku syukuri. Itu semua yang aku sebutkan tadi adalah beberapa hal yang aku syukuri bekerja di sini. "Kak Farah, kak Neida, laper ih. Ke Lawson dulu, yuk." Ajak Salsa sambil rapih-rapih untuk pulang. Salsa mengaca pada cermin di mejanya yang sempat dikomentari manajer kita. Mengingat itu aku selalu ingin tertawa. "Ih gue ada janji." ucap Farah yang sedang mematikan laptopnya. "Ih ga asik banget lo." ucap Salsa menoleh ke arah Farah sebentar lalu sibuk merapihkan kerudung lagi di cermin warna pink miliknya. "Kak Neida noh temenin bocil lu. Laper bocil lu kasian. Rumahnya masih jauh. Nanti pingsan di lampur merah Palmerah, loh." Canda Farah. "Iya iya, kuy." ucapku mengiyakan ajakan Salsa. Lalu mendengar jawabanku Salsa pun bersorak gembira. "Emang deh kak Neida mah the best. Emangnya kayak kak Farah, janjian terusssss alesan." ucap Salsa menggoda Farah dan menjulurkan lidahnya. "Yeee bocil. Gue beneran ada janji." ucap Farah lagi lalu Salsa sengaja menutup kupingnya guna menggoda Farah.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN