Hubungan Ifan dan Luna berjalan mulus. Mereka berencana menikah bulan depan. Tapi entah lah. Baik Luna atau pun Ifan belum ada yang repot mengurusi urusan pernikahan itu. Kadang Luna bingung sendiri. Sebenarnya mereka serius mau menikah atau tidak.
Karena segala apa pun dijalani dengan terlampau santai. Seakan - akan tanpa rasa antusias sama sekali. Padahal tentu saja mereka merasa antusias. Mana mungkin tidak.
Begitu waktu cuti nikahnya tiba, yaitu seminggu sebelum hari H, Luna segera terbang pulang ke tanah air. Ia harus cepat mengurus segalanya sebelum semakin terlambat. Untungnya gaun dan katering sudah diurus oleh Ifan.
“Biar diatur WO aja lah. Kamu baru dateng, lalu sekarang sibuk dengan dekorasi. Emang kamu mau kelihatan kusut di foto pernikahan kita nati?” Begitu kata Ifan. Ia kesal sekali, karena Luna bersikeras mau mengatur sendiri tentang urusan dekorasi.
Luna hanya tertawa saja. Ifan memang selalu berlebihan. Ia kan hanya menggambar dekorasi, lalu kenapa berakibat pada mukanya di foto pernikahan? Aneh sekali! kecuali kalau Luna membantu mereka naik ke sana - sini memasang dekor, baru nanti mukanya akan benar - benar kusut.
Karena segala persiapan yang mendadak, akhirnya pesta pernikahan mereka akan dilakukan di rumah saja. Alasannya ada dua. Yang pertama, alasan bohong. Suasana menggabungkan dua keluarga menjadi satu dalam janji suci pernikahan, akan semakin khikmat bila dilaksanakan di rumah.
Suasana kekeluargaan akan semakin terasa. Alasan kedua, alasan jujur. Karena terlalu mendadak, akhirnya mereka tidak kebagian gedung untuk melangsungkan resepsi pernikahan. Kasihan sekali.
Orang - orang di rumah saling bantu membantu membungkus suvenir pernikahan. Alila yang selalu free juga ada di sana untuk membantu. Ada Yulia juga. Luna terlihat buru - buru sekali turun dari tangga. Ia juga mau bantu - bantu sedikit mengurusi pernikahannya sendiri. Karena sejauh ini sudah terlalu banyak merepotkaan orang lain.
“Ya Ampun ... gemesin banget sih.” Luna memulai kebiasaannya mengelus perut buncit Alila dengan brutal. Membuat Alila kesal sendiri. Karena Luna terlalu gemas sampai nyaris melakukan kekerasan.
“Luna ... aku bisa kontraksi kalau kamu gini terus.” Alila meluapkan kekesalannya.
“Ya nggak apa - apa. Lebih cepat keluar lebih baik.” Luna cekikikan sendiri.
“Dasar!” Alila cemberut maksimal.
Ibu hamil itu semakin kesal. Sayangnya Luna malah tertawa girang.
“Cewek apa cowok sih, Mbak?"
“Entah lah. Tiap kali di - USG alat kelaminnya nggak kelihatan, ketutupan kakinya. Padahal aku juga udah penasaran banget.”
“Hihi ... Mbak pengen punya anak cewek kan? Tapi kayaknya anakmu cowok lagi.” Luna kembali menggoda Alila. Sepertinya membuat Alila kesal adalah salah satu passion Luna.
Alila hanya bisa geleng - geleng keheranan. Tidak ada Theo, gantian Luna yang tak ada habis - habisnya menggoda dirinya. Alila kini tahu, dari siapa Theo mewarisi sifat usilnya itu.
“Mbak Lun, ntar cepetan bikin sendiri aja sama Pak Dokter!” Yulia ikut nimbrung.
“Wo ya jelas. Tahu sendiri kan kalo gue udah kepengen punya anak dari dulu. Anak gue sama Ifan pastilah mewarisi gen super dari kami berdua. Kalo cewek pasti cantik, kalo cowok pasti ganteng.”
Yulia dan Alila hanya saling memandang heran. Jadi muara dari sifat narsis Theo rupanya juga berasal dari Luna.
“Tapi lo sama Chico nggak usah buru - buru, Yul. Kalian kan masih kecil. Kuliah dulu, cari kerjaan yang bagus, baru nikah.” Luna memberi nasihat bijak.
“Iya - iya, Calon Nyonya Dokter.” Jawab Yulia malas - malasan.
“Jangan iya - iya aja, Yul.” Nyonya Jo ikut - ikutan. “Asal kamu tahu aja, jadi ibu rumah tangga kaya Mbak tuh bener - bener ngebosenin.” Alila malah curhat.
“Masak sih, Mbak? Padahal Yulia sempet mikir pengen jadi ibu rumah tangga aja. Ah … gini aja deh. Yulia bakal jadi ibu rumah tangga yang punya usaha sendiri di rumah. Jadi kan nggak bosenb- bosen amat. Gimana?”
“Astaga, Yul ... tumben banget otak kamu cerdas! Ya Ampun ... kenapa Mbak nggak pernah kepikiran kaya gitu dari dulu sih? Tahu gitu udah sukses ya bisnis rumahan Mbak sekarang. Bego banget Mbak ya.” Alila bicara seperti itu lancar sekali. Tak sadar bahwa secara tak langsung, ia sudah mengatai Yulia bodoh. BODOH.
Yulia hanya bisa sabar. Setidaknya selain mengatainya bodoh, Mbak Ali juga sedikit memberikan pujian atas idenya kan. Berurusan dengan dua wanita dewasa itu memang ramai rasanya. Kadang menyenangkan, kadang menyebalkan, kadang mengesankan, kadang juga memuakkan.
*** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ***
Belum pernah seumur hidupnya Luna merasa segugup ini. Ia memandang refleksi dirinya dalam cermin. Dirinya memakai sanggul sederhana, dengan kebaya warna putih yang melekat dengan begitu baik di tubuhnya.
Hari ini akan menjadi hari terakhirnya sebagai seorang gadis, dan menjadi awal dirinya sebagai seorang istri. Sebuah lembaran kehidupannya yang baru.
Para hadirin berkumpul di bawah. Semua undangan sudah duduk manis di kursi yang disediakan. Untuk acara akad nikah ini memang hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat. Mempelai pria sudah datang. Ia berjalan dengan tegas menuju meja sakral di tengah ruangan. Ia duduk di sana dengan penuh percaya diri. Mencoba menekan sendiri rasa gugupnya.
Ifan tak bisa menahan senyumannya ketika melihat calon istrinya. Luna menuruni tangga dengan anggun. Ia terlihat begitu cantik. Kebaya panjangnya dipegangi oleh Dio dan Namira di belakang. Sementara di kanan kirinya, ada Mama dan juga Alila. Saat mempelai wanita sudah duduk manis di samping mempelai pria, suasana mendadak riuh.
Para hadirin tertawa gemas karena Ifan dan Luna saling tersenyum malu - malu satu sama lain. Bahkan Bapak penghulu ikut tertawa dibuatnya. Di samping Pak penghulu, duduk lah Papa tercinta yang siap menjadi wali nikah putri tercintanya.
“Kakak semua, kalian cepat pindah ke dekat Luna dan Ifan. Mas kawinnya harus berada di dekat mempelai biar gampang difoto nanti.” Mama mulai cerewet lagi.
Enam orang pembawa mas kawin di sana tak bisa melawan, hanya bisa menurut. Mereka berbaris menuju tempat khusus yang disediakan bagi mereka, di samping kedua mempelai. Lintang berjalan paling depan, diikuti Dion, lalu Kian, Chico dan Yulia. Dan yang paling belakang ... ada Theo di sana.
Theo membawa Mas Kawin paling mahal, yaitu kalung emas 24 karat yang silau sekali saat dipandang. Ia tertawa - tiwi sendiri dari tadi dengan Chico dan Yulia. Luna dan Ifan yang pada akhirnya benar - benar berjodoh, rasanya seperti melihat wujud nyata dari drama - drama di televisi.
Theo tersenyum ketika Luna meliriknya. Luna terlihat begitu bahagia. Theo pun bahagia tentu saja. Kakak tercintanya akan segera menikah. Theo melepaskan Luna dengan ringan, karena tahu bahwa Ifan adalah orang yang tepat untuknya.
Theo sebenarnya sangat menyesal karena tidak bisa menghadiri acara wisuda Luna waktu itu. Bukannya ia tak mau. Tapi karena keadaan yang memaksa. Tak ada yang mengizinkannya untuk datang. Para dokter, terutama Ifan. Luna sendiri juga melarangnya lewat telepon. Meski pun Theo tahu sebenarnya Luna begitu mengharapkan kedatangannya.
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --