Bayi Besar

1014 Kata
Setelah bertegur sapa dengan para penjemputnya yang lain, memeluk Alila dan Ifan serta berkenalan secara langsung dengan Chico dan Yulia, akhirnya mereka siap untuk pulang. Luna memaksa ingin menggendong Dio. "Dia lucu banget. Aku juga jadi kepengen punya sendiri, Mbak," ucap Luna pada Alila. "Ya buruan cari calon kalo gitu!" jawab Alila enteng seraya melirik Ifan. Theo, Chico dan Yulia cengengesan di belakang. Mau tertawa lepas tidak enak pada Ifan. Tapi Ifan itu memang kurang gerak cepat. Sudah jelas suka pada Luna, tapi tidak mau membuat pergerakan. Padahal Luna sangat menawan, banyak yang mau pasti. "Dikira cari calon gampang, Mbak? Aduh, aku sudah kelamaan jomblo, hampa gitu rasanya. Ya semoga aja liburan ini aku dapet pacar deh." Luna malah curcol. Dalam hati, Ifan sedang berseru keras, bahwa ia rela menjadi volunteer. Eh... maksudnya bersedia menjadi pacar Luna, menikah dengannya dan menjadi Ayah dari anak - anaknya kelak. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Luna mengendap menuju kamar Theo. Takut bila suara langkahnya menganggu para penghuni rumah lain yang sedang istirahat. Theo dan Luna memang pulang ke rumah keluarga besar mereka. Merupakan hal yang langka, mereka bisa berkumpul bersama. Mumpung Luna pulang, mereka yang tinggal di apartemen sepakat untuk pulang juga. Tanpa mengetuk, Luna segera masuk. Sesuai dugaannya, Theo belum tidur. Adiknya itu masih sibuk dengan ponselnya. Luna segera menyusul berbaring di samping Theo. "Lo main apaan sih?" Luna kesal karena kedatangannya sama sekali tak dikomentari oleh empunya kamar. "Tahu Bulat." "Cuman gitu - gitu doang mainnya?" "So what?" Theo mendadak sok Inggris. Konsentrasinya tetap tertuju pada layar ponsel. Luna kesal dan ia segera merebut ponsel itu dari tangan Theo. "Balikin nggak?" Theo langsung bereaksi. "Nggak." Tanpa ragu Luna segera menutup game itu, lalu dengan tega mematikan ponsel Theo, dan melemparnya ke nakas. "Katanya kangen sama gue. Tapi begitu gue pulang malah sibuk main Tahu Bulat!" "Kapan gue bilang kangen sama lo?" Luna cemberut mendengarnya. "Udah malem, tidur sana!" Pintu kamar Theo terbuka, membuat perhatian keduanya teralih. Sosok kecil nan cantik sedang berdiri di ambang pintu. "Lho, kok belum bobok, Dek?" tanya Theo segera. Namira segera naik dan memposisikan dirinya di antara Theo dan Luna. Bergelung di balik selimut tebal warna putih itu. "Aku tadi ke kamar Mbak Luna, tapi malah nggak ada orang. Feeling aku bilang Mbak Luna pasti ada di sini. Ternyata bener." "Emangnya kenapa nyariin Mbak?" Luna memainkan ujung rambut Namira. "Aku pengen bobok sama Mbak." "Ya udah, tidur di sini dulu aja," jawab Luna. "Tapi ini kan kamarnyaa Mas Theo. Emangnya Mbak Luna mau tidur sini?" "Iya." "Tapi aku nggak mau tidur sama dia!" Namira protes. "Berarti nanti biar Mas Theo tidur di sofa itu." Luna menjawab sekenanya. Theo memutar bola matanya kesal. Yang punya kamar siapa, yang terusir siapa. Sungguh terlalu. Memang benar - benar kelakuan dua orang wanita beda usia itu. "Mas!" seru Namira. "Hm ...," jawab Theo ogah - ogahan. "Ayo ajakin Mbak Luna main ke taman. Mbak Luna pasti suka." Mendadak secercah senyuman cerah menghiasi wajah Theo. Ia salah tingkah. Ide itu cemerlang sekali. Dan Theo menambahkan improvisasi. Mungkin jika mengajak Alila dan Dio akan jauh lebih mengasyikkan. Terkadang selain menyebalkan, Namira juga sangatlah cerdas. "Taman tempat lo dan Mbak Ali ketemu?" tanya Luna. Theo mengangguk. "Jadi gimana, kita ke sana bareng - bareng, ya, ya, ya?" Namira terus memaksa. Ia tak tahu saja bahwa tanpa dipaksa seperti itu Theo sudah setuju sepenuhnya. "Oke, Dek. Kapan - kapan kita ke sana." "YESS!" Namira senang tak keruan. Luna melirik Theo yang masih senyam - senyum tidak jelas. Dan ia bisa menebak apa yang ada di pikiran Theo saat ini. Ia hanya bisa geleng - geleng heran. Tapi ia juga tak menyalahkan Theo karena menyukai Alila. Karena memang kehidupan mereka selama inilah yang memicu Theo menyukai wanita yang lebih tua. Ia butuh kasih sayang lebih dari wanitanya. Cukup lama membuat Namira tidur. Ia cerewet sekali. Terus bicara dan bertanya apapun tak ada habisnya. Sampai kuping Theo panas, dan Luna lelah menjawab. Dengan sedikit omelan dari Theo, akhirnya Namira tertidur. "Lo masih belum mau tidur?" Luna bertanya lagi. "Lo beneran mau tidur di sini?" Theo balik bertanya. "Menurut lo?" "Ya terserah lo aja sih. Tapi ngomong - ngomong gue nggak mau pindah ke sofa lho. Dan lo, jangan tidur sebelum gue tidur." "Dasar bayi besar. Apa lo mau gue ngelus - ngelus kepala lo juga, biar cepet tidur?" Theo menggeleng sambil tersenyum geli. "Cukup temenin gue aja." Theo membalikkan badannya. Membelakangi Luna dan Namira. Ia juga membenahi posisi selimutnya yang tertarik sana sini karena gerakan - gerakan Namira sebelum tidur tadi. "Dan misal nanti lo pindah, jangan lupa bawa dia juga!" Theo menunjuk Namira. Luna tertawa dibuatnya. Sejak dulu Namira dan Theo memang paling jago dalam hal berdebat. 'Mantan' si Bungsu dan si Bungsu 'yang baru', selalu bertingkah seperti anjing dan kuncing berebut wilayah kekuasaan. Luna pun terlihat menyamankan posisinya. Ia berbaring miring membelakangi Namira dan Theo. Setiap malam, Theo tak pernah bisa tidur dengan mudah. Ia memikirkan banyak hal. Ia baru bisa tidur menjelang pagi, membuatnya sering kurang tidur. Makanya saat libur sekolah ia memilih tidur terus sampai siang. Salah satu yang paling membebani pikirannya, tentang penyakitnya. Anggota keluarganya yang lain belum tahu tentang itu. Bagaimana jika kemungkinan terburuk terjadi? Bagaimana jika Tuhan tiba - tiba memanggilnya, tanpa memberinya kesempatan untuk memberitahu mereka terlebih dahulu. Luna mempunyai masalah yang sama. Sebagai satu - satunya anggota keluarga yang tahu tentang penyakit Theo, tanggung jawabnya untuk memberi tahu anggota keluarga lain sangat lah besar. Selama ini hatinya tak pernah tenang, dan otaknya tak pernah berhenti memikirkan hal tersebut. Ia sangat takut bila keberaniannya belum juga muncul, sampai waktu yang ditakutinya tiba. Luna selalu meminta pada Tuhan dalam doanya. Agar Theo diberi kesembuhan dan umur panjang. Jika keajaiban itu benar - benar ada, maka Luna adalah salah satu orang yang begitu mengharapkannya keberadaannya. Mereka saling berbaring membelakangi, sama - sama belum bisa terlelap, sama - sama memikirkan setiap beban pikiran masing - masing, dan berharap segala kelumit dalam kepala itu bisa segera sirna. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ -- T B C --
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN