Alila terkejut setengah mati. Begitu keluar dari kamar Dio, Jo sudah berdiri di depan pintu. Membuatnya berteriak cukup keras. Ia bersyukur karena Dio tidak bangun. Alila sudah susah payah menidurkannya tadi.
Alila menutup pintu kamar Dio dengan super hati - hati. Begitu pintu tertutup sempurna, ia segera mengomeli suaminya habis - habisan. Bahkan Alila juga mencubit Jo sampai merah - merah. Tapi Jo justru ketawa - ketiwi seperti tak punya dosa.
"Dio udah tidur kan, Sayang?" Tanyanya.
Alila melirik Jo. Jo terus - terusan tersenyum dari tadi. Tapi senyumannya kali ini berbeda dengan sebelumnya. Ah ... Alila tahu benar kenapa Jo bersikap seperti itu.
"Dio udah besar ya sekarang ...."
"Udah nggak usah basa - basi." Alila mendahului Jo melangkah ke kamar mereka.
"Sayang, serius kamu mau?"
Alila ikut - ikutan senyam - senyum sekarang. "Cepetan sebelum aku berubah pikiran." Alila menutup pintu kamar.
Dan Jo berjingkrak girang kemudian berlari menyusul istrinya masuk.
~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Jo dan Theo berjanji bertemu perihal pencarian lokasi kedai kopi yang dijanjikan. Mereka akan melihat tempat itu bersama. Rupanya tempat yang dimaksud Jo tak hanya satu. Ada enam tempat berbeda yang bisa dijadikan referensi. Hari sudah siang dan mereka sudah kelelahan.
"Tempat yang pertama tadi bagus, lokasinya strategis. Tapi harganya mahal banget." Theo terlihat putus asa.
"Karena strategis makanya mahal," jawab Jo.
"Tempat yang lain nggak terlalu menarik, tapi penawarannya tinggi semua. Apa nggak ada yang lebih miring dikit?"
"Zaman sekarang nggak ada properti yang murah kali."
Theo hanya bisa mendengkus. Benar juga. Harga tanah dan bangunan semakin lama akan semakin mahal. Tidak akan pernah turun. Jika Theo menunda untuk membeli tempat lagi, pasti jatuhnya ia akan dapat yang lebih mahal nanti.
Laju mobil Theo memelan karena lampu merah. Dan di siang bolong yang panas dan ia sudah lelah, tiba - tiba Tuhan memberinya sebuah jawaban.
"Jo, coba lo baca itu!" Theo menunjuk sebuah baliho berisikan iklan properti. Dan lokasinya sepertinya sangat disukai oleh Theo. Terlihat begitu jelas dari ekspresi wajahnya sekarang.
Membaca di mana tempat itu berada, Jo hanya bisa mengelus d**a. Kenapa juga harus di sana? Jo benar - benar tidak mengerti.
Mereka memutuskan untuk segera melihat tempat itu saat ini juga. Sampai di sana wajah Jo terlihat masam terus. Wajahnya muram nan suram. Beda dengan Theo yang terlihat cerah dan bahagia. Langkahnya begitu ringan menuju lokasi yang ditujunya.
"Kenapa lo cemberut terus sih dari tadi?"
"Diem lo!"
"Heh, lo pikir gue seneng gitu ke sini sama lo?" Theo mengucapkannya dengan sengit.
Meskipun kenyataannya ia begitu senang berada di sini, tapi ia jujur mengenai ketidak senangannya pergi ke sini bersama Jo. Padahal Theo sudah menyusun rencana untuk ke sini lagi bersama Luna, Nami, Alila dan juga Dio. Tapi kenapa malah jatuhnya dengan Jo begini? Sungguh tidak asik.
Ya. Mereka sedang berada di taman itu. Taman khusus anak - anak yang penuh kenangan manis bagi Theo. Tempatnya bertemu dengan pujaan hatinya. Tempatnya menemukan banyak kebahagiaan dan kenangan. Berbanding terbalik dengan Jo. Tempat ini adalah awal dari semacam 'tragedi' di keluarga kecilnya. Ketika istrinya bertemu lelaki lain yang masih ingusan.
Theo tersenyum lebar ketika sudah sampai pada kios yang mereka tuju. Rupanya kios ini berdekatan dengan kedai es krim langganan Dio. Sekali lagi, tempat yang penuh sejarah dan kenangan bagi Theo. Di sini adalah tempatnya dan Alila berinteraksi untuk pertama kalinya. Bahkan Theo masih menyimpan dengan baik stik es krim yang diberikan Alila padanya.
Mereka bicara pada manajer tempat ini. Theo sepertinya sangat cocok dengan segala penawaran di sini. Apalagi harganya pun lumayan terjangkau dibanding tempat-tempat lain yang lebih dulu mereka kunjungi. Ia langsung menandatangani surat jual beli tanpa pikir dua kali.
"Tapi lo serius? Kata lo komoditas utama kedai kopinnya nanti Espresso, kan? Apa nggak aneh, buka kedai kopi Espresso di tengah Taman Bermain khusus anak - anak kayak gini?" Jo berkali - kali memperingatkan Theo.
"Lo pikir anak - anak dateng ke sini sendirian?"
Jo mencerna kata - kata Theo. Benar juga, anak - anak main ke sini pasti diantar orang tuanya, atau saudaranya kan.
"Gue dulu sama Nona suka bingung kalo mau nyari kopi." Theo memberi sebuah skak mat pada Jo.
Jo langsung bungkam. Ia kalah telak. Jo bersumpah, mulai sekarang ia akan menjaga istrinya 100 kali lipat lebih ketat. Supaya Alila tidak bertemu dengan lagi Theo - Theo yang lain. Kalau perlu Jo akan mengompori seluruh suami yang ada di dunia, untuk melakukan gerakan memproteksi istri bersama. Jo bahkan sudah memikirkan slogannya.
'Jaga istri kita dari ancaman 'brondong - brondong' yang terkutuk!'
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Sebulan berlalu.
Theo saaat ini sedang menumpuk gelas - gelas plastik berlogokan kedai kopi untuk Papa ini. Nama kedai kopinya, 'Extraordinary Espresso'. Theo memilih nama itu dengan alasannya sendiri.
Kata Extraordinary di sana, ia pilih karena berlatar belakang kehidupannya mungkin. Kehidupannya yang bisa dikatakan berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Namun bisa jadi itu juga hanya anggapannya saja.
Ia tak pernah tahu bila saja ada Theo 'yang lain' di luar sana. Kata tersebut bisa juga mewakili lokasi berdirinya kedai ini. Kedai kopi pertama yang berdiri di tengah - tengah Taman bermain khusus untuk anak - anak. Apa lagi komoditas utamanya adalah Espresso.
Theo suka dengan kata itu, 'Extraordinary', yang menurutnya sarat akan makna. Dan juga kopi Espresso yang memberinya banyak kenangan manis dalam hidup, meskipun rasanya sangat pahit.
Kedai ini sudah berubah sedemikian rupa. Dekorasi khas coffee shop tertata dengan begitu apik, meskipun ukurannya lumayan kecil. Hasil karya calon arsitek ternama dunia, Luna.
Tangan kanan Theo sedang sibuk menahan ponselnya di telinga. Ia sedang berbicara dengan seseorang.
"Nggak ada apa - apa. Theo cuma kangen. Apalagi Luna lagi pulang, udah lama banget kan kita nggak ngumpul!"
Selesai menata gelas - gelas itu, Theo meraih sebuah kursi dan duduk di sana.
"Liburan Luna sampai kapan sih, Dek?"
"Masih lama sih, masih 2 bulanan lagi lah kurang lebih."
"Papa udah bilang sama atasan perihal ini, dan baru boleh pulang sekitar bulan depan. Berarti Luna masih di sini kan?"
Theo terdiam. Luna memang masih di sini. Tapi .... "Ah iya deh. Kalau gitu sampai ketemu bulan depan, Pa," jawab Theo akhirnya.
"Oke. Papa juga udah kangen banget sama kalian. Jaga kesehatan, jangan sampai sakit. Papa sayang kalian."
"Iya, Pa. Theo juga sayang Papa."
Bulan depan ....
Ingin rasanya Theo berangkat ke Singapura menjemput Papa sekarang juga. Tapi Theo sadar, di sana Papa hanyalah seorang bawahan. Ia terikat oleh aturan atasan. Maka tidak boleh sembarangan.
Perhatian Theo beralih pada Jo dan Alila yang terlihat berdebat. Jo melarang istrinya mengangkat kursi - kursi yang baru datang, tapi Alila ngeyel. Jo merebut kursi itu dari tangan istrinya, lalu meninggalkan Alila cemberut di sana. Membawa kursi itu ke dalam sambil memasang wajah penuh kemenangan. Theo tertawa geli melihatnya.
Lalu bagaimana dengan perasaan Theo pada Alila? Tentu saja perasaan itu masih ada. Theo selalu cemburu melihat kebersamaan Jo dan Alila. Tapi Theo sudah memutuskan untuk mengakhiri semua yang sudah dimulainya dengan Alila dulu. Ia juga tak ingin menambah dosa.
Alila tadinya sudah senang, karena ia berhasil mengambil setumpuk kursi lagi. Tapi rupanya rasa senang itu tak bertahan lama. Ia kembali cemberut, saat lagi - lagi kursi yang dibawanya direbut oleh seseorang. Namun kali ini orang itu adalah Theo.
"Nona, yang nurut dong sama suamimu." Theo kemudian berlalu membawa kursi itu.
Tante Ali - nya semakin manja dan keras kepala setiap harinya. Semua dimulai ketika ia dinyatakan positif hamil anak kedua. Tingkahnya berubah kekanakan. Suka merengek, dan semakin manja. Kadang Theo sampai lelah mendengar Jo melarang istrinya melakukan ini - itu. Tapi Alila tetap keras kepala melakukannya. Dia memang sedang hamil, tapi bukan berarti tidak boleh melakukan apa - apa kan?
Katanya semua perubahan itu karena bawaan bayi. Theo tidak pernah tahu jika ada hal ajaib seperti itu. Membuatnya heran bukan main.
Dio dan Namira asyik berlarian di luar. Mereka senang sekali karena mulai sekarang bisa sering-sering main ke taman lagi. Mereka sibuk kejar - kejaran, sementara yang lain sibuk bekerja.
Luna terlihat serius memasang pola stiker 'EO', kependekan dari 'Extraordinary Espresso', di dinding kaca depan. Kenapa EO? Kenapa bukan EE? Atau EA? Atau yang lainnya? Alasannya sederhana.
Supaya terdengar lebih keren dan ear catchy. Selain itu terdapat pula alasan lain yang menguatkannya. Theo mediskusikan hal ini bersama Luna dengan filosofi mereka sendiri. E diambil dari awal kata Extraordinary. Mereka berharap dengan awal yang baik, kios ini akan berjalan dengan baik pula. Namun berawal dengan baik dan berjalan dengan baik saja tidak cukup. Maka huruf O di sana melengkapinya. O diambil dari akhir kata Espresso. Awal yang baik, akan mengantarkan kios ini berjalan dengan baik pula sampai akhir.
Logo dari kedai kopi ... ah, salah. Luna tak pernah mau menyebutnya sebagai kedai. Ini adalah mini café persembahan adiknya untuk sang Papa. Ditambah dengan dirinya yang menyumbangkan desain logo dan juga tata ruang mini café ini.
Luna tersenyum ketika Theo muncul dari belakangnya, membantunya menempel pola stiker satu per satu.
Segalanya terasa lebih baik akhir - akhir ini. Hubungan Jo dan Alila yang semakin mesra setiap harinya. Bahkan Chico dan Yulia juga. Mereka sudah jadian dan lengket terus seperti perangko. Hari ini mereka absen membantu Theo karena ada kencan. Maklumlah hari sabtu. Jangan lupakan Ifan yang sedang berusaha keras untuk mendapatkan hati Luna. Theo ikut bahagia untuk mereka semua. Ia juga bahagia untuk dirinya sendiri. Namun di balik semua kebahagiaan itu, Theo tetap dihantui oleh banyak rasa takut.
Kursi dan meja sudah tertata rapi di dalam. Counter saji juga sudah siap. Hanya tinggal peresmian saja. Satu bulan lagi sebelum Papa pulang. Theo sedang meyakinkan dirinya sendiri bahwa satu bulan itu tidaklah lama. Ia hanya perlu bersabar. Ya, hanya perlu bersabar.
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --