Chapter 44

1724 Kata
"Dua minggu lagi akan ada pembunuhan calon presiden di Lima, nama pembunuhnya adalah Alice, orang yang sama yang mencelakai kakak Chana," Mata Alan melotot. "Kamu dimana?!" Alan berdiri dari kursi kerjanya. Dia mengambil ponsel lalu berlari keluar dari kantornya. Detak jantungnya bagai dipukul drum. Ayah satu anak itu tidak menjauhkan telepon kantor tanpa kabel dari pendengarannya. °°° Deretan mobil hitam terlihat memasuki lokasi mal X. Ketika mobil berhenti. Beberapa bodyguard turun dari mobil. Alan cepat membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke dalam mal. Dia hampir berlari-lari. Ketika dia melihat nama restoran yang dia cari. Dia berjalan cepat masuk ke dalam restoran. Mata pria 37 tahun itu mencari di segala arah dan sudut dari restoran. "Papa," Alan melihat ke arah pintu ruang khusus untuk karyawan di restoran pizza itu. "Dimas!" Alan berjalan cepat, dia langsung memeluk putranya. "Ya Allah," napas lega Alan ketika dia merasakan bahwa tubuh sang putra berada di dalam pelukannya. Menejer restoran pizza terlihat berdiri di samping Dimas. Alan melihat ke arah menejer restoran itu. "Anak anda meminta bantuan ke salah satu karyawan saya bahwa dia sedang di buntuti oleh orang yang ingin mencelakainya, jadi anak anda meminta bantuan untuk menelepon anda namun tidak diangkat, jadi dia menelepon ke kantor anda," ujar menejer itu sambil menunjuk seorang karyawan laki-laki yang memakai seragam kerja. Alan melihat ke arah pemuda itu. "Terima kasih." °°° Ponsel Alan berdering. Ketika dia melihat siapa yang menelepon. Dia sudah menebak apa yang akan dikatakan oleh istrinya. "Halo-" "Alan! Dimas bolos dari sekolah! Dia pergi bolos dengan dua temannya!" Finisa terlihat kesal dari seberang. "Nisa, Dimas dan temannya ada bersamaku, kami akan ke rumah, akan aku jelaskan." Potong Alan. "Ya, aku di rumah," Setelah panggilan berakhir. Alan menelepon salah satu bodyguardnya. "Ambil tas dua orang teman dari putraku dan tunggu di alamat yang aku kirimkan," ujar Alan. "Baik tuan." Panggilan diakhiri, Dimas melihat ke arah sang ayah. "Kami ingin bolos karena setiap hari belajar terus, belum ada masa-masa tenang untuk kami, waktu ujian pun semakin dekat, belajar delapan jam setiap hari, kita juga bosan, pa." Ujar Dimas. "Ya, papa tahu." Alan memeluk putranya. Beruntung sekali dia memiliki putra yang lumayan cerdas. Bisa mengontrol ketakutannya. °°° "Pria yang di cctv itu mengatakan bahwa tidak ada orang-orang Lorenzo di Jakarta lagi, Basri telah menangkap anak buah Elonzo di em ... Car ... tagena ... Dimas tidak tahu ini dimana, dia juga bilang dia ada di Bandung," ujar Dimas. Alan mendengarkan apa yang anaknya dengar dari toilet restoran. Tidak rugi dia memilih guru privat untuk kursus bahasa Inggris dari anak lelakinya. Dia mampu mengerti apa yang dia dengar meskipun level bahasa Inggrisnya baru naik level menengah. "Sepertinya orang yang menelepon dia sedang marah padanya," lanjut Dimas. Alan mengangguk. "Dia mengatakan jangan marah padaku, Alice telah gagal membunuh gadis Basri itu, dia sekarang dalam misi lain ke Lima, misi untuk membunuh Damien, um ... kalau tidak salah akan ada pemilu di sana, aku dengar two weeks, dua minggu." Alan mengangguk mengerti. Sekarang dia tahu siapa perempuan yang memberikan Chana granat. Namanya adalah Alice. Dan ada Lorenzo. Dia harus mencari tahu siapa Lorenzo ini. °°° "Dimas tahu itu?"  Ben terlihat kaget ke arah Alan. Randra menoleh ke arah anak lelakinya. "Tadi siang Dimas merasa bosan di sekolah dan pergi jalan-jalan ke mal untuk bermain, mereka lapar dan pergi ke restoran pizza, dia tidak sengaja mendengar nama Basri disebutkan di situ," ujar Alan. Pria itu baru saja duduk di kursi sofa yang ada di ruang rawat sang ibu. Dia dari Bandung ke Jakarta hanya dua jam dengan helikopter. Mendengar bahwa sang cucu lelakinya, Dimas tidak sengaja mendengar pembicaraan musuh, hati Randra tegang. Alan menelepon bahwa dia ingin mengatakan sesuatu yang penting, jadi dia datang ke Jakarta. "Dimas mengerti apa yang dibicarakan oleh pria itu, dia berbicara dalam bahasa Inggris, pria itu mengatakan bahwa orang-orang Basri telah menangkap anak buah Elonzo,"  "Seperti yang kita tahu bahwa orang-orang kita memang telah menangkap tiga anak buah Elonzo di Cartagena, Kolumbia. Yang pria itu katakan lagi yaitu orang-orang Lorenzo tidak ada lagi di Jakarta, dan hanya dia sendiri di Bandung." "Alice, perempuan ini gagal membunuh gadis Basri." "Alice, perempuan yang memberikan putriku Chana granat adalah dia, itu namanya." Rahang Ben mengeras. Dia sangat ingin mencabik-cabik tubuh perempuan yang baru dia tahu namanya Alice. Bukan hanya Ben, semua keluarga Basri juga ingin merobek tubuhnya.  "Dua minggu lagi akan ada pemilihan presiden, perempuan yang bernama Alice itu sedang dalam misi untuk membunuh salah satu calon presiden yang bernama Damien," ujar Alan. Ruang itu terlihat sunyi untuk beberapa detik. Masing-masing yang ada di ruang itu sedang berpikir. Randra memberi isyarat pada bodyguardnya untuk melihat situasi di luar, ingin agar mengamankan situasi. "Hubungi Damien dan ajukan kerja sama diam-diam antara dia dan Basri, katakan akan ada percobaan pembunuhan pada dirinya dua minggu lagi tepat hari pemilu," ujar Randra. Ben dan Alan melihat ke arah Randra. Lalu mereka berdua saling melirik. "Kita tidak bisa langsung menangkap perempuan itu, karena masih membutuhkannya untuk membuka jalan siapa itu Lorenzo dan orang di belakang layar," lanjut Randra. Ben dan Alan saling mengerti. Randra melihat ke arah Alan.  "Beritahu om kamu Busran tentang ini dan katakan bahwa dia harus membiarkan Eric yang turun tangan untuk kerja sama antara Prancis dan Peru," Alan mengangguk mengerti. "Baik, ayah." °°° "Um ... Aqlam ...." suara Chana terdengar. Gadis itu melihat ke arah Aqlam yang sedang menutup selimut di bagia kakinya. "Ya? Apakah Chana butuh sesuatu?" tanya Aqlam sambil tersenyum manis. "Um .... aku ingin makan buah yang ada di foto album kamu," ujar Chana, dia menatap Aqlam dengan tatapan yang penuh harap. Aqlam tersenyum, dia mengangguk. Chana ingin makan buah mulberry. "Baik, aku akan bawa untukmu sekarang." "Apakah bisa sekarang? Benarkah?" wajah Chana terlihat cerah ketika mendengar ucapan dari Aqlam. "Tentu saja bisa. Buah itu ada dibelakang rumahku," jawab Aqlam, "aku akan memetiknya sekarang, kamu mau menunggu sebentar?"  "Um, aku tunggu," ujar Chana sambil mengangguk. Ada sedikit senyum tipis menghiasi bibirnya sudah satu minggu dia bangun dari koma. Aqlam tersenyum, dia menoleh ke dua pelayan yang berjaga di dalam ruang Chana. "Aku akan kembali ke rumah untuk memetik buah mulberry, jaga Chana baik-baik," ujar Aqlam. "Baik, tuan muda," dua pelayan itu mengangguk. Aqlam berjalan keluar dari dalam ruang rawat Chana. Ketika dia menutup pintu rawat Chana, sudah ada Miki yang menunggu di depan pintu. "Di mobil saja, jangan Chana dengar," ujar Aqlam, suaranya terdengar datar. Sudah seminggu, remaja itu hanya menunjukan senyum untuk keluarganya saja, terutama Chana. Di luar dari itu, dia tidak tersenyum.  "Baik," Miki mengangguk. °°° "Alice, adalah nama wanita yang memberi nona Chana granat itu, dia sekarang ada di Lima, Peru. Di sana dua minggu lagi akan ada pemilu, dari apa yang saya dapatkan dari tuan Busran bahwa tuan muda Dimas yang tidak sengaja mendengar pembicaraan musuh ketika di toilet restoran," Miki menjelaskan. Aqlam tidak merespon apapun. Dia terlihat sedang berpikir. Beberapa kama kemudian Aqlam menaikan sebelah alisnya. "Atur kepergianku dua hari sebelum pemilu ke Lima." "Hah?" wajah Miki terlihat kaget dengan apa yang dikatakan oleh tuan muda Nabhan. °°° "Kakak Aqlam, kaukah itu?" Lia kecil berjalan sambil tersenyum ke arah datangnya Aqlam. Aqlam jongkok dan tersenyum, dia mengusap rambut adik sepupunya. "Ya, kakak Aqlam datang ke rumah untuk memetik buah mulberry, kakak Chana ingin makan buah mulberry," jawab Aqlam. "Ah, rupanya untuk kakak ipar," Lia kecil manggut-manggut. "Kakak Aqlam, apakah Lia kecil boleh ikut memetik buah mulberry untuk kakak ipar Chana?" tanya Lia kecil dengan tatapan penuh harap. "Tentu saja boleh, Lia kecil. Kakak ipar Chana pasti sangat senang," jawab Aqlam tanpa keberatan. "Yes, ayo!" Lia kecil menarik tangan kakak sepupunya dengan antusiasme yang kuat. Aqlam mengikuti saja kemana adik sepupunya membawa dirinya. "Papa dan mama ada di ruang kerja kakek Farel, sedangkan nenek Lia dan kakek Agri ada di taman belakang, sekalian saja kita petik buah dan berikan kepada nenek Lia, bagaimana?" Lia kecil berceloteh sambil menunjuk ke taman belakang. "Baik," Aqlam menyahut. Beberapa saat kemudian dua saudara itu berada di pinggir pohon mulberry.  Lia kecil dengan semangat memetik buah yang sudah berbaring hitam itu. Tangan kecilnya meriah ranting pohon buah. Aqlam merendahkan ranting pohon buah agar sang adik bisa memetiknya. Dia sedang ada sang adik perempuannya yang tinggal di rumah mereka. Lia kecil akan membawa keceriaan pada sang nenek buyut.  "Hum, Lia kecil sudah lelah, kakak Aqlam," ujar Lia kecil. Dia duduk di bawah pohon mulberry. "Ini sudah mau malam," Lia kecil melihat ke arah Aqlam yang baru saja selesai memetik buah. "Ayo, kakak Aqlam gendong," Aqlam jongkok membelakangi Lia kecil. "Um, baik, Lia kecil akan gendong di belakang kakak Aqlam saja. Leher Lia kecil lelah," gadis tiga tahun itu mengangguk.  Dia naik ke punggung sang kakak dengan melingkarkan kedua tangannya ke leher Aqlam sambil memegang keranjang kecil, keranjang itu yang nantinya untuk sang nenek buyut. Aqlam berdiri, dia menyeimbangkan tubuhnya agar sang adik tidak jatuh ke belakang.  "Oh, lelahnya ...." Lia kecil menyandarkan kepalanya di atas bahu kiri sang kakak. Aqlam hanya tersenyum, dia berjalan dari taman belakang masuk ke rumah. Terlihat Eric dan Bushra baru saja keluar dari ruang kerja Farel. Ada juga Busran. "Lia," panggil Bushra. Perempuan itu berjalan ke arah Aqlam. "Kalian dari mana?" tanya Bushra. "Dari kebun, mom," jawab Lia kecil. "Lia kecil baru saja memetik buah mulberry untuk kakak ipar Chana dan nenek Lia," ujar Lia kecil lagi. Bushra manggut-manggut. "Benar, tante," Aqlam membenarkan. "Jangan naik ke punggung kakak Aqlam, nanti kakak Aqlam lelah," ujar Bushra. "Hum, kakak Aqlam orang kuat mom. Tidak seperti papa yang hanya ingin menggendong mommy dan mengabaikan Lia kecil," tukas Lia kecil. "Am, uhuk!" Eric terbatuk. Busran tertawa geli. Mode absurd sang cucu perempuan telah on. Bagi keluarga selain sang ibu, silakan menjauh. Bushra menggelengkan kepalanya. Sang putri memang terlihat tidak menyukai mereka sedikitpun. Bahkan ketika dia dan suaminya datang dua hari yang lalu, putrinya tidak memperhatikan dia dan sang suami. °°° "Apakah kamu suka buah ini?" tanya Aqlam, dia mengambil tisu untuk membersihkan sisa jus buah yang menempel di sudut bibir Chana. Blush Pipi Chana tersipu malu.  Aqlam tersenyum manis. Dia menyuapi buah mulberry segar ke dalam mulut Chana. "Lia kecil yang memetiknya bersama denganku, Lia kecil bilang dia juga ingin memetik buah untuk kakak iparnya," ujar Aqlam. Blush Pipi Chana memerah. "Lia kecil itu yang em ... imut duduk di sofa, kan?" tanya Chana. "Ya, yang rambutnya coklat tua, matanya juga coklat, dia sangat manis, tapi Chana yang lebih manis," jawab Aqlam. Blush Chana tak bisa menutupi rasa tersipunya ketika mendengar pujian dari Aqlam. Remaja di depannya ini terlihat lebih besar dari kebanyakan remaja yang seumuran dengannya. Bahkan tubuh Chanapun terlihat kecil. Aqlam memperbaikinya anak rambut Chana ke telinganya. Dia senang Chananya dapat tersenyum malu-malu seperti dulu. Dia yakin jika dia setiap saat mengulangi atau melakukan hal yang biasa dia lakukan dengan Chana dimasa lalu, maka ingatan Chana akan kembali lagi. Dia sangat menyukai gadis di depannya ini. Dari dia kecil, dia telah menjadi ekor Chana. Kemanapun Chana pergi, ada Aqlam. Apapun yang akan dilakukan Chana, pasti ada Aqlam yang membantu.  °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN