79. Kemarahan

1390 Kata
Gempar. Satu kata itu yang membuat mungkin seluruh masyarakat Indonesia khususnya Jakarta dan kalangan tertentu yang lainnya tercengang. Gadis 23 tahun yang merupakan putri sulung dari mantan seorang petinggi polisi yang hilang misterius lima tahun lalu kini terkuak keberadaannya. Siaran Singapura bahkan yang pertama menyiarkan gambar dan video singkat yang mereka dapatkan sekitar jam sembilan malam waktu Singapura. Bruk Laras terduduk syok di kursi sofa itu, matanya menatap nyalang ke arah televisi berukuran besar itu yang sedang menyiarkan berita tentang insiden tadi malam di Singapura. "Papa!" seru Laras nyaring memanggil sang suami. Iqbal mematung di tempat, matanya menatap ke arah televisi itu. "Moti...Moti...," gumam Iqbal. "Moti! Moti! Papa! Moti masih hidup!" seru Laras. "Aaaa! Ini! Ini! Papa! Hubungi Randra! Cepat! Hubungi putra kita!" seru Laras cepat. "Moti, dia--," seruan Laras terhenti. "Siapapun kau, yang bisa aku pastikan, kau menggali kuburanmu sendiri," terdengar desisan dingin dari seorang pemuda. Laras melotot maksimal. Mungkin saja bola matanya akan jatuh dari sarangnya kalau dia tidak cepat-cepat sadar. "Randra...Randra...," Laras berbalik ke arah sang suaminya yang sedang syok akibat melihat televisi yang sedang menyiarkan berita panas itu. "Dia...dia...," Sret Laras memegangi kepalanya akibat pusing mendadak yang menghampirinya. "Putra kita tahu, Pa!" ♡♡♡ Berita mengenai pulangnya Moti Akila Baqi ke Indonesia menuai banyak perhatian bagi para pebisnis dan orang-orang lainnya. Bahkan wartawan menyiarkan siaran dan berita langsung mengenai pulangnya sang tunangan dari tuan muda Basri yang diketahui oleh publik lima tahun ini menghilang secara misterius. "Pemirsa, anda bisa melihat sendiri di belakang saya bahwa ranjang gadis muda yang merupakan tunangan tuan muda Basri itu sedang di dorong menuju ke arah ambulance itu," ujar salah satu reporter. "Terlihat juga tuan muda Basri, Randra Adilan Basri yang sedari tadi turun dari pesawat pribadinya terus memegang tangan nona Moti," lanjut reporter itu. Tak Tak Tak "Tuan Randra, berikan kami komentar anda," "Tuan Basri, bagaimana ini bisa terjadi?" "Tuan Randra, apakah insiden yang ditayangkan oleh siaran Singapura itu benar?" Masih banyak pertanyaan-pertanyaan dari wartawan yang sedang memburu informasi. "Siapapun kau, yang bisa aku pastikan, kau menggali kuburanmu sendiri," terdengar desisan dingin dari Randra. Setelah ucapan kalimat itu, Randra berjalan tanpa menghiraukan wartawan dan kamera-kamera itu. Lalu kamera mengarah ke arah Agil dan Cika, dibelakangnya ada Jamaludin yang turun dari pesawatnya. "Itu! disana ada juga wakil panglima TNI yang sekarang, bapak Muhammad Jamaludin Baqi, beliau juga merupakan paman kandung dari nona Moti Baqi," ujar reporter itu. Tak Tak Tak "Pak, kami minta komentar anda mengenai ini," "Bapak, tolong beri kami sedikit keterangan mengenai insiden ini," "Bapak wakil panglima TNI, mohon kesediaan komentar anda," Masih banyak lagi seruan dan permintaan dari berbagai reporter yang ada. Para bodyguard dan polisi mengamankan posisi Randa, Jamal dan yang lainnya. ♡♡♡ Febrian melototkan matanya. "Apa!?" ia syok. Wiuw Wiuw Wiuw Ciittt Ambulance itu berhenti di depan UGD rumah sakitnya. Terlihat para tim dokter dan tenaga medis lainnya mendekat dan menghampiri mobil ambulance itu. Sret Tak Tak Tak Ranjang Moti mengarah masuk ke arah rumah sakit Febrian. Pemuda itu mematung ketika melihat gadis yang hampir sepuluh tahun ini selalu mengisi mimpi dan hatinya. Kedua mata gadis itu tertutup karena pengaruh obat bius yang diberikan oleh dokter yang menangani Moti. Ciiittt Ada beberapa mobil lagi yang parkir di parkiran rumah sakitnya. Terlihat dokter Hong dan kedua dokter yang menangani Moti keluar dari mobil, Agil dan Cika pun turut menampakan wajah mereka. Lalu ada beberapa wartawan dan reporter yang mengikuti dari belakang. ♡♡♡ Brak "Sial!" Christian mengamuk. Rencananya gagal total untuk melenyapkan saksi mata utama. "Aku dalam bahaya," ujarnya. "Benar-benar sial! Anak Mochtar lolos, mereka mengetahui niatku," ujar Christian marah. Lelaki paruh baya itu terlihat mondar-mandir tak jelas. Seluruh anak buah yang ia kirimkan ke Singapura tertangkap tangan, bahkan ada beberapa diantara sepuluh orang anak buahnya, mati tertembak karena melakukan perlawanan kepada polisi disana dan juga para bodyguard Jamalaudin dan Randra. Drt drt drt Ponselnya berbunyi. "Halo!" ucap Christian mengangkat telepon itu. "Pak, tuntutan pak Ikhsan telah dicabut, anda diminta segera ke kantor, ada masalah mendesak, pak. Keluarga pak Mochtar menuntut anda dalam kasus lima tahun lalu dan tadi malam di Singapura!" ujar si penelepon. "Apa!?" bola mata Christian hampir melompat dari sarangnya. ♡♡♡ Tak Tak Tak Laras berlari masuk ke dalam rumah sakit Febrian, Angta's Healthy Hospital itu banyak di banjari oleh wartawan-wartawan lokal dan ada juga banyak bodyguard-bodyguard yang bertugas. Para bodyguard tahu bahwa yang sedang berlari masuk itu adalah ibu dari tuan muda Basri, nyonya besar Basri yang sekarang. "Dimana ruang Moti?" Laras menuntut jawaban dari Cika yang baru saja selesai menelepon seseorang. "Tante," sahut Cika. "Dimana ruangan Moti?" tanya Laras lagi. "Krisan ruang satu VIP. Disebelah sana, ada bodyguard-," Tak Tak Tak Tidak menunggu lama lagi jawaban dari Cika, Laras berlari ke arah yang di tunjuk Cika sambil terus mengingat ruang yang diberitahukan oleh sepupu calon menantunya itu. Cika hanya menggaruk kepalanya saja, dia berbalik ke depan dan melihat ayah dari Randra yang juga sedang berjalan cepat kearahnya di tuntun oleh seorang bodyguard Randra. Cika menundukan kepalanya tanda memberi salam. "Om," Iqbal mengangguk singkat dan kembali melangkah cepat ke arah ruang rawat Moti. ♡♡♡ Tak Tak Tak "Krisan ruang satu VIP, Krisan ruang satu VIP...ah! Disana!" Tak Tak Tak Laras mendekat ke arah ruang yang dimaksud. Terlihat banyak bodyguard yang berjaga di depan pintu itu. Tak Tak Para bodyguard itu menunduk hormat ke arah Laras, namun Laras melewati saja mereka. Ceklek Seorang bodyguard Randra membuka pintu rawat Moti agar Laras bisa masuk ke dalam. "Nona Moti masih dalam pengaruh obat--," "Moti!" Laras berseru. Tak Tak Tak Wanita paruh baya itu melangkah cepat ke arah seorang gadis yang terbaring menutup matanya di atas ranjang rumah sakit. "Ma." Randra menoleh ke arah Laras. Tak Tak Laras terfokus hanya kepada Moti. Hap "Hiks...hiks...," Laras terisak. Jemarinya menggapai jemari Moti. "Mcuah! Mcuah! Mcuah!" Laras tiada henti mencium punggung tangan gadis 23 tahun itu sambil terisak. "Hiks! Hiks! Hiks!" tangisannya semakin keras. "Hiks! Hiks! Hiks! Syukurlah nak! Syukur! Alhamdulillah kau masih ada! Terima kasih ya Allah! Terima kasih! Hiks! Hiks!" Laras tiada henti mengucapkan syukur kepada yang Maha Kuasa sambil terisak, ia juga mencium punggung tangan itu. Ceklek Iqbal memasuki pintu ruang rawat itu, tubuhnya mematung ketika melihat langsung wajah gadis 23 tahun yang sedang menutup matanya itu. "Hiks! Hiks! Hiks!" Laras masih terisak. Suasana di dalam ruang rawat itu hening untuk sesaat. Dokter Hong yang menjelaskan kondisi Moti, menjadi diam, terlihat dari matanya yang memereh, dokter Hong dan yang lainnya terbawa suasana haru ketika melihat Laras menangisi dan mencium punggung tangan Moti tiada henti. ♡♡♡ "Apa!?" Laras syok. Matanya mengarah cepat ke arah Moti yang sedang menutup matanya. Astri, sang isteri dari Jamaludin juga merasakan perasaan syok yang luar biasa. Ia bahkan mencengkran erat jemari sang putrinya ketika mendengar penuturan sang suami mengenai kondisi sang keponakannya itu. Air mata turun tiada henti dari sudut matanya. "Tak cukupkah dia menderita selama lima tahun ini koma? Kenapa mereka ingin melenyapkannya lagi!?" suara serak Laras, ia marah atas apa yang ia dengar. "Menantuku tersiksa selama lima tahun ini! Dia bahkan tak pernah tahu bahwa kedua orang tuanya telah tiada! Dia bahkan tidak pernah tahu akan kabar kedua adik dan saudaranya yang lain!" "Mereka sungguh biadap!" Laras marah, emosinya memuncak. Hati Randra tenang dan teduh ketika mendengar penuturan dari sang ibu yang mengakui Moti adalah menantunya. "Mereka benar-benar tidak punya hati!" Laras berapi-api. "Papa!" Laras menoleh nyalang ke arah suaminya. Iqbal membalas tatapan sang isteri meskipun dia sendiri masih terbawa arus syok karena mendengar penjelasan dari Jamaludin tentang kondisi Moti lima tahun ini. "Mama tidak terima ini!" Laras berkata lantang ke arah sang suami. Ia bahkan mungkin akan mengamuk di ruang rawat itu. "Tante," ujar Cika. "Tenanglah," lanjut Cika. Semua mata mengarah kepada nyonya besar Basri itu. "Mama tidak terima perbuatan orang-orang j*****m itu kepada menantu mama! Mama tidak mau tahu! Apapun dan bagaimanapun, balas mereka sepuluh kali lipat dari yang dirasakan menantu mama selama lima tahun ini!" Pung Semua orang terkaget dengan apa yang didengar oleh mereka. Terutama Agil, pemuda itu menatap ke arah Laras penuh dengan keterkejutan. Randra yang sedang mengusap pipi sang tunangannya itu, tersenyum iblis ke arah sang ibu. "Mereka sedang menikmati bagian mereka sekarang," ujar Randra santai. Kini, semua mata mengarah ke arah pemuda 25 tahun itu, termasuk Febrian yang sedang memegang dadanya karena syok mendengar penjelasan Jamaludin. Dokter muda itu merasa sakit, hatinya menjerit pilu ketika mendengar penderitaan yang dialami oleh gadis yang dicintainya. Moti harus melakukan belasan kali operasi tulang untuk memperbaiki kedudukan tulang-tulangnya. "Pasti sakit," gumam Febrian pilu. "Dia tersiksa," pilu Febrian sambil menatap ke arah Moti. Laras menatap penuh api kepada sang anak. "Mama memang paling tidak suka dengan balas dendam dan kekerasan, namun kali ini, jangan harap mama akan diam saja," ujar Laras menekan setiap kata yang ia keluarkan. Sret Laras berdiri dari kursi sofa itu. Tak Tak Tak Dia berjalan perlahan ke arah ranjang Moti yang bahkan bisa memuat dua orang di atas ranjang itu. Hap Tangannya meraih jemari Moti. Rahang wanita paruh baya itu mengeras. "Balaskan ini Randra, mama tidak terima menantu mama menerima semua ini dari mereka," Laras mendesis dingin. "Mama ingin mereka menjerit-jerit sakit dan meminta agar kematian mereka cepat datang menghampiri mereka," desis Laras dingin. "Mama ingin mereka menderita," ujar Laras dingin. "Remukkan tulang-tulang dan nadi-nadi mereka," "Semuanya tanpa terkecuali," lanjut ibu dua anak itu. Orang-orang yang ada di ruangan itu menggigil takut. "Sekarang aku tahu, darimana Randra mendapat sifat yang sebegitu sadisnya," batin Cika. ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN