Setelah mengeringkan rambutnya, Natasya turun ke bawah untuk makan malam. Dia sengaja mengulur waktu, tidak berniat makan bareng Kenan.
"Ya Tuhan!" pekik Rara terlonjak kaget ketika melihat Lala berdiri di hadapannya saat pintu kamar di buka. "Ngapain kamu berdiri di sini tiba-tiba? Kayak setan tau nggak sih, aku kaget!" Menurunkan tangannya yang sudah terangkat akan melayangkan pukulan.
Lala juga memekik kaget, menutupi wajahnya dengan kedua lengan takut-takut jika dipukul beneran. "Nona Tasya kok lama sekali? Tuan Kenan sampai kesal nunggunya, kata Tuan jika Nona telat sedikit saja lagi akan dikunci dalam gudang sampai besok pagi."
Mata Natasya melotot, dia takut gudang karena minim cahaya di sana, dia takut kegelapan. Natasya langsung meninggalkan lantai dua, menapaki satu persatu anak tangga dengan cepat.
Sesampainya di ruang makan, Kenan tidak bicara apa pun, hanya saja lagi-lagi tatapannya yang bermain. "Kurang lama!" sindirnya tajam.
Lala ingin menyiapkan makanan untuk Kenan, tetapi pria itu menolak. "Biar Tasya saja yang melakukannya."
Natasya menoleh, langsung menggeleng, menolak tanpa basa-basi. "Tangan kamu kiri dan kanan masih lengkap. Kenapa minta ambilkan orang lain? Mandiri dong, udah tua juga!" katanya tanpa ragu dan berdosa. Lala yang mendengar itu langsung membuang muka, segera beranjak sebelum kena semprot juga.
Natasya yang kolot, Kenan yang datar. Mereka selalu beradu mulut pagi, siang, dan malam. Seperti tak memiliki lelah dan bosan terus berseteru.
"Belajar! Besok jika Mama menyuruh kamu mengambilkan makanan untukku bagaimana?"
"Ish!" Natasya mendesis kesal. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga. Bakal ketahuan dong dia dan Kenan tak benar-benar menjalani hubungan suami dan istri yang seharusnya. Yang bahagia seperti pasangan lain gitu maksudnya. Huft, Natasya benci keadaan begini. Harusnya semua orang tau saja kalau pernikahannya memang tak seindah di cerita-cerita n****+.
Natasya bangkit lagi dari tempat duduknya, menghampiri Kenan. "Mau makanan apa?" tanya Natasya judes, wajahnya memberengut kesal.
"Aku ingin mencicipi semua menunya."
Tanpa bertanya apa pun lagi, Natasya mengambilkan nasi, lauk dan pauknya. Menyusun rapi di atas piring Kenan. "Kamu pikir aku anak kecil yang nggak bisa nyiapin beginian doang? Gampang!" Meletakkan kembali piring itu ke hadapan Kenan sedikit kasar.
Kenan menatap jengah, gadis itu sok sekali--pikir Kenan.
"Loh, Lala mana tahu dan sayuran rebus buat aku?" tanya Natasya ketika menyadari tidak ada menu makanannya yang tersedia di antara menu lain.
"Tidak ada. Makan yang ada saja!" Bukan Lala yang menyahut, melainkan si Kenan. Pria itu tidak menoleh atau menatap Natasya, dia masih sibuk dengan porsinya yang terbilang banyak--Natasya mengerjai Kenan. Dia menambahkan sedikit nasi dari porsi biasanya Kenan makan. Natasya tahu Kenan tidak mungkin membuang-buang makanan, jadi tidak apa sekali-kali bermain soal makanan begini. Biar saja Kenan kekenyangan.
Kurang ajar sih sebenarnya, tapi sudahlah ... Natasya lagi kesal.
"T-tapi kan ... ini makanan penuh kalori banget."
"Makan saja!"
Bibir Natasya maju, matanya sudah berembun akan menangis. "Percuma menangis, tidak ada yang akan mengasihanimu di sini. Makan atau kelaparan sampai besok."
Karena sangat lapar, Natasya terpaksa makan menu yang ada. Ada cumi pedas manis, ayam kari, sayur lodeh, opor, udang dan ayam krispi.
Natasya hanya mengambil ayam dan udang krispi. Yang berminyak-minyak lainnya tetap dia hindari.
"Makan yang lainnya Tasya. Kamu mau aku yang mengambilkan?" Kalian tahu sendiri bagaimana jika Kenan sudah angkat bicara. Wajahnya biasa saja, tetapi nada dalam kalimatnya benar-benar tegas, tidak ada yang berani membantah ucapannya di rumah ini--ya ... selain Natasya. Tapi apalah daya, sekarang Natasya juga nampak ragu ingin memprotes, takut saja piring-piring di atas meja itu melayang akibat Kenan mengamuk. Bisa saja kan?
Gawat kalau sampai Kenan yang turun tangan, Natasya bisa dihukum lebih parah. "Iya, iya. Aku makan nanti cumi pedas manisnya. Sabar!"
"Cicipi semuanya. Makan ini enak, kamu jangan terlalu pemilih. Badan--"
"Berhenti mengatai badanku kayak lidi, suka-suka aku dong. Badan juga badan aku, kenapa kamu yang repot sih?"
Kenan mendengkus. Natasya sama sekali tidak bisa dikasih tau. Dia ingin menang sendiri saja terus, heran.
Terpaksa besok Natasya harus olahraga dengan keras lagi. Tidak akan gadis itu biarkan lemak-lemak itu bersemayam di tubuhnya. Natasya berusaha keras menjaga penampilan dengan postur tubuh ideal seperti model-model papan atas. Semua orang menginginkan tubuh sepertinya--pikir Natasya.
***
"Kata kamu nanti jemput aku pas jam makan siang. Kok malah sekarang?" Natasya tidak terima dengan ucapan Kenan yang menyuruh datang ke kediaman Almeer jam delapan pagi ini. Mereka sudah selesai sarapan, Natasya berniat langsung berangkat ke toko untuk bongkar bunga yang baru datang.
Kenan menghela napas. "Mama yang minta. Katanya lebih baik kamu datang lebih cepat, dia sendirian di sana--Papa pergi ke kantor, Mama ingin mengobrol banyak dengan kamu."
Natasya berdecak. Dia kesal, tapi juga tidak bisa melakukan penolakan. Bagaimana pun reseknya seorang Kenan Almeer, orang tuanya sangat baik kepada Natasya. Mereka menganggap Natasya layaknya putri mereka sendiri. Saat Xavier di larikan ke rumah sakit, Violetlah yang menenangkan dan menghibur Natasya dengan segala caranya. Lucu bukan jika Natasya berulah di depan mereka?
"Ya sudah! Aku telepon orang toko dulu kalau aku ke sana setelah makan siang nanti."
Kenan mengangguk, dia melanjutkan pengecekan berkas-berkasnya. Jam sembilan nanti ada rapat dengan pihak agensi untuk membicarakan mengenai proyek baru, Kenan yang memimpin meeting tersebut .
Usai semuanya, Kenan dan Natasya segera menuju kediaman Almeer. Sunggu Natasya berpikir keras selama di perjalanan, apa yang akan dia lakukan di kediaman sebesar istana tersebut? Tidak heran sih, Almeer memiliki banyak kekayaan.
Matanya menatap pemandangan di luar sana, masih berusaha menemukan ide yang tepat. Natasya bingung, dia harus melakukan banyak kegiatan agar tidak cepat merasa bosan nantinya.
Kediaman Almeer tidak berada di tengah kota. Kawasan itu dikuasai keluarga Almeer semua, perkebunan dan taman-taman menyambut mereka sebelum sampai di kediaman megah itu.
"Kamu beneran akan menjemputku saat jam makan siang kan?" tanya Natasya lagi memastikan. Dia risau jika Kenan tak beneran menjemputnya. Natasya tidak ingin menginap di sana, apalagi sendirian. Meski banyak pelayan di sana, Natasya tetap takut. Dia tidak terbiasa berada di sana.
Kenan mengalihkan pandangan dari tabletnya yang berisi banyak materi yang akan dia sampaikan nanti. "Ya." Kenan menyahut amat sangat singakat, kemudian kembali fokus.
"Jangan sampai tidak menjemputku. Aku tidak berniat menginap di sana, apalagi sendirian. A-aku takut."
"Di sana tidak ada penjagat. Tempat paling aman untuk kamu berlindung."
"Aku tidak mengatakan ada penjahat. Kediaman orang tuamu begitu luas dan megah, a-aku takut banyak hantu di sana."
Damian tidak bisa mencegah tawanya agar tidak pecah mendengar penuturan Natasya yang menurutnya begitu kekanak-kanakan.
"Damian kau menertawakanku?!" semprot Natasya detik itu juga. Dia mendesis tajam.
Kenan menarik napas. "Apa wanita sepertimu juga takut hantu?"
"Kamu pikir aku sekuat dan sehebat apa? Aku juga punya kelemahan."
"Sekarang mengakui jika kamu banyak memiliki kekurangan eh?" Kenan melepaskan kacamatanya. Bisa-bisanya pria itu memiliki wajah yang sangat datar seolah sedang tidak terjadi apa pun.
Natasya menggertakkan giginya. "Aku minta dijemput pokoknya. Kalau tidak aku kabur sendirian!"
"Kabur saja, paling kamu tidak bisa pulang lagi."
Benar juga. Ke mana memangnya Natasya ingin kabur? Kediaman Almeer berada di tengah-tengah perkebunan--lahan yang begitu luas, tidak ada perumahan di sana selain istana keluarga Almeer.
Natasya akan tersesat semakin jauh dari perkotaan.
Untuk mencapai jalanan raya perkotaan ada puluhan kilo meter yang akan dia tapaki. Hei ... bisa mati di jalan Natasya.
Auto lepas kedua kakinya.
Sial!
***