Menemukan Bayi

1305 Kata
"Tuan muda! Bang Axel!" teriak Arif sambil membawa sebuah keranjang. "Ada apa Rif? Kenapa teriak-teriak?" tanya Axel beranjak dari duduknya. "Owe! Owe ...owe!" "Suara bayi darimana itu, Rif?" tanya Shaga sebelum Arif menjawab pertanyaan Axel asisten Shaga. "Anu .. ini Tuan, Bang Axel." Arif menjawab gugup dengan napas masih terlihat ngos-ngosan seraya menyodorkan keranjang yang dibawanya. "Apa itu isinya bayi?" tanya Axel dan langsung mendekati Arif untuk melihat isi keranjang. Bukan hanya Axel, Shaga pun langsung mendekati Arif. Betapa terkejutnya kedua orang itu, setelah melihat isi dari keranjang yang di bawa Arif. Mereka pun saling pandang, sebelum kata-kata keluar dari mulut keduanya. "Darimana bayi ini? Apa kamu sudah menghamili perempuan dan dia memberikan bayinya padamu?!" tanya Shaga dengan nada tinggi. "Tidak-tidak, bukan begitu, Tuan. Ini bukan anak saya, tapi saya menemukan bayi ini di depan gerbang." Arif langsung menyahuti agar tidak di tuduh seperti yang diucapkan Shaga. "Lantas anak siapa itu?" tanya Axel. "Owe! Owe!" tangis bayi itu semakin melengking membuat mereka jadi panik. "Keluarkan dulu bayinya terus gendong," titah Shaga pada Arif. "Tapi saya tidak bisa menggendong bayi," sahut Arif dengan wajah bingung. "Akh, kamu ini. Masa gendong bayi saja tidak bisa, Axel gendong bayinya." Shaga langsung menatap Axel agar Axel mau menggendong bayi yang terus menangis itu. "Saya juga tidak pernah menggendong bayi, Tuan." Axel menunduk karena takut melihat tatapan tajam Shaga yang penuh kekesalan. "Mbok Ira!" teriak Shaga memanggil pelayan di rumah itu. Tak butuh waktu lama, seorang perempuan paruh baya lari dengan tergopoh-gopoh menuju ruang tengah rumah itu. Entah bagaimana mbok Ira yang berada di dapur bisa mendengar panggilan Shaga, padahal jaraknya cukup jauh. "Iya, ada apa, Tuan. Kenapa tuan berteriak begitu?" tanya mbok Ira dan langsung menatap keranjang bayi karena mendengar suara tangis bayi. "Mbok bisa gendong bayi?" tanya Shaga langsung. "Bisa, Tuan. Mbok punya anak 4, semua mbok sendiri yang gendong waktu bayi. Mereka lucu-lucu, meskipun ....' "Sudah-sudah, saya bukannya ingin mendengar cerita Mbok. Tapi mbok ambil bayi itu dan gendong agar diam," ucap Shaga memotong ucapan mbok Ira. "Eh iya maaf, Tuan. Tapi itu bayi siapa?" tanya mbok Ira dan melangkah maju mendekati Arif. "Kami juga tidak tau, Mbok. Sudah gendong dulu supaya dia diam," jawab Shaga. Mbok Ira pun mengeluarkan bayi itu, lalu menggendongnya seraya mengayun-ayunkan tubuhnya sambil menepuk-nepuk pelan sang bayi. Tapi bayi itu tidak kunjung diam, meskipun tangisnya tidak sekeras tadi. "Coba cari apa ada s**u di sana, Rif." Mbok Ira meminta security rumah itu untuk mencari sesuatu di keranjang bayi. "Eh tadi juga ada tas kecil di samping keranjang bayinya, mungkin ada s**u di sana." Arif langsung jongkok dan membuka resleting tas, benar saja ada botol s**u yang sudah terisi. Ada beberapa perlengkapan bayi, saat arif hendak mengangkat botol s**u dia melihat kertas di sana. Arif mengambil botol dan memberikan pada mbok Ira, lalu dia kembali mengambil selembar kertas yang sepertinya sebuah surat. "Tuan, ini sepertinya surat." Arif menyodorkan surat itu pada Shaga, yang langsung disambar Shaga karena penasaran. "Tolong rawat bayi ini, kamu mungkin terkejut dengan kedatangan bayi ini. Tapi kalau kamu ingat tentang kejadian satu tahun yang lalu saat kita tidur bersama, pasti kamu tidak akan bertanya-tanya. Selama ini aku menyembunyikannya karena aku tau itu hubungan tanpa ikatan apapun. Tapi saat ini aku mendapatkan tawaran kerja ke luar negri, tidak mungkin aku membawa bayi itu. Namanya Aura Latisha, aku titip dia agar kamu rawat. Kelak jika memang masih dianggap aku akan menemuinya, jika tidak maafkan aku." Shaga membaca isi surat itu dengan suara semakin parau di sana juga di jelaskan tanggal lahir si bayi. "Ini anak Anda, Tuan." Axel menatap Shaga membuat Shaga mundur dan kembali duduk di sofa. "Tidak, mana mungkin aku punya anak." Shaga masih berusaha menolak dan menutup wajahnya frustasi. "Tapi ini benar-benar anak Anda Tuan, Anda tidak lupa dengan nona Clara, kan?" tanya Axel. "Akhh, aku benar-benar bisa gila!" teriak Shaga frustasi. "Owe, Owe!" tangis bayi bernama aura kembali terdengar. "Mbok, bisa diamkan dia tidak! Aku bisa gila ini Mbok!" bentak Shaga yang biasanya tidak pernah kasar pada pelayan rumahnya itu. "Maaf Tuan, tapi sepertinya bayi ini ketakutan. Anda jangan bicara keras kalau ada bayi," sahut mbok Ira memberanikan diri. "Baiklah, maafkan saya Mbok. Coba bawa ke belakang dulu," ujar Shaga Akhirnya. "Tapi Tuan, susunya hanya ada satu botol ini. Perlengkapan bayinya juga seadaanya, tidak ada tempat tidur bayi. Saya harus bagaimana ini?" tanya mbok Ira. "Sudah, nanti saya dan Axel akan keluar membelinya. Sekarang bawa dia dulu," sahut Shaga. Shaga benar-benar bingung saat ini, dia tidak tau harus berbuat apa saat ini. Bahkan dia tidak tahu di mana Clara tinggal, setelah one night stand malam itu dia tidak pernah berhubungan lagi dengannya. Shaga ingat malam itu ada perjamuan di klub malam, dalam kondisi mabuk berat dia bertemu Clara dan mereka pun bercinta. Clara tidak pernah membahas untuk meminta pertanggung jawaban, karena sepertinya hal seperti itu biasa untuknya. Tapi kali ini Clara memberikannya kejutan yang lebih besar dari sebuah pertanggungjawaban. "Tuan, jadi kita harus bagaimana sekarang? Mbok Ira tidak mungkin bisa mengurus bayi itu terus-terusan, mbok Ira harus mengerjakan pekerjaan rumah juga. Hanya ada dua pelayan di rumah ini, bahkan salah satunya hanya membantu dan tidak menginap. Kasihan mbok Ira," ucap Axel membuyarkan lamunan Shaga. "Cari di yayasan, sudah sekarang kita keluar beli keperluan bayi itu. Nanti malah tutup semua," jawab Shaga dan langsung beranjak dari duduknya. "Siap, Tuan." Axel pun langsung mengikuti Shaga, kali ini mereka meminta supir yang mengantar karena Axel akan mencari yayasan yang bisa menyediakan baby sitter. Mereka langsung meninggalkan rumah, Axel sibuk mencari dan menelpon yayasan penyedia baby sitter. Sudah banyak yang ditelepon tapi hasilnya nihil, membuat Axel menghembuskan napasnya berat. "Tuan, semua yayasan tidak bisa memberikan secepatnya dengan berbagai alasan. Sedangkan kita besok sudah harus dapat pengasuhnya, paling cepat dua Minggu lagi barulah bisa dapat jawaban. Malah tadi ada yang diminta menunggu satu bulan," jelas Axel. "Kenapa sih, di saat genting begini malah ada saja masalahnya!" tukas Shaga geram. Axel terdiam tidak bisa menjawab apapun, dia juga bingung harus bagaimana. Tidak mungkin dia mengurus bayi itu sendiri, bahkan dia tidak tau caranya menggendong bayi bagaimana dia bisa mengurus bayi berusia tiga bulan itu. "Tunggu, aku ada ide." Shaga tiba-tiba menyeletuk membuat Axel seketika menoleh. "Apa itu, Tuan?" "Gimana kalau kita pakai si Dara untuk mengurus bayi itu, aku sudah lama ingin mengerjainya. Dengan mengurus bayi itu di rumah, aku jadi tidak perlu berdebat dengannya diperusahaan lagi. Bagaimana menurutmu?" tanya Shaga pada Axel asistennya. "Maksudnya Aldara, Tuan? Terserah Tuan saja, tapi apa dia bisa mengurus bayi?" tanya Axel balik. "Iya dia, masa sih ngurus bayi aja gak bisa, dia itu perempuan pasti bisalah. Kamu suruh dia ke rumah saja besok, kalau dia tidak mau pecat dia langsung!" tegas Shaga. "Baik, Tuan." *** Sepulangnya berbelanja, Shaga langsung mencari mbok Ira yang terlihat sedang duduk terkantuk-kantuk di sofa. Gimana, Mbok? Apa dia rewel?" tanya Shaga. "Eh, Tuan sudah pulang. Tidak Tuan, setelah habis satu botol s**u dia tidur. Saya bingung bayi ini mau di tidurkan di mana, jadi saya letakkan di sini dulu sampai Anda pulang." "Bawa saja ke kamar samping kamarku, Mbok. Jadi Mbok bisa bangunkan aku kalau ada apa-apa, besok mungkin akan ada yang bantu merawat bayi ini. Semoga saja orang itu bersedia," jawab Shaga. "Memangnya sudah dapat baby sitter, Tuan?" "Belum sih, Mbok. Tapi seseorang yang bisa merawatnya, kalau bisa Mbok bantu cari pelayan lain yang mau menginap di sini. Biar tidak terlalu repot, jadi Mbok juga bisa bantu jaga bayi ini." "Siap, Tuan. Saya akan kabari keponakan saya, dia katanya mau cari kerja. Saya mau bilang sama tuan, tapi selalu lupa. Dia anak yang rajin, kalau Tuan mau bisa langsung saya suruh ke sini." Mbok Ira dengan penuh semangat memberitahu Shaga tentang keponakannya yang sedang mencari pekerjaan. "Ya sudah suruh saja ke sini, Mbok." Shaga langsung setuju karena memang saat ini rumahnya butuh banyak orang, hanya karena kehadiran satu orang bayi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN