Kedatangan Sugara

1332 Kata
“ Ada apa, kang?” tanya Samsiah pura – pura tidak paham tentang kedatangan Zaini kakanya. “ Kamu dan Anin dipanggil abah,” jawab Zaini sambil duduk di kursi menghadap kearah Anin yang duduk bersampingan dengan Dimas. “ Mau apa lagi? Bukankah abah sudah tidak menganggap Anin sebagai cucunya lagi? Lantas untuk apa harus kembali kesana?” jawab Samsiah dengan tegas. Medengar jawaban seperti itu, Zaini terdiam sejenak. “ Yang tidak diakui cucu itu bukan Anin, Samsiah, tapi Dimas, sampai kapan pun abah tidak akan pernah menganggap Dimas sebagai menatunya,” jawab Zaini mencoba mengklarifikasi perkataan Haji Sanusi tadi. “ Itu sama saja, Bang Dimas adalah suami Anin. Dan kalau Bang Dimas tidak dianggap cucu oleh abah, maka itu sama saja abah tidak menganggap cucu pada Anin. Dan oleh sebab itu, Aku tidak perlu untuk datang lagi kesana,” jawab Anin tak kalah tegas. “ Kamu jangan terus – terusan keras kepala Anin. Yang dilakukan abah itu semuanya demi kebaikan dan kebahagiaan kamu, jadi jangan salah paham tentang ini,” ucap Zaini agak sedikit marah mendengar jawaban Anin barusan. “ Kebahagiaan aku? Tolong jangan mengada – ngada mang, aku ini sudah Bahagia Bersama bang Dimas, lantas dari segi apa abah dan mang Zaini mengetahui kalau aku tidak Bahagia?” tegas Anin. “ Benar, tolong jawab, kang, Dari segi apa kang Zaini bisa mengetahui kalau Anin dan Dimas tidak Bahagia? Sementara yang Iyah perhatikan, sampai saat ini rumah tangga mereka baik – baik saja, bahkan belum pernah sekali pun Anin mengeluh pada siapa pun diantara kita,” sambung Samsiah. Zaini kali ini benar – benar dibuat tidak berdaya dengan pertanyaan Anin dan Samsiah. Walau bagaimana pun, apa yang dikatakan oleh mereka berdua benar adanya. Anin dan Dimas sama sekali tidak terlihat seperti tidak Bahagia. Bahkan mereka berdua tidak pernah mengeluhkan tentang rumah tangganya. “ Kang, tolong sampaikan sama abah, selama abah masih berniat untuk menjodohkan Anin dengan Romi, maka selama itu juga Iyah tidak akan menemui abah. Terserah mau dianggap apa Iya sama abah dan Kang Hamdan juga kang Zaini,” tegas Samsiah membuat Zaini seketika matanya melotot kearah Samsiah. “ Kamu berdua benar – benar keterlaluan, demi orang Miskin macam si Dimas kalian tega memutuskan hubungan darah!” bentak Zaini. Kali ini kemarahan Zaini sudah tidak bisa lagi dibendung. Dirinya merasa di asingkan oleh adik dan keponakannya itu, dan tentu saja ini semua karena Dimas. Dimaslah yang sudah menyebabkan keluarga besarnya jadi tercerai berai seperti ini. Zaini kesal, karena setelah Samsiah, tentu saja akan disusul oleh Sugara juga yang akan secara terang – terangan memusuhinya. Karena Sugara pun sama dengan Samsiah yang selalu membela Dimas. “ Terserah Mang Zaini mau ngomong apa, yang jelas Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang istri, yang harus lebih mengutamakan Suaminya, dan membela kehormatan suaminya dari siapa pun termasuk keuarganya sendiri,” ucap Anin tak kalah tegas dengan Samsiah. “ Arggggg…Ya sudah tersera kamu Anin. Tapi ingat mamang tidak akan membantu kalau suatu saat kamu dalam kesulitan,” jawab Zaini. “ Mang Zaini gak usah khawatir. Lagian kapan Mang Zaini pernah membantu Anin dan keluarga Anin?” sindir Anin sambil tersenyum nyinyir. “ Sebaiknya sekarang kalian kembali dan selesaikan pekerjaan kalian sebelum kang Sugara datang, Samsiah. Kalau sampai kang Sugara datang masakannya belum selesai, maka sudah dipastikan kang Sugara akan marah sama kalian berdua,” ucap Zaini sambil mencoba menakuti Samsiah dan juga Anin. “ Aku tidak takut, aku hanya tinggal menjawab kalau semua itu karena abah dan mang Zaini yang mencoba menjodohkan aku dengan Romi, makanya aku memilih pergi karena tidak suka kalau urusan rumah tanggaku dicampuri. Dan aku yakin betul kalau mang Sugara akan lebih percaya pada perkataanku,” jawab Anin sambil tersenyum. “ Kamu memang sudah terhasut oleh omongan si Dimas Anin, sampai – sampai mau mengadu domba mamang dengan kang Sugara. Ingat Anin, suami itu ada bekasnya, tapi hubungan kamu dengan mamang tidak akan pernah putus, mamang ini adalah orang tua kamu Anin, yang seharusnya kamu hormati. Karena mamang ini pengganti bapak kamu,” jawab Zaini sambil berdiri dan berjalan menuju keluar untuk kembali ke rumah Haji Sanusi dan memberitahukan agar Romi disuruh pulang saja dari pada nanti urusannya akan bertambah panjang. ***** Sesampainya kembali kerumah Haji Sanusi, Samsiah dan Anin pun melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Sementara Dimas pun ikut membantu agar pekerjaan cepat selesai, karena sebantar lagi Sugara dan keluarganya akan datang. Sementara Romi akhirnya memutuskan untuk pulang atas permintaan Haji Sanusi. Saat mendengar penjelasan dari Zaini dan mengatakan kalau Anin juga Samsiah tidak akan mau kembali ke Rumah Haji Sanusi kalau masih ada Romi, dengan terpaksa Haji Sanusi pun meminta Romi untuk pulang. Tepat pukul tiga Sore Sugara pun datang mengendarai mobil Fajero warna hitam. Didalamnya tampak Hainun dan juga Hafiah. Namun tidak Nampak adanya Afifah. “ Assalammualaikum, Abah” sapa Sugara sambil mencium tangan Haji Sanusi, diikuti oleh Hainun dan juga Hafiah. “ Loh…kok Afifah gak ikut?” tanya Haji Sanusi setalah sadar kalau didalam mobil Sugara sudah tidak ada lagi orang. “ Afifah Bersama calon suaminya abah, barusan dia mampir dulu di toko mainan, karena mau membelikan mainan buat Saffa,” jawab Hainun. “ Ngapain juga repot – repot beliin anak si Dimas itu mainan, yang ada bapaknya akan semakin malas nantinya,” jawab Haji Sanusi tidak suka kalau ada orang yang baik pada Anin dan juga Dimas, walau pun itu ditujukan pada anaknya. “ Ternyata abah belum berubah juga, masih saja membenci Dimas dan juga Anin,” ucap Sugara sambil berjalan masuk kedalam Rumah diikuti oleh istri dan putrinya begitu juga Haji Sanusi. Sesampainya di ruang keluarga, Sugara tidak langsung duduk. Dia lebih memilih berjalan menuju dapur untuk menemui Anin dan juga Samsiah yang sudah pasti berada di dapur. “ Eh…orang kota suda datang,” sambut Samsiah sambil memeluk Hainun yang juga ikut ke Dapur. “ Assalammualaikum, mang,” sapa Anin dan juga Dimas sambil mencium tangan Sugara. “ Waalaikum Salam, kamu tidak apa – apa, Anin?” tanya Sugara yang sepertinya memahami hari yang berat bagi Anin berlama – lama di rumah Haji Sanusi. “ Tidak, mang, Anin dan bang Dimas baik – baik saja,” jawab Anin sambil memeluk Sugara. “ Syukurlah, mamang senang melihat kalian tetap rukun dan selalu sabar dalam menghadapi segala ujian dan perkataan dari mereka semua yang selalu membenci kalian,” ucap Sugara sambil mengelus rambut Anin. “ Itu Sudah Biasa, mang. Anin dan Bang Dimas usdah kebal dengan itu semua, walau pun terkadang ada juga rasa sakit dan jengkel. Tapi, Bang Dimas selalu mengingatkan Anin,” jawab Anin. “ Dimas memang suami yang baik buat kamu Anin, dan mamang yakin, semua ini akan berakhir dengan indah suatu hari nanti. Karena orang sabar seperti kalian akan mendapatkan kebahagiaan dari Allah nantinya,” ucap Sugara menenangkan hati Anin, “ Dimas, mamang boleh minta tolong?” sambungnya sambil melepaskan pelukannya pada Anin dan menatap Dimas. “ Tentu saja, mang. Apa yang harus Dimas lakuin?” tanya Dimas semangat. “ Tolong cuci mobil mamang sebentar, karena kotor banget,” jawab Sugara sambil menyerahkan kunci mobil pada Dimas. Tanpa berkata lagi, Dimas pun langsung pergi untuk menjalankan tugas dari Sugara mencuci mobilnya yang terparkir dihalaman depan Rumah Haji Sanusi. ”Kamu memang beruntung Anin, karena punya suami seperti Dimas. Mamang yakin betul kalau Dimas itu menyimpan rahasia besar, namun mamang pun belum tahu pasti. Yang jelas Dimas bukan seperti yang kita pikirkan saat ini, ada sesuatu yang disembunyikannya dari kita semua, dan mamang yakin itu,” jelas Sugara. Mendengar perkataan Sugara seperti itu, Anin hanya tersneyum. Hatinya pun selalu mengatakan ada hal yang disembunyikan oleh Dimas darinya. Tapi sampai saat ini Anin tidak tahu apa itu, Anin pun tidak mau mencari tahu tentang identitas suaminya yang begitu misterius. Dimas hanya kerja serabutan dan menjadi kuli di pasar, tapi disaat ada masalah besar, maka dengan cepat Dimas bisa menyelesaikannya. Bahkan saat Anin melahirkan pun, tanpa bantuan dari siapa pun Dimas mampu mendapatkan uang yang nilainya puluhan juta. Hal ini yang membuat Anin semakin penasaran dan ingin mencari tahu secepatnya tentang suaminya yang selalu dianggap miskin itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN