Terpaksa Menerima

1046 Kata
"Tadi kamu bilang aku gila, sekarang kamu sebut aneh. Apa karena aku berbaik hati mengijinkan kamu bekerja di sini, jadi kamu bisa seenaknya?!" tanya Shaga kembali emosi. "Ya ampun, Bos. Kenapa sih salah paham terus, padahal tadi sudah saya jelaskan. Kali ini pun sama, yang aneh cuma kata-kata Bos yang tidak mau sama dengan orang. Di sini saya mengajukan syarat, tapi sepertinya tidak dianggap penting. Sudahlah, suka-suka Bos saja mau apa. Asal janji tentang gaji saya jangan diingkari," sahut Aldara mulai pasrah dengan sikap Shaga. "Nah, gitu apa salahnya tinggal menurut saja. Soal gaji nanti kamu tandatangani kontrak dengan Axel, supaya kamu percaya kalau saya Ini tidak suka ingkar janji. Makanya saya tidak setuju dengan syarat kamu, karena saya takut tidak bisa menepati. Mengerti kamu?" "Iya Bos, saya mengerti banget. Ya sudah suka-suka Bos sajalah, percuma juga memberi syarat. Tetap saja tidak diterima," jawab Aldara lalu duduk di sofa sambil terus menggendong Aura yang terlihat nyaman bersamanya "Bagus, jadi mulai sekarang kamu akan tinggal di sini." "Apa? Kenapa harus tinggal di sini? Kan saya bisa pulang-pergi ke tempat kost, tadi Bos gak bilang kalau saya harus tinggal di sini." Aldara langsung protes dengan ucapan Shaga yang memintanya tinggal di rumah itu. "Lah, kamu harus merawat bayi itu 24 jam. Makanya kamu menginap di sini, gajimu sudah naik dua kali lipat. Dan itu akan menguntungkan kamu karena tidak perlu bayar kost lagi, juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk makan. Artinya gajimu bersih masuk ke kantong, lantas kurang apalagi?" tanya Shaga menjabarkan keuntungan Aldara jika tinggal di rumahnya. Aldara terdiam, semua yang dikatakan Shaga ada benarnya. Tapi harus bertemu Shaga selama 24 jam penuh membuatnya harus berpikir ulang, karena sudah pasti apa yang akan terjadi pada mereka jika selalu berdekatan. Hal yang sangat malas bahkan hanya untuk dibayangkan saja, Shaga tidak pernah bersikap baik padanya. "Tapi, Bos. Itu artinya saya harus bertemu Bos selama 24 jam penuh, entah kenapa rasanya berat untuk saya. Apalagi hubungan kita tidak pernah akur," ungkap Aldara jujur. "Apa kamu pikir saya ini pengangguran yang akan selalu di rumah? Atau saya ini robot yang tidak pernah tidur, saya bahkan bisa menghitung berapa jam kita akan bertemu setiap harinya meskipun kamu tinggal di sini. Jadi jangan berlebihan," ucap Shaga tegas. "Hehehe, iya juga ya, Bos. Malah lebih lama kita bertemu saat di kantor, apalagi kalau Bos sudah menyuruh saya untuk ikut meeting. Ya sudah, kalau begitu saya akan tinggal di sini. Tapi bagaimana dengan pakaian dan barang-barang saya di kost. Bahkan sewa saya di sana masih cukup lama, karena baru beberapa hari saya membayar sewanya," jelas Aldara. "Ya ampun, saya baru tau kalau kamu itu orang perhitungan. Lagipula di sini kamu tidak membayar, bahkan gajimu sangat besar. Apalagi yang kamu pikirkan?" "Iya sih, cuma sayang saja kalau di sia-siakan. Tapi mau bagaimana lagi, saya harus tinggal di sini. Kalau begitu saya harus pulang dulu hari ini untuk membereskan barang-barang," sahut Aldara. "Ya nanti setelah bayi itu tidur dan tidak rewel kamu bisa pulang, Axel akan membantumu memindahkan barang-barangmu. Tapi bawa saja yang penting, tidak usah membawa semuanya. Supaya kamu bisa segera balik ke sini sebelum bayi itu kembali rewel," jawab Bayu. "Jangan terus memanggilnya bayi itu, dia punya nama, kan? Jadi panggil namanya agar kalian bisa dekat secara emosional," ucap Aldara. "Iya, namanya Aura menurut Ibunya. Aku hanya belum terbiasa memanggilnya namanya," kilah Shaga. "Ya harus di biasa, kan. Ini bayinya sepertinya tidur, apa harus aku gendong terus?" tanya Aldara. "Eh maaf, Non. Kalau gitu kita bawa ke kamarnya saja, boleh kan, Tuan?" tanya mbok Ira yang sejak tadi hanya berdiri bersama Axel mendengarkan pembicaraan dua orang itu. "Iya, Mbok. Habis itu Mbok jaga sebentar, biar dia bisa pulang dan membereskan barangnya bersama Axel. Hari ini saya ambil cuti ke kantor," sahut Shaga. "Tapi saya harus masak untuk makan siang kita, Tuan." "Sudah tidak usah masak dulu, biar nanti saya pesan makanan untuk makan siang. Kita fokus pada bayi itu dahulu, setelah semua urusan bayi itu selesai kita bisa tenang. Sudah bawalah bayi itu ke kamarnya," pinta Shaga. "Baik, Tuan. Ayo Non ikut saya!" ajak mbok Ira. Aldara mengangguk dan berjalan mengikuti mbok Ira, mereka naik tangga untuk ke lantai dua. Baru kali ini Aldara masuk ke rumah mewah seperti ini, ada rasa penasaran di hatinya untuk melihat bagaimana keadaan kamar di rumah mewah itu. "Ayo masuk, Non. Ini kamar nona Aura untuk sementara waktu, entah apakah nanti akan di pindahkan atau tetap di sini saya juga tidak tau. Tapi di sini belum ada ranjang bayinya," jelas mbok Ira seraya membuka pintu. "Terima kasih, Mbok. Emangnya kapan bayi ini datang ke sini?" tanya Aldara sambil melangkah masuk. "Baru semalam, Non. Semua orang panik, karena ibu si bayi hanya meninggalkan satu botol s**u dan beberapa pakaian ganti. Jadi semalam tuan dan bang Axel langsung membeli beberapa barang yang dibutuhkan, mungkin itu alasan tuan libur hari ini. Karena harus menyiapkan lagi beberapa barang yang belum di beli," tutur mbok Ira menjelaskan. "Ternyata Bos bisa juga perhatian, aku pikir bos itu orang yang angkuh, sombong dan egois sampai mendarah daging. Tapi ternyata dia ada sisi baiknya juga," ucap Aldara pelan karena takut Aura terbangun. Aldara meletakan Aura ke tempat tidur dengan pelan, agar bayi mungil dengan wajah cantik itu tidak terbangun. Aldara tidak mau sampai si bayi menangis lagi dan dia harus menggendong untuk mendiamkannya lagi. Mereka pun sedikit menjauh, setelah menyelimuti sebagian tubuh Aura karena memang kamar ini dengan pendingin ruangan. "Kenapa ibu bayi itu tega meninggalkan bayinya ya, Mbok. Padahal bayi itu sangat cantik, pasti ibunya juga cantik." Aldara bicara kembali dengan mbok Ira setelah duduk di sofa yang agak jauh dari tempat tidur. "Mungkin dia juga terpaksa, Non. Kalau tidak dia pasti tidak tega juga harus meninggalkan bayinya," jawab mbok Ira. "Apa ibu si bayi akan kembali menjemputnya suatu saat nanti, kalau ya kasihan juga si bos. Dia sudah habis banyak tapi akhirnya di ambil lagi," ucap Aldara. "Tuan pasti sudah memikirkannya, Non. Kalau tidak mana mungkin tuan mau menerima begitu saja, tuan Shaga selalu mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Jadi tidak akan mudah untuk orang lain memanfaatkan tuan," ungkap mbok Ira apa yang diketahuinya tentang Shaga. "Benar juga sih, Mbok. Semoga aja seperti itu," ujar Aldara. "Oh ya, ayo saya ajarkan cara bikin s**u!" ajak mbok Ira dan berjalan ke salah satu arah sudut ruangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN