"Pintu kamarnya dikunci, Den.." Mbok memandangi Abi dengan ekspresi pasrah. Sebenarnya Mbok tidak tau apa-apa. Hanya saja ia tau kalau ada hal besar yang sedang terjadi di dalam rumah majikannya ini.
Sejak pagi Tayra tidak keluar dari kamar bahkan untuk makan. Nyonyanya yang ramah itu hampir tidak tersenyum seharian ini. Erika dan Gunawan juga pergi berdua tadi. Itu termasuk pemandangan yang langka, jika terjadi di siang hari. Mereka biasa hanya bepergian jika malam, menghadiri acara tertentu. Jika tidak pasti mereka punya kesibukan sendiri-sendiri.
Kini laki-laki yang Mbok tau adalah adik calon suami Cenilaa tiba-tiba datang dan ingin bicara dengan Tayra.
"Ada kunci cadangan, Mbok?" tanya Abi.
Mbok mengangguk takut-takut. "Ada sih, Den, tapi.."
"Pinjam Mbok.."
"Hmm," Mbok ragu.
"Nggak apa-apa Mbok. Saya yang jamin.." kata Abi.
Mbok dengan pasrah akhirnya mengambil kunci cadangan dan memberikan pada Abi. Sementara itu Jun hanya diam, memperhatikan.
Pintu terbuka. Tapi...
"Tay!!" Abi memeriksa kamar itu dan ternyata kosong. Bahkan kamar mandinya juga kosong. Intinya Tayra tidak ada di sana.
"Mana Tayra?" tanya Abi.
Mbok terlihat terkejut. "Mbok juga nggak tau.."
Abi meremas rambutnya. "Tayra kabur berarti?" Entah ia bertanya atau memberitahu. Abi memberi kode pada Jun. Keduanya kemudian pergi setelah Abi mengatakan beberapa hal pada Mbok.
Begitu Abi pergi, Mbok langsung menelpon Erika, sesuai perintah Abi.
...
Tidak sulit bagi Abi mencari Tayra. Ia yakin Tayra ada di satu tempat. Ke mana lagi perempuan itu akan pergi?
Mobil Abi sampai di depan rumah bersamaan dengan mobil Minda datang. Abi langsung memblok jalan untuk Minda masuk. Minda langsung meneriaki laki-laki itu.
"Turun!" Abi membuka paksa pintu mobil yang untungnya sudah dikunci Minda.
"Gimana nih, Tay?" tanya Minda yang lama-lama jadi khawatir. Soalnya orang tuanya sedang ada di rumah saat ini. Abi ini kan kadang suka tak punya otak. Tidak perduli pada orang di sekeliling.
"Nih berdua sama aja brengseknya!" Maki Minda melihat Jun malah melipat tangan santai bersandar ke bumper belakang mobil Abi. Hanya menyaksikan tanpa berniat mencegah Abi sama sekali.
"Tay! Buka!!"
Tayra menghela napas. "Udah Min, buka aja. Nih orang emang harus dikasih pelajaran.."
"Lo yakin?"
Tayra mengangguk. Dengan ragu akhirnya Minda membuka kunci. Pintu langsung terbuka.
"Mau ngapain lo?" tanya Tayra begitu Abi menarik tangannya keluar dari dalam mobil.
"Lo nggak tau fungsi hape ya?"
Tayra memutar bola matanya cuek. "Lo ke sini mau nanya itu?"
Abi tampak menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya.
"Ada hal penting yang harus kita bahas.." Abi meraih pergelangan tangan Tayra. Tapi perempuan itu lebih dulu menarik tangannya.
"Bahas apa? Nggak ada yang mau gue bahas sama lo. Mending lo pergi sekarang kalau nggak mau dikeroyok warga.." ancam Tayra.
Abi menatap perempuan di hadapannya itu. Minda pun sudah ikut keluar. Berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu.
"Harusnya lo kooperatif sekarang, Tay. Dengan bersikap kayak gini, lo bikin semuanya jadi makin sulit.."
Tayra menatap Abi. "Sulit buat lo itu urusan lo. Sulit buat gue itu urusan gue. Dan lo sama gue nggak ada urusan! Awas!"
Tayra bersiap membuka pintu mobil. Namun geraknya terhenti.
"Orang tua lo dan orang tua gue udah ketemu," ucap Abi membuat Tayra otomatis berbalik.
Abi membuang napas pelan. "Jangan mempersulit keadaan. Kita harus bicara."
Tayra benar-benar tidak tau harus mengatakan apa.
"Tapi nggak di sini. Lo ikut gue, kita ngomong di tempat lain.." Abi meraih tangan Tayra. "Kalau lo takut temen lo gue apa-apain, lo juga ikut. Jun.." Abi memberi kode. Jun kemudian menghampiri Minda.
"Mau ngapain?"
Abi dan Tayra sudah masuk ke mobil Abi. Jun mendorong Minda untuk masuk ke kursi penumpang. Sementara ia yang menyetir. Dengan bodohnya Minda menurut. Ya bagaimanapun dia tidak mungkin membiarkan Abi membawa Tayra begitu saja.
...
Abi menghela napas. "Orang tua lo dan orang tua gue udah bikin kesepakatan," Abi menarik napas sebentar. "Kita akan menikah."
Tayra sudah tau itu, Maminya tidak pernah main-main dalam membuat keputusan. Tayra tidak menyangka Maminya akan menemui keluarga Abi secepat ini.
Abi menoleh ke samping kirinya karena Tayra tak kunjung memberikan respon.
"Tapi kenapa lo nggak kasih tau gue kalau... kalau lo hamil?"
Tayra masih dengan ekspresi datar yang sama. "Lo bilang apa sama keluarga lo soal keputusan mereka?" Tayra justru mengabaikan pertanyaan Abi. Pandangan Tayra tertuju lurus ke depan.
"Lo bilang apa sama mereka?" Desak Tayra saat Abi tak kunjung menjawab.
"Gue..." Abi memberi jeda. "Gue setuju."
Tayra langsung menoleh dan menatap Abo tajam. "APA?!"
Abi mengerutkan kening atas reaksi Tayra.
"KENAPA LO SETUJU?!"
"Tay, pelanin suara lo. Kuping gue bisa pecah!"
Dada Tayra tampak naik turun menandakan bahwa ia sedang sangat marah.
"Lo lucu banget. Terus lo mau gue gimana? Nggak setuju gitu? Di saat orang tua lo datang temuin orang tua gue. Dan.. dan lo hamil.."
"Jerk! Jangan sok baik! Gue bukan satu-satunya cewek yang lo bikin hamil!" Tayra meledak.
Ekspresi Abi berubah. Tapi ia masih berusaha keras menahan emosinya.
"Gue nggak mau nikah sama lo dan nggak akan pernah mau!" Ucap Tayra tegas.
Abi masih arahkan tatapan lurus ke manik mata Tayra. Mencoba menebak apa isi kepala perempuan itu.
"Sebenarnya apa sih isi kepala lo?" tanya Abi dengan suara pelan, tak habis pikir.
"Gue.benci.sama.lo!"
Abi sama sekali tidak terkejut. Hanya saja sebagian kecil egonya terluka. Tentu saja. Belum ada yang seberani Tayra menolak dirinya. Bahkan tidak sedikit perempuan yang mengaku-ngaku hamil sekedar untuk mendapatkannya. Tapi Abi tau mereka semua berbohong. Tentu saja, Abi tidak seceroboh itu. Tapi, sudahlah...
Abi menarik napas dalam. "Tapi lo nggak punya pilihan lain." Abi menatap Tayra tenang. "Lo harus tetap nikah sama gue, mau lo suka atau enggak."
Rahang Tayra mengeras. Tangannya mengepal.
"Dan alasan gue ngajak lo ngomong, bukan bahas lo mau nikah sama gue atau enggak. Karena gimanapun kita akan tetap menikah," ujar Abi santai. Ia tidak tau betapa mendidih kepala Tayra saat ini. "Yang mau gue bilang adalah..." Abi memperhatikan reaksi Tayra. Memastikan Tayra tidak akan mencakarnya tiba-tiba. "Kita hanya menikah selama lo hamil. Dan kita akan bercerai setelah anak itu lahir.."
Satu detik, dua detik, tiga detik masih hening. Kemudian Tayra tiba-tiba membuka pintu mobil dan keluar begitu saja. Abi yang terkejut langsung mengejar Tayra.
Tepat saat Abi meraih tangan Tayra, sebuah tamparan melayang ke pipinya. Abi terdiam seketika.
"Lo denger gue baik-baik," ucap Tayra dengan suara ditekan. "Gue nggak akan nikah sama lo." Kemudian Tayra menghampiri mobil Minda.
Abi tidak mengejar. Ia masih di tempatnya berdiri. Jun yang tidak menerima tanda apapun dari Abi menyingkir dengan santai saat Minda mendorongnya. Minda masuk ke dalam mobil. Kemudian ia dan Tayra meninggalkan tempat itu.
"Njir ditampar lagi. Mecahin rekor si Tayra," Jun berdecak.
"Lo bawa mobil," kata Abi. Jun mengendikkan bahu dan mencebikkan bibir, kemudian masuk ke dalam mobil. Tak lama mereka sudah meninggalkan tempat itu.
***