CHAPTER 7

1534 Kata
Laki-laki yang memakai kemeja hitam itu tampak melangkah dengan cepat. Seperti biasa, Abi masih mampu membuat gadis-gadis yang ia lewati berteriak histeris atau berbisik-bisik penuh tatapan kagum. Tapi sekarang Abi sedang sangat tidak perduli pada hal itu. Bahkan saat seorang gadis cantik dan seksi menyapanya. Abi mengabaikannya begitu saja. "Hallo, kenapa?" Abi menempel ponsel ke telinga dengan fokus mata masih memindai sekeliling. Ia sedang mencari sesuatu. "Lo di mana? Anak-anak dah pada mo berangkat.." "Duluan aja, ntar gue susul.." "Lo di mana sih?" "FISIP.." kemudian Abi memutuskan sambungan begitu saja begitu menemukan apa yang ia cari. "Eh apa nih?" Tayra terkejut begitu tangannya tiba-tiba ditarik. "Abi! Lepas tangan gue!" Bentaknya. Minda dan Resha sudah siaga. "Jangan sampai gue bikin ribut di sini," kata Abi mengancam. Minda dan Resha langsung mundur. "Jerk! Get of my hand!" Abi mengabaikan. Ia justru menarik Tayra meninggalkan koridor dengan banyak pasang mata menatap mereka. "Lo apa-apaan sih?!" Bentak Tayra penuh amarah. Abi melepaskan tangan Tayra begitu mereka sampai di tempat sepi. Belakang gedung FISIP. "Lo yang apa-apaan! Gue udah bilang kan untuk nggak mengabaikan telfon gue. Kenapa lo nggak angkat. Gue nelfon lo ratusan kali!" Tayra menatap Abi sinis. "Suka-suka gue lah. Lo siapa berhak ngatur gue?!" "TAY—" "STOP!" Abi mengernyit. Tayra mendengus. "Gue bener-bener capek berantem sama lo tiap hari. Lo bisa nggak sih tinggalin gue sendirian? Lo kan udah dapetin apa yang lo mau dari gue. Ngapain masih ganggu gue? Apa lagi yang lo mau? Udah nggak ada yang bisa lo ambil!" Mata keduanya terpaku satu sama lain. "Lo punya banyak koleksi cewek. Kenapa lo masih ganggu hidup gue?! Bisa nggak kembali aja ke kehidupan lo yang biasa?!" Tayra benar-benar sudah tidak tahan. Abi meraih bahu Tayra, mendorongnya ke dinding. "Lo nggak akan bisa lepas dari gue. Nggak sebelum gue yang mau ngelepas lo." Tayra menatap Abi tajam. "COWOK b******k GILA!!" Maki Tayra. Abi menyeringai. Ia memajukan wajahnya. Tepat sebelum bibirnya menyentuh bibir Tayra, perempuan itu sudah lebih dulu memalingkan wajahnya. "Lo nggak capek apa?" Tanya Tayra dengan suara terdengar jauh. "Lo nggak ngeras terhina pakai barang sama lebih dari dua kali?" Abi menatap Tayra meski perempuan itu sama sekali tak menatapnya. Abi mendekatkan wajahnya ke telinga Tayra. Kemudian berbisik. "Untuk beberapa barang, gue suka pakai lebih sering. Terutama barang yang langka.." ia tersenyum sengit. Tayra mengepal tangannya. Tiba-tiba ponsel Abi berbunyi. Laki-laki itu tampak terdiam sesaat setelah menatap layar. Ia pandangi Tayra beberapa detik sebelum menjawab panggilan itu. "Hallo, Rin..." Tayra tertegun. "Aku di kampus, masih ada urusan. Hmm, iya kalau udah selesai aku langsung ke sana. Ok. See you...." Abi menatap Tayra. "Baby..." Abi kemudian melepaskan Tayra. Ia mundur memberi jarak di antara mereka. "Gue saranin, jangan bikin gue kesel, Tay. Jangan pancing emosi gue. Gue cuma minta lo angkat telfon gue, itu aja." Suara Abi terdengar lunak namun tegas. Ia tarik dagu Tayra, kemudian berikan kecupan sekilas di bibir perempuan itu. Abi kemudian pergi, meninggalkan Tayra sendirian di sana. Gigi Tayra bergemeretak. Tampak berusaha keras menahan amarahnya. "Cowok b******k!" Makinya nyaris tanpa suara. ... Minda masuk ke kamarnya dengan dua gelas jus dan sepiring puding. Tayra sedang berbaring di kasur. Terlihat lemas. "Lo demam ya?" Tanya Minda. Di kelas pun tadi Tayra terlihat tidak bersemangat dan tidak fokus. "Lo diapain lagi sama Abi?" Tayra menggeleng. Ia sedang enggan membahas Abi. Mendengar namanya saja Tayra merasa mual. "Nyokap lo nelpon tuh..." ujar Minda menunjuk ponsel Tayra yang berdering tak jauh dari tempat ia berbaring. Tayra benar-benar sedang malas bicara dengan siapapun. Termasuk mamanya. "Lo angkat deh, bilang aja gue lagi di toilet.." "Ih nggak berani gue." Tayra menghela napas. Akhirnya ia menjawab panggilan sang mama. Seperti biasa, mamanya mengomel. Tapi Tayra tidak begitu mendengarkan. Ia sudah biasa dengan hal itu. Jadi ia biarkan mamanya berceloteh. Minda yang melihat hanya bisa menghela napas pasrah. Kadang ia bisa mengerti kondisi Tayra. Kadang juga ia merasakannya. "Tay nginap di rumah Minda malam ini. Ada tugas.." "Tayra. Kamu mau sampai kapan kayak gini? Mama—" "Ma," potong Tayra. Ada perubahan ekspresi pada wajahnya. "Please. Tay capek ribut terus sama Mama. Tay beneran ada tugas. Besok Tay pulang.." Tayra kemudian memutuskan sambungan sebelum sang mama memberikan jawaban. Minda menatap prihatin sahabatnya itu. "Nih minum dulu..." Tayra menatap tanpa semangat jus yang Minda ulurkan. "Kenapa pucat banget muka lo?" Minda meletakkan kembali gelas jus di meja. Ia kemudian meraba kening Tayra. "Lo demam beneran, Tay. Panas nih..." "Bentar lagi juga baikan.." "Kota ke dokter aja ya. Ntar tambah parah.." "Gue nggak mau. Udah gue tiduran aja. Cuman butuh istirahat." "Lo yakin?" Tayra mengangguk. Ia kemudian memejamkan mata. Minda tak bisa memaksa. "Gue ambil obat bentar. Setidaknya lo minum paracetamol deh.." Minda keluar. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa obat. Untungnya Tayra tidak bandel. Hanya beberapa menit kemudian, Tayra benar-benar sudah tertidur. ... "Mau ngapain lo ke sini? Lo mau gue teriak biar orang rumah gue keluar semua?!" Ancam Minda. Abi yang berdiri di depan pintu tampak tidak takut sama sekali. "Gue tau rumah lo kosong, nggak ada orang. Nggak usah ngancam." Minda mendelik. "Mau apa sih lo? Nggak tau adab bertamu ya? Ini udah jam berapa?" "Baru jam 10," kata Abi santai. "Gue nggak mau cari ribut sama lo, Min." Minda cukup terkejut Abi mengetahui namanya. Ia kira Abi tidak perduli pada orang lain. "Tayra di dalam kan?" Minda tak bisa berbohong. Percuma. Abi pasti tau. "Dia lagi tidur." Abi mengangguk. Ia kemudian memanggil seseorang. Minda tau laki-laki itu juga bagian dari teman-temab dekat Abi. Kalau tidak salah namanya Jun. Beda dengan Renno yang bermulut tajam dan suka merayu. Jun ini lebih pendiam bahkan bisa dibilang hampir tidak pernah bicara dengan orang selain teman-teman genknya. Tapi Minda tau kalau Jun tidak jauh beda dengan Renno dan Abi yang hobi main perempuan. Tampilan boleh kalem, tapi Minda yakin Jun tidak kalah playboy dari teman-temannya itu. "Lo mau ngapain?" Tanya Minda menatap Abi dan Jun bergantian. "Gue cuma mau ngomong sama Tayra bentar. Tapi gue laper mau makan. Lo sama Jun pergi cari makan.." "Eh eh, tapi.." Minda terkesiap kaget. Tidak siap saat Abi lebih dulu mendorongnya pelan hingga nyaris membentur tubuh Jun. "Tenang aja, temen gue nggak makan orang. Tapi beda urusan kalau suka sama suka.." Abi tersenyum, mengedipkan sebelah matanya. "Gue nggak bilang mau!" "Udah pergi aja. Lo mau tetangga keluar semua?" Ancam Abi. Minda menatap Abi tajam. Tapi Abi malah membalas dengan senyuman manis tanpa dosa. "Udah lo tenang aja. Tayra aman sama gue.." "Lo orang jahat, k*****t!" "Thanks. Dah sana.." Dengan terpaksa Minda akhirnya pergi. "Jangan macam-macam ya lo!" Katanya pada Jun yang dibalas Jun dengan sebelah alis terangkat. "Rata. Gue nggak doyan.." Minda menatap Jun kesal, tapi kemudian menghela napas pasrah. Percuma juga dia berdebat. Hanya membuang energinya. ... Semacam punya ikatan bathin, Abi dapat dengan mudah menemukan Tayra. Kamar Minda berada di lantai satu. Ruangannya sedikit masuk ke dalam. Pintunya sedikit terbuka. Tampak Tayra tengah tidur dengan tenang. Abi mendekat. Ia duduk di pinggir kasur. Tayra hanya bergerak sedikit. "Lo cantik kalau tenang gini. Kenapa marah-marah terus kalau ketemu gue?" Tanyanya dengan senyuman di bibir. Ia usap rambut Tayra. Ia singkirkan helai-helai yang menutupi wajah perempuan itu. Ponsel Tayra tergeletak di atas meja nakas. Abi mengambilnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab. Beberapa darinya, ada juga dari mama dan Cen Setan. "Cen setan?" Abi tergelak. Abi iseng membuka ponsel Tayra yang memang sudah ia ketahui passwordnya. Ia membuka galeri. Ada cukup banyak foto. Tapi hanya foto Tayra dan teman-temannya. Ada beberapa foto di luar negri. Abi tidak temukan satupun foto keluarga Tayra di sana. Abi letakkan ponsel itu kembali ke tempatnya. Ia awalnya hanya berniat melihat Tayra saja. Tapi sekarang dia jadi ingin lebih dari itu. Abi naik ke kasur. Kemudian berbaring di samping Tayra. "Tay, lo demam?" Gumamnya terkejut begitu tak sengaja menyentuh kulit Tayra. Tayra bergumam pelan tapi masih belum membuka mata. Terlihat sedikit terusik oleh orang yang baru saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Hanya beberapa menit. Perlahan kelopak mata itu bergerak. Kemudian mata Tayra terbuka. "Lo udah ke dokter?" itulah kalimat pertama yang Abi ucapkan. Tayra mengerjap beberapa kali. Sepertinya masih meyakinkan diri kalau dirinya tidak sedang bermimpi. "Kenapa lo bisa di sini?" tanya Tayra pelan dengan suara parau. "Ya bisa lah." Tayra menghela napas pasrah. "Minda lo apain?" "Nggak gue apa-apain. Gak tau kalau Jun kelepasan.." Tayra hendak menarik dirinya tapi Abi justru mengeratkan pelukan. "Udah diam. Lagi sakit tuh jangan bandel.." Tayra memijit keningnya. Kepalanya memang terasa lumayan berat. Ia kembali memejamkan mata. Abi menatap lama perempuan di depannya itu. Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Tayra. Tayra terkesiap saat tiba-tiba Abi sudah menciumnya. Tak ada perlawanan. Tayra terdiam seperti terhipnotis. Tangan Abi menyusup ke leher Tayra. Ciuman lembutnya berubah menjadi lumatan. "Huhh... Bhi..." Tayra menahan lengan Abi, tapi hal itu tidak memberikan efek apa-apa. Abi masih melumat bibirnya. Setelah mereka nyaris kehabisan napas, barulah Abi menarik diri. "Gue lagi sakit bodoh!" Abi tersenyum. Diusapnya bibir Tayra dengan ibu jarinya. Kemudian ia hisap jempolnya itu seolah ada sesuatu yang tertinggal di sana. "Lagi sakit aja bibir lo manis.." Tayra memutar bola matanya. "Pergi sana!" Abi kembali berbaring di samping Tayra. Dipeluknya perempuan itu. "Tidur aja, Tay. Lo lagi sakit. Biar gue temenin.." ia tenggelamkan wajah ke rambut Tayra. "Lo yang bikin gue tambah sakit." "Ssttt udah, tidur. Kalau nggak gue bikin nggak tidur beneran lo ntar..." "Jerk!" "Yes, i am." Tayra memejamkan mata. Ia sebenarnya juga tak ada tenaga mendebat Abi. Jadi sebaiknya tidur saja. Abi pun sepertinya tak akan berbuat macam-macam. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN