Tayra benar-benar berada dalam mood yang buruk. Pagi tadi ia bertengkar hebat dengan Cenilaa. Tak hanya itu, Mama nya bahkan ikut-ikutan memarahinya. Alhasil suasana hatinya menjadi kacau balau sejak pagi.
Minda yang memang dekat dengannya hanya bisa menemani. Ia pun tak bertanya pada Tayra karena tau Tayra sedang tidak ingin bicara. Untung saja mata kuliah sore ini dibatalkan. Jadi mereka bisa bersantai untuk menghilangkan stres.
"Gue tunggu di depan ya, Tay."
Tayra mengangguk. Ia kemudian berbelok menuju toilet. Tepat sebelum masuk ke toilet, tak sengaja ia mendengar orang berbicara. Langkah Tayra terhenti kala namanya disebut.
"Jangan-jangan lo beneran suka sama Tayra?" Tayra mendekat. Bersembunyi di balik tembok.
"Gila lo ya. Nggak mungkin lah gue suka sama dia. Dia bukan tipe gue."
Tangan Tayra mengepal. Ia tau itu suara siapa.
"Terus lo nempel mulu sama dia? Kemaren gue jalan sama Karin. Gue liat lo di snapstory Tayra. Lo nggak bilang pergi sama dia.."
"Oh itu. Lo kayak baru kenal gue dua hari. Cuma buat seneng-seneng aja. Sejak kapan gue jadi serius sama cewek, hah?"
"Abi b******k!"
...
"Loh Tay, cepet amat.."
Kening Minda mengerut mendapati raut wajah Tayra yang menjadi lebih parah dari sebelumnya.
"Tay, lo nggak apa-apa?"
Tayra mengepal tangannya kuat. Tak lama teman-teman mereka yang lain datang.
"Rin, lo masih jalan sama Renno?!" Serbu Tayra langsung membuat Karin dan yang lain terkejut. Karin tampak sangat terkejut seolah baru tertangkap mencuri.
"Hah, Tay, lo lo tau dari mana?" Karin tergagap. Kini semua mata teman-teman tertuju padanya.
"Jadi bener lo masih jalan sama Renno? Lo lupa kalau dia itu b******k? Lo lupa kalau dia udah nyakitin lo?!"
"Tay.." Minda menyentuh lengan Tayra. Meminta Tayra tenang.
"Gue, gue cuma jalan aja. Nggak ngapa-ngapain.."
"Lo b**o!"
Karin terdiam seketika. Pun yang lain. Mereka tak menyangka Tayra akan semarah ini. Meskipun mereka tidak tau kalau Karin diam-diam masih jalan dengan si b******k Renno. Tapi amarah Tayra terasa menakutkan dan agak berlebihan.
"Iya gue emang b**o! Lo kok tega sih ngatain gue? Lo temen gue bukan sih, Tay? Apa bedanya gue sama lo? Lo lebih parah. Lo bilang nggak mau tapi lo bahkan berduaan di hotel sama Abi!"
"Karin!" Minda angkat suara. Suasana jadi tegang dan kacau. Parahnya mereka sedang di tempat terbuka. Siapapun bisa dengar perdebatan mereka.
"Please lo berdua tenang. Kita jangan bahas di sini ok."
"Gue mau pulang aja. Gue udah nggak mood." Karin langsung putar arah dan pergi. Minda memberi kode pada Vanya untuk mengejar Karin. Ia yang akan mengatasi Tayra.
Minda menepuk-nepuk bahu Tayra. Sepertinya mood Tayra berada dalam kondisi super parah hari ini. Padahal dia biasanya sangat jarang marah.
Resha, Minda dan Tayra baru akan masuk ke dalam mobil Resha saat mata mereka menangkap sebuah pemandangan.
"Njir.." ucap Resha tanpa sadar. Terlihat sangat terkejut.
"Kenapa lo?" Tanya Minda.
Resha menoleh pada dua temannya itu. "Itu Abi lagi sama cewek."
"Iya terus? Kaget banget kayak nggak tau si Abi aja lo.."
"Bukan gitu, Min. Lo inget kan kalau gue dulu satu SMA sama si Abi?"
"Terus?"
"Itu tuh Rinata, mantannya Abi waktu SMA.."
Minda makin bingung sedangkan Tayra memasang ekspresi tidak perduli.
"Ya masalahnya?? Nggak aneh kan kalau dia jalan sama mantannya??"
"Duh, Min, masalahnya tuh si Abi mulai jadi b******k tuh habis putus dari Rinata.."
Resha menoleh pada Tayra. Entah kenapa ia memandangi Tayra dengan ekspresi sulit diartikan.
"Mau sampai kapan kita berdiri di sini liatin mereka?" tanya Tayra datar. "Gue udah lapar nih.." Tayra masuk lebih dulu ke dalam mobil.
Resha menatap Minda, bertanya tanpa suara. Minda hanya kendikkan bahu kemudian keduanya menyusul masuk ke dalam mobil.
...
"Menurut gue ya, Tay, lo agak kelewatan tadi.." Minda menatap Tayra serius. Sehabis makan mereka membahas tentang pertengkaran Tayra dan Karin tadi.
Resha menghela napas kemudian ikut mengangguk. "Iya, Tay. Gue tau lo care sama dia. Tapi tadi lo emang sedikit kelewatan. Lo ada masalah ya? Nggak biasanya lo langsung marah kayak gitu. Biasanya juga lo tanya baik-baik dulu, dengerin penjelasan dia dulu. Lo kayak bukan lo hari ini.." Resha sudah merasakanya sejak pagi. Tapi tadi dia tidak mau mengusik Tayra. Sekarang mumpung sudah dibahas.
"Iya gue tau gue kelewatan.." untungnya Tayra menyadari kesalahannya dan tidak ngotot membela diri. Tayra menghela napas.
"Hmm, sebenarnya gue nggak mau ikut campur soal ini, tapi, lo sama Abi ada apa sih? Kenapa kalian bisa ada di hotel yang sama kemaren?"
"Kalian tau kan brengseknya dia?"
Keduanya mengangguk.
"Kemaren gue dipaksa sama dia. Gue nggak punya pilihan lain. Di hotel itu kita nggak ngapa-ngapain. Cuman tidur aja soalnya udah kemaleman kalau mau balik. Intinya gitu lah. Dia maksa gue pergi sama dia. Dan gue nggak ada apa-apa sama dia," Tayra menegaskan.
"Emang b******k si Abi. Si Renno juga. Maunya apa sih mereka?"
Minda menatap sahabatnya itu. "Oh iya, Sha, kan tadi lo bilang kalau Rinata itu pacar Abi sebelum dia jadi b******k. Kenapa lo ngomong gitu?"
Resha kemudian menceritakan tentang apa yang ia tau. Abi dulu cowok baik-baik saat SMA. Dia pacaran dengan Rinata dan hubungan keduanya berjalan mulus. Keduanya sama-sama cocok dan bahkan didapuk sebagai couple goals. Meski Rinata bukan berasal dari keluarga kaya raya seperti Abi, tapi Abi sangat menyayanginya. Itu membuat banyak orang iri dan mengatakan bahwa Rinata beruntung dapat Abi.
Tapi kemudian tiba-tiba mereka putus. Setelahnya Rinata tidak pernah datang lagi ke sekolah. Beberapa bulan kemudian baru diketahui kalau Rinata pindah sekolah dan pindah rumah.
"Dan Abi jadi b******k setelah itu. Gonta ganti cewek. Parah lah pokoknya.."
"Jadi dia jadi b******k gara-gara patah hati gitu? Ih cupu banget alasannya.." Minda mendengus. "Kekanakan banget."
"Iya sih. Tapi dulu Abi kayaknya emang cinta banget sama Rinata. Dia bahkan sampai nggak ngerokok, nggak balap-balap liar, nggak tawuran waktu pacaran sama Rinata. Basically, Rinata emang cewek baik-baik sih. Dia juara di sekolah waktu itu. Nggak heran juga kenapa anak-anak sampai ngedukung hubungan mereka.."
"Terus kenapa sampai putus?"
"Nah itu yang gue nggak tau. Tapi kenapa ya Rinata bisa tiba-tiba muncul gitu? Sama Abi lagi.."
"Clbk kali.."
Ponsel Tayra tiba-tiba berbunyi. Ia melirik si penelepon.
Jerk! is calling...
Minda dan Resha otomatis saling lirik. Tayra letakkan ponselnya di meja tanpa berniat menjawab panggilan itu.
Layar ponsel kembali hitam. Lalu panggilan kedua masuk. Masih dari nomor yang sama. Tayra masih mengabaikan.
Minda dan Resha tak ada yang berani bicara. Saat ponsel itu berbunyi yang ke lima kalinya, Tayra meraih ponsel itu. Minda kira ia akan menjawab panggilan dari Abi, tapi ternyata Tayra malah mematikan ponselnya itu. Ia kemudian melemparnya ke dalam tas.
...
Resha menghentikan mobilnya. Ke tiga perempuan di dalam mobil itu langsung saling pandang. Tayra yang lebih dulu berwajah masam.
"Ada Abi," Resha menatap Tayra dan Minda bergantian. Cowok itu tepat berada di depan pagar rumah Minda. Ia bersandar pada mobil sportnya.
"Cuekin aja," ujar Tayra tegas. Tapi itu Abi dan dia sudah melihat mobil Resha dan siapa orang di dalamnya.
Ia menghampiri mobil Resha, mengertuk kaca di samping Tayra.
"Ngapain lo di sini?" tanya Minda.
Tayra tak menoleh sama sekali. Pandangannya tertuju lurus ke depan. Tak berniat menatap cowok tampan itu sedikitpun.
"Gue ada urusan sama temen lo. Kalian berdua boleh masuk, tapi Tayra tinggalin di sini.." Abi memerintah tanpa beban.
"Ngapain kami harus ninggalin temen kami di sini?" Ujar Resha ketus.
Abi tau kalau gang Tayra sangat defensif terhadap dirinya. Semacam ketampanannya tidak berpengaruh pada gadis-gadis itu.
"Gue beneran ada urusan sama Tayra. Lo nggak usah khawatir. Gue bakal balikin dia tanpa kurang suatu apapun."
"Kayak janji lo bisa dipegang aja!" Ketus Minda.
Abi membuang napas pelan. "Kalau kalian mau bikin warga di sini semua keluar sih gue nggak masalah. Gue suka malah jadi tontonan.." ujar Abi akhirnya.
Tayra menatap Abi tajam. Ia lupa betapa brengseknya Abi.
"Tay.." panggil Minda. Tayra menoleh dan mengangguk pelan.
"Gapapa. Kalian berdua duluan aja.." Tayra tidak ingin membuat masalah untuk Minda. Sudah baik Minda mau menampungnya.
Tayra turun dan Abi tersenyum.
"Selamat malam ladies.." ia lambaikan tangan pada Resha dan Minda yang berlalu masuk ke dalam pagar.
"Lo emang nggak ada kerjaan ya?" Tayra menatap Abi penuh kebencian. "Hidup lo kurang kerjaan?"
Abi tak langsung menjawab. Ia hanya memandangi Tayra seksama.
"Atau lo udah nggak ada stok mainan lagi?"
Abi masih diam.
Tayra mendekat. "Atau nggak puas sama mereka?"
Tiba-tiba Abi mencengkram lengan Tayra kemudian mendorong gadis itu ke mobilnya.
"ABI!!"
"Iya gue nggak puas sama mereka!" Ujar Abi tajam. Kemudian raut wajahnya berubah. Ia mendekatkan wajahnya ke samping wajah Tayra. "Nggak ada yang bisa muasin gue kayak lo.." bisiknya dengan seringaian.
Plak..
Abi memegangi pipinya yang baru ditampar Tayra.
"Gue tau lo b******k. Tapi gue nggak nyangka kalau lo juga nggak punya otak."
Abi menangkap tangan Tayra. Ia tersenyum sinis. "Lumayan juga tamparan lo. Tapi tangan lo yang lembut ini lebih enak buat ngebelay bukan buat nampar.."
Tangan Tayra mengepal dan giginya bergemeretak karena menahan marah.
Abi mendekat, hampir saja ia mencium Tayra kalau saja Tayra tidak lebih dulu memalingkan wajahnya.
"Gue capek debat sama lo, Bi," ucap Tayra parau. Napasnya sudah tak beraturan. Keduanya terdiam beberapa waktu.
Abi melepaskan tangan Tayra dan mundur selangkah. Memberi cukup ruang di antara mereka.
Abi berdehem. "Gue nggak suka lo nggak angkat telpon gue. Ini terakhir kali lo nggak jawab telpon gue."
Tayra tak menjawab.
"Masuk sana.." Ujar Abi. Ia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan tempat itu. Tayra masih diam di sana memperhatikan sampai mobil Abi menjauh dan hilang di ujung jalan.
"Mau lo apa sih, b******k?" Maki Tayra. Tadi Tayra melihat ada bekas cupang di leher Abi. Dan jelas itu bukan ulahnya. Jika Abi punya banyak perempuan di luar sana? Kenapa Abi masih mengganggunya sampai saat ini?
***