Akhiri Rasa Sakit

1538 Kata
“baik. kita pisah baik-baik”. Manisanpun mengemas barang-barangnya. Dadanya sesak. Tidak. Saya terima semua ini. Saya harus move-on tidak boleh ada air mata. Air mata sudah cukup untuk sekian lama. Sekarang saatnya saya harus menjadi bahagia untuk diri saya sendiri. Tidak ada yang menyakiti saya lagi. Tenanglah jiwaku, saya tidak akan menyakiti dirimu dan saya tidak mengizinkan orang lain menyakiti dirimu. Saya akan memberikan yang terbaik untuk kehidupan kamu, aku dan jiwaku. Kita akan menjadi teamwork yang baik. Setelah mengemas semua pakaiannya, Manisan pun melangkah keluar dari apartemen yag telah disewanya dua bulan yang lalu. Apartemen murah. Apartemen yang diharapkan bisa memperbaiki hubungannya dengan Paku. Nyatanya tidak, semua berlalu tanpa ada perubahan. Masih sama seperti dulu. Cukup sampai disini. Tidak ada lagi yang lain. Manisanpun pergi bersama buah hatinya. Ini akan lebih baik. Ini akan lebih baik. Ini keputusan yang terbaik. Batinnya menguatkan. Jika malam berlalu. Biarlah berlalu. Esok ada hari yang harus dilewati da nada malam yang harus ditunggu. Malam ini cukup, biarkan diri  istirahat, menerima hari yang telah berlalu. Malam ini adalah sedingin malam yang sebelumnya. Rinduku adalah kejayaan dari hati. Semua  adalah kenangan, semua adalah cerita yang telah lalu. Sedih dan bahagia hanya sebuah rasa yag terpatri begitu saja. saya akan menjadi lebih baik setelah ini. Lebih dari yang saya mau. …. Manisan kembali ke rumah orang tuanya. Mereka saling tatap saat manisan masuk. Tidak ada kata yang diucapkan. Manisan menurunkan buah hati, lalu sang buah hati disambut oleh sang nenek. Menenangkannya. Memberi kecupan kepada sang buah hati yang belum mengerti duduk masalah. Manisan menuju kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ketenangan yang dicari. Ketenangan yang dulu pernah dimiliki. Memorinya berputar, memutar kembali film lama di kamar ini. Kamar yang menjadi semua terlihat indah. Sekarang yan sekarang adalah kenangan. Manisan mengizinkan semua kembali. Air matanya turun sederas air terjun Niagara yang indah. Untuk menghalau rasa sesak, iapun memutar playlist lagu yang telah menjadi temannya. Menangis sejadi-jadinya, mengapa? Itulah yang dia tanyakan pada dirinya. Semua telah terjadi dan diterima. Ini yang terakhir kalinya. Setelah dirinya mengizinkan dirinya menangis, merasakan semua penderitaan. Tangisannya pun reda dengan sendirinya. Manisan mulai menerima semua dengan lapang. Melapangkan diri. Mengizinkan dirinya untuk mendapatkan kebahagian yang telah lama diinginkan. Langit masih luas, bumi masih luas. Lautan masih luas. Jangan engkau kecilkan jiwamu Yang luasnya melebihi langit dan bumi dan lebih dalam lautan. Isaknya mengecil, masih saja meninggalkan rasa sakit. Rasa sakit ini akan membuat saya lebih baik. Lebih baik terhadap diri sendiri. Dan jika diri sakit, oleh diri sendiri Obatnya ada di diri sendiri Jangan lari. Tanganmulah yang akan menyembuhkan Setiap rasa sakit. Usaplah. Usaplah. Semua akan menjadi baik Tok-tok-tok Pintu diketuk dengan pelan. Manisan tahu, itu adalah ketukan dari ibunya. Memastikan dirinya baik-baik saja. Dia masih enggan keluar. “saya akan mandi terlebih dahulu”. Katanya pelan. Entahlah ibunya mendengar atau tidak. Diapun mandi dengan air hangat. Membersihkan badannya. Membersihkan jiwanya. Merasakan kesegaran air, hatinya lebih rileks. Badanyanya juga lebih segar. Masalah yang tadinya menjadi beban. Sedikit demi sedikit luruh bersama air. Manisan merasakan setiap air yang membuat dirinya hidup kembali. Seperti tanaman dimusim semi. Terkucur air menjadikannya hidup kembali. Menjadikannya mampu tumbuh dan berkembang seperti sebelumnya. Setelah cukup membersihkan diri. Dia mengawali dan mematut dirinya didepan cermin. Masih ada peralatan make up yang disimpannya dahulu. Masih bisa digunakan. Wajahnya yang terlihat setengah kusut setengah segar mulai diolesi krim-krim yang membuat akan lebih baik. Alat-lat ini yang merawat dirinya. Membuatnya bersinar seperti bintang di malam hari. seperti bunga di siang hari. Ditambahkan lipstick pink yang membuat dirinya sangat cantik. Blush on pink juga menjadinya sangat menawan. Sangat cantik. Tidak ada yang bisa menyentuh dan menghilangkan kecantikannya sekarang. Semua akan menjadi miliknya. Dirinya sekarang akan menjadi dirinya. Bukan orang lain lagi. Perempuan-perempuan berdandan Membuat bidadari ingin turun Karena rasa cemburu di dada Perempuan-perempuan mengoleskan gincu Membuat merekah setiap senyum Menawan setiap hati Yang ingin diculiknya Perempuan mengoleskan bedak Bulanpun ingin memecahkan dirinya Karena tidak lagi dipandnag Dan dikagumi Perempuan-perempuan mengoleskan warna pada wajahnya Pelangi pun enggan keluar. Meski hujan telah usai. Perempuan perempuan telan mencuri keindahan dunia Lalu kemana dunia akan meratap akan keindahannya Setelah selesai semua. Manisan keluar. Bergabung bersama keluarganya. Tidak ada lagi, Paku. Dia bukan lagi bagian dari hidupnya. Biarkan dia menjadi apapun yang dia mau. Tidak ada lagi space untuknya. Ibunya terlihat bermain-main dengan cucunya. Diambillah anak itu, lalu digendongnya “Bagus, Nama  kamu Bagus. Anak yang Bagus”. Diciumi anaknya, buah hatinya, buah cintanya. Digendongnya lalu diajak bermain-main. Melihat-lihat sekitar rumah. Sang Ibu terlihat lega melihat anaknya terlihat lebih baik. Memperkenalkan apa saja yang dilihatnya. Memperkenalkan bahwa alam tidak terlalu jahat. Tidak terlalu menakutkan. Tidak terlalu membuat bahaya. Semua menjadi lebih baik. Semua Bagus, seperti namanya. Sang ibu pergi ke dapur menyiapkan makan malam. Makan malam setelah drama panjang yang tidak pernah usai. Alampun menyambut setiap Ibu Yang megendong bayinya penuh cinta Tempat teraman Yang akan menjadikannya tumbuh Sesuai kehendak sang ibu Sesuai kehendak sang maha Kuasa Terlihat bagus menikmati setiap alunan kata yang merdu dari suara ibu. Manisanpun menikmati setiap tawa yang diberikan oleh Bagus. Hatinya ceria. Hal yang disyukurinya adalah bagus masih menjadi miliknya. Menjadi harapan hidupnya. Kelak akan tumbuh seperti dirinya yang tumbuh. Menjadi lelaki yang bagus. Bagus akalnya. bagus sikapnya dan bagus hasilnya. Harapan-harapan serta doa-doa yang terus mengalir, menghujani buah hati Saat tumbuh nanti menjadi bagian dari kehidupan yang sulit dan tidak lagi menjadi penguat Kecuali kata-kata ibu. Kata-kata yang akan menjadi penunjuk kehidupannya kelak. Setelah menikmati sore yang indah dengan perasaan yang lebih baik. Manisan masuk, dilihat ayahnya yang sedang membaca buku dipangkuannya. Mereka saling bertatap sebentar dan berllau tanpa kata. Ayahnya yang dahulu kurang setuju pernikahan dia dengan Paku, tanpa alasan yang jelas. Kini semua sudah terjadi, tidak ada yang perlu disangkal. Mereka telah kembali berkumpul dalam satu keluarga yang utuh, seperti sedia kala. Semua sudah terjadi dan tidak mungkin akan kembali yang sedia kala. Yang tersisa itulah yang menjadi pegangan. Yang sisa itulah yang menjadi permata. Yang sisa itulah yang akan dibangun kembali. Yang sisa itulah yang ditumbuhkan. Setelah meletakan di babytroli, Manisan menuju ke dapur. “Mama masak apa?” Tanya Manisan lembut “Masak makanan kesukaan kamu”. “Kari” Wajah Manisan tersenyum, telah lama da tidak makan kari. Selama ini dia lebih suka membeli makanan agar menghemat waktu. Banyak hal yang harus diselesaikan, urusan perutpun sampai tidak bisa diselesaikan dengan baik. Sejak dahulu kari menjadi makanan kesukaan, terutama kari yang dibuat oleh ibunya sendiri. Tidak ada kari yang lebih enak disbanding masakan ibunya. Bumbunya pas, santannya pas, gurihnya pas. Semua pas. Bahkan sampai sekarang Manisan sendiri belum bisa masak sesuai dengan resep ibunya. Padahal sudah mengikuti step by step sesuai dengan yang diajarkan oleh ibunya. Beda tangan beda rasa, itulah kalimat yang menguatkan dirinya untuk menemukan tastenya sendiri. Tetap saja belum bisa sampai pada titik terlezat sesuai dengan kelezatan yang diinginkan. Di sisi lain, Manisan sangan pandai membuat kue. Kue yang unik-unik beragam rasa dengan beragam warna. Sejak kecil memang manisan sangat menyukai kue, beragam bentuk kue yang indah. Membuat dia menghabiskan waktu dirumah tante Lia hanya untuk ikut membuat kue. Semasa kecil tugasnya hanya duduk manis dan melihat semua, seiring beranjak besar dia mulai membantu membuat kue-kue yang indah dan sangat enak. Semua sangat menyenangkan bagi Manisan, membuat dia bahagia meskipun lelah, namun hatinya bahagia setiap setelah selesai membantu Tante Lia. Manisan membantu menyiapkan makan malam, makan malam yang lebih baik. Manisan menambahkan buket bunga di tengah meja makan untuk menambah romantisme mala mini. Makananpun disediakan dengan lengkap. Piring-piring disusun rapi. Sendok-sendok diletakkan sesuai dengan urutannya. Segelas air putih tertuang dengan sempurna. Sebakul nasi hangat telah tersedia. Buah pisang sesisir telah disiapkan sebagai pembuka makanan. Kerupuk dalam toples telah disis seperlunya sesuai dengan jumlah orang. Sembari menunggu kari yang akan segera masak. Manisan menyiapkan makanan untuk Bagus. Kursi makannya telah dilap. Disana akan diletakan makanan untuk Bagus. Setelah selesai menyiapkan semua. Manisan mengambil bagus dari troli dan mencuci tangannya lalu dipindahkan ke meja makan yang tadi disiapkan. Didiklah adab  anak sedini mungkin Agar besar ia bisa bersikap sopan.  Setelah selesai menyiapkan makanan untuk Bagus dan Kari sudah dihidangkan. Manisan memanggil ayahnya untuk bergabung menikmati makan malam. "Ayah, mari makan. Hidangan sudah siap". Katanya lembut, selembut udara sore yang selalu dinantikan malam. Malam yang akan mengajarkan sore untuk bersikap baik kepada siang yang akan pergi. Malam akan menunggu sore selesai agar bisa berdendang. Malamlah yang akan menjadi raja disaat gulita. Ayah bangkit dari tempat duduknya. Menyudahi bacaannya dan meletakaknnya di rak. Tidak banyak bicara, hanya diam dan melanggkah pasti menuju tempat duduknya. Setelah duduk dan siap semua. Diambilah nasi dan kari untuk mengisi piring dan bersiap untuk makan. Semua makan dalam diam. Belum ada percakapan yang dimulai. Baguspun sibuk dengan makannanya. Meskipun belum bisa makan, anak itu terlihat memegang makanannya dan berusaha memasukan kedalam mulutnya meskipun gagal. Bagus tetap melakukan berulang kali. Dalam diam, makanan dinikmati sedikit demi sedikit. Nasi sesendok-sendok pindah dari piring menuju lambung untuk dicerna dan diambil sarinya. Manisan makan dengan tenang dan sangat menikmati makanannya. Begitu juga dengan Ibu. Keduanya sangat menyukai kari. Kari ini sangat enak, membuat mereka tenggelam dalam rasa yang membuat enggan bicara. Terlalu enak.  Sudah cukup lama tidak menikmati makanan seenak ini dan se khidmat ini. Bertiga saja, membuat semua lengkap dalam damai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN