Tanpa Topeng

1403 Kata
Jadi malam itu saat Luna hendak kembali ke London, saat Theo tiba - tiba mengalami kejang. Luna dan Papa menunggu di luar dengan perasaan tak karuan. Barulah menjelang pagi, dokter keluar dari sana. Setelah ditangani oleh dokter, kondisi Theo kembali stabil. Namun Theo tetap belum sadarkan diri dari komanya. Tapi setidaknya hal itu membuat Luna sedikit lega. Karena sebelumnya ia sudah pesimis dengan keadaan Theo. Pagi harinya ia segera berangkat ke Bandara. Setiap hari ia selalu berdoa agar Theo cepat sadar, sehingga ia punya alasan untuk menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan meraih cita - citanya. Sayangnya sampai ia lulus, Theo masih berada dalam keadaan yang sama. Terpaksa wisudanya tak dihadiri oleh adik tercintanya. Namun kabar bahagia menyambut mereka saat sampai di tanah air. Theo akhirnya sadar. Hal pertama yang diucapkannya begitu bertemu Luna, “Sorry gue nggak bisa dateng.” Dan hal itu sukses membuat Luna menangis keras sejadi - jadinya seperti anak kecil.   Theo juga begitu menyesali dirinya yang tak bisa banyak membantu dalam persiapan penikahan Luna dan Ifan. Ia dan Chico sedang sibuk - sibuknya menyiapkan SBM. Yulia sebenarnya juga ikut, tapi miliknya sudah diuruskan sekalian oleh Chico. Jadi bisa bagi tugas. Yulia membantu di sini, sementara Theo dan Chico yang mengurus segala keperluan SBM. Malam harinya acara resepsi begitu meriah. Tema resepsi ini adalah prom night. Musik dansa yang enerjik memenuhi rumah super luas ini. Mereka yang memiliki pasangan, asyik berdansa dengan pasangannya masing - masing. Mama dengan Ayah. Lintang, Kian, Dion dengan pacarnya masing - masing. Chico dan Yulia. Dan lihatlah di sana, ada Papa yang berdansa lucu dengan si kecil Namira. Seakan tak mempedulikan Dio yang menatap benci pada mereka.   Satu lagi hal yang terlihat paling mencolok. Ada seorang ibu hamil yang benar - benar terlihat kewalahan. Di depannya ada dua orang lelaki beda umur yang memakai setelan jas pesta. Mereka saling berebut untuk berdansa dengannya. Padahal dari tadi sudah gantian berkali - kali. Dan mereka masih mau lagi. Sementara si ibu hamil sudah lelah luar biasa. Bahkan hanya sebulan lagi menjelang kelahiran, tapi ia masih diperlakukan seperti ini. Sungguh keterlaluan. “Nona, sekali lagi aja.” “Sayang, kamu tuh harus banyak gerak sekarang. Semakin banyak gerak, persalinan kamu akan lebih lancar nanti.” “Tuh Nona, dengarkan suamimu.” “Kenapa lo ikut - ikut sih ... udah sana tidur. Biar gue yang dansa sama istri gue.” “Lo aja sana yang tidur, biar Gue dansa sama Mama muda gue.” Alila lelah. Alila pasrah. Ia berdiri dengan kesusahan dari duduknya. Ia kemudian menghampiri Dio yang masih terbakar api cemburu karena Namira memilih lelaki lain. Alila menggandeng tangan putranya, mereka naik ke atas, ke kamar Namira. Jadi Alila sendirilah yang akhirnya memilih untuk tidur, dengan mengajak putra tercintanya. Meninggalkan Jo dan Theo yang hanya bisa menatap pasrah. *** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa *** Tahun terakhir bagi Theo, Chico dan Yulia sebagai siswa SMA. Tahun yang paling berat juga. Mereka belajar mati - matian untuk SBMPTN yang akan segera berlangsung. Terlebih Theo dan Chico yang sepertinya getol sekali ingin masuk Institut Teknologi ternama. Makanya mereka selalu belajar bersama. Atau lebih tepatnya, Theo lah yang berperan sebagai guru di sini. Karena ternyata ... Theo baru tahu bahwa Chico adalah salah satu orang terbodoh yang pernah ditemuinya. Yulia pun sebelas - dua belas dengannya. Mereka sangat serasi bukan? Dan sialnya mereka dua - duanya adalah sahabat Theo. Yang harus Theo terima apa adanya, baik dalam keadaan suka ataupun duka. Saat di kantin pun mereka membawa buku kumpulan soal SBMPTN tahun - tahun lalu yang direkap jadi satu. Mengerjakannya bersama sambil makan. “Ya Tuhan, kenapa semua soalnya susah banget. Gimana nanti kalau hamba nggak lulus, Tuhan?” Yulia mulai lagi. Theo mulai meliriknya dengan tatapan kesal. “Jangan gitu, Sayang. Makanya kita harus terus belajar bersama biar nanti kita bertiga lulus semua. Okay!” “Okay, sayang.” Mereka tersenyum malu - malu satu sama lain. Theo gerah sekali rasanya. Muak. Lelah. Apapun itu. Entah sudah berapa kali Theo harus mendengar dan menyaksikan adegan lovey dovey ala sinetron itu. Wajar kalau dirinya langsung naik darah. “Kalo kalian kayak gitu terus, pindah sana ke ujung!” omelnya.   “Eh ... Jangan marah ... jangan marah Pak Guru! Jangan!” “Belajar itu ya belajar. Cepet kerjain soal - soalnya! Kalo ada yang nggak bisa tanya, nanti dikerjain bareng - bareng. Jangan malah sok ngeluh, terus sayang ... sayang ... sayang .... astaga ... gue bisa gila.” Jika dulu adalah hal langka melihat Theo seperti itu, kini hampir setiap hari, bahkan setiap jam Chico dan Yulia mendegar Theo mengomeli mereka. Tentunya karena kesalahan mereka sendiri.   Terdengar bisik - bisik dari sana - sini. Siswa - siswa lain membicarakan mereka. Ketiga sahabat aneh yang dulu tidak akrab, bahkan bermusuhan, sekarang justru lengket, ke mana - mana selalu bertiga. Sungguh aneh, tapi di lain sisi juga sangat menarik sebagai hiburan. Selain mata yang sedap memandang keharmonisan mereka, juga karena adegan - adegan tak terduga seperti barusan bisa muncul kapan saja. Syukur - syukur bila mereka mendapat bonus. Yaitu omelan dari Theo yang menurut mereka sangat imut. Theo si dingin yang mereka kira benar - benar tak bisa bicara, mengomel sedemikian panjang di depan umum. Benar - benar ajaib! “Tapi gue penasaran.” Celetuk Chico. “Penasaran apa?” Theo yang masih kesal terlihat ogah - ogahan menjawab. “Benar lo bisa nge - dance?” Satu pertanyaan dari Chico yang tiba - tiba menghilangkan rasa marah Theo entah ke mana. Digantikan dengan perasaan tak enak luar biasa. Ia mencium bau - bau bahwa Chico akan segera mengerjainya. “B - bisa, lah.” “Gue belum pernah lihat.” “Gue juga.” Yulia mengompori. “Pergi aja ke cafe di sekitar sini, mereka punya bukti rekaman CCTV pas gue lagi nge - dance.” Theo mulai salah tingkah dan ngawur, asal dia selamat saja. Karena rencana Chico untuk mengerjainya semakin terlihat jelas. “Tapi gue tetep nggak percaya kalo nggak lihat secara langsung. Apalagi lo pakai topeng kan nge - dance - nya, dari mana gue tahu kalo orang di balik topeng itu bener - bener lo? Apa sih julukan lo yang konyol banget tuh ….?” Chico menggaruk pelipisnya. “Ah ... Mysterious Man. Norak banget. Norak pol.” “Ada satu julukan lagi, Sayang, ... Artistic Zorro,” celetuk Yulia. Pasangan di hadapan Theo ini memang selalu kompak dan kelewat serasi. Lihat lah pipi Theo yang sudah berubah merah karena malu. Chico dan Yulia pasti balas dendam karena terlalu sering diomeli olehnya.   “Guys, mohon perhatiannya bentar!” Tanpa Theo sadari, bahkan Chico sudah berdiri dan bicara dengan lantangnya di tengah - tengah keramaian kantin. Dan hebatnya semua perhatian langsung tertuju padanya. “Siang ini, temen kita Theo ingin memberikan sedikit hiburan buat kita semua.” Mereka segera riuh menyambut. Bersora - sorak seperti acara tujuh belasan. “Apa? Theo mau ngapain? KYAAAA ....” Sudah kepalang tanggung, Theo tak bisa melakukan apa pun selain cengengesan. Dia sudah pasrah. Kalau sudah begini mau menolak juga tidak bisa.Yulia tertawa geli melihat Theo seperti itu.   “Kalau gitu langsung aja ya!” Chico memaksa Theo berdiri. Kemudian sedikit mendorongnya. “Sana cepetan!” Suasana semakin riuh saja. Theo terlihat sedang mencari lagu pengiring yang cocok di ponselnya. Setelah memilih lagu, ia meletakkan ponselnya di meja. Alunan melodi yang beritme cepat namun indah itu seperti menghipnotis semua penghuni kantin. Iramanya segera merajai suasana, mengiringi langkah Theo menuju lantai kosong di tengah kerumunan. Melodi ini memang up - beat, tapi tetap tak meninggalkan ciri khas Theo, klasik. Mereka memekik ketika Theo mulai menghentakkan tubuhnya mengikuti ritme. Memancarkan isi lagu melalui tiap gerakannya. Mereka berdecak kagum tentu saja. Mereka baru tahu, seorang Theo rupanya memiliki sisi lain seperti ini.  Bahkan Chico dan Yulia sama terkejutnya. Mereka sampai tak percaya jika orang yang sedang menari itu adalah Theo sahabat mereka. Yulia buru-buru mengambil ponselnya dan merekam tarian Theo di sana.   Tidak berlebihan jika para pengunjung café sampai memberikan julukan Mysterious Man ataupun Artistic Zorro pada Theo. Jika sebelumnya Chico dan Yulia menertawai julukan itu, kini mereka sudah mengerti. Karena semua memang sesuai dengan apa yang terlihat dan terdengar. Mereka, para pengunjung café itu, seharusnya ada di sini sekarang. Karena hari ini untuk pertama kalinya, si Mysterious Man menari di hadapan umum, tanpa menggunakan topengnya. ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ -- T B C --
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN