Chapter 7

1925 Kata
"Naufal, makan siang punyamu apa?" Marwa bertanya ayu ke arah adik sepupunya. Naufal membuka kotak makan siangnya. "Mama Poko buatkan bento," ujar Naufal. "Mana?" Marwa melihat ke arah kotak makan siang Naufal. "Ini," Naufal memperlihatkan bekal makan siangnya. "Wah! Kelihatan enak!" Marwa hampir menumpahkan air liur, namun dia tetap berusaha mempertahankan sifat ayu-nya. "Aku kan membaginya untuk mbak Awa," ujar Naufal. Sret sret set Marwa terlihat senang. "Terima kasih Naufal," Marwa tersenyum girang setelah Naufal memberikan tiga buah bento untuknya. "Ok," Naufal mengedipkan sebelah matanya. "Kamu mau punyaku? Bunda masak ayam kecap dan tumis brokoli, semua harus bawa makanan dari bunda, termasuk mas Mail dan ayah," ujar Marwa menawarkan makanan. Naufal melihat ke arah kotak makan siang saudara sepupu perempuannya. "Ayam kecap saja, jangan brokoli, di bento ini sudah banyak sayurnya," ujar Naufal. "Baik, sebentar, mbak bagi ayam kecapnya jadi dua dulu," ujar Marwa. Naufal mengangguk. Tak Tak Tak Tak berapa lama mereka menikmati makan siang mereka, terdengar langkah kaki berlari mendekat ke arah mereka. Terlihat seorang siswa kelas tiga di penglihatan Marwa dan Naufal. "Hosh...hosh..." napas gadis sembilan tahun yang duduk di kelas tiga sekolah dasar itu ngos-ngosan. "Em...mm..." suara gadis cilik itu terdengar ragu-ragu ke arah Marwa dan Naufal. Sret Marwa dan Naufal menoleh ke arah gadis itu. "Ada apa?" Marwa bertanya. Gadis itu terlihat ketakutan. "Ada yang menggangguku, mereka menumpahkan kotak makan siangku," ujar gadis itu sedih. "Siapa yang mengganggumu?" Naufal bertanya. "Cari dia!" terdengar suara teriakan bocah laki-laki ke arah mereka. Tak Tak Tak Sret "Oh! Bos! Dia disini!" salah satu bocah laki-laki melihat ke arah Marwa dan Naufal. Tak Tak Tak Sret Bocah yang merupakan pemimpin itu berlari mendekat ke arah Marwa dan Naufal. "Rupanya kamu disini?!" Tak Tak Sret Wush Plak "Wah!" bocah pemimpin itu berteriak kesakitan ketika tangan yang hendak menjambak rambut gadis yang dia kejar tadi tiba-tiba ditangkis oleh kepalan kecil milik Naufal. "Kau!" matanya melotot ke arah Naufal. "Beraninya kamu memukul tanganku! Kamu tidak tahu siapa aku?!" bocah itu berteriak ke arah Naufal. "Minggir kau anak baru!" ujar bocah pemimpin itu ke arah Marwa yang memegang tangan gadis yang berlari ke arahnya. "Anak baru dan lemah!" lanjut bocah itu arogan ke arah Marwa dan gadis tadi. "Jangan main pukul, kata ayah, kekerasan itu tidak baik dan tidak bisa menyelesaikan masalah, ayo kita bicarakan ini baik-baik," ujar Marwa ayu. "Heum!" bocah pemimpin itu mendengus ke arah Marwa. Sret Dia menunjuk ke arah wajah Marwa. "Aku juga ingin menjambak rambut kepang yang panjang itu!" ujar bocah itu arogan. "Gadis kucing kecil!" Naufal memandang tajam ke arah tiga bocah di depannya. "Tiga lawan satu dan dia perempuan, pengecut." Naufal mencibir ke arah bocah pemimpin itu. "Apa kau bilang? Aku pengecut?" bocah itu naik darah. Dia mengepalkan kepalan tangannya dan melirik ke arah dua temannya. "Hajar dia!" "Ok, bos." Sahut dua pengikutnya. Mereka mengepalkan kepalan tangan mereka dan maju ke arah Naufal. Sementara itu Marwa mundur ketakutan sambil meraih gadis yang hendak dijambak oleh bocah pemimpin tadi. Naufal memposisikan dirinya di depan Marwa, dia melindungi kakak sepupunya. Tak Tak Bugh Wush Bugh Wush "Akh!" "Akh!" Bugh Wush "Akh!" Naufal mengarahkan bogemannya ke arah hidung bocah yang merupakan pemimpin itu. Buuuggh! Krak "Aaaaaaaaaaaaaaaakkkkhh!" °°° "Naufal, kenapa kamu melakukan ini?" wali kelas Naufal menggigil ketakutan. Dia bertanya dengan tubuh gemetar ke arah Naufal yang sedang santai melap darah di kepalannya. Naufal tidak menjawab pertanyaan dari wali kelasnya. Dia melirik santai ke arah bocah yang dia pukul hingga pingsan. Bocah pemimpin tadi diberikan bogeman terakhir dari Naufal ke arah hidungnya, dia pingsan seketika dan mengeluarkan darah dari hidungnya. "Naufal...ya Tuhan! Apa salahku sebagai wali kelas!" wali kelas itu menjambak rambutnya frustasi, dia tidak bisa memukul dan memarahi Naufal, sebab yang punya sekolah ini adalah dia. Perempuan yang berumur 30 tahun itu menggigil ketakutan. "Siapa yang melakukan ini?!" terdengar suara tegas wanita dari arah pintu masuk klinik. Sret Git Wali kelas Naufal menggigit jarinya saking takut bersuara. "Em..." kepala sekolah yang berada di ruangan itu terlihat kikuk untuk menjelaskan. "Nona Rasmi, tolong ajarkan anak muridmu baik-baik, dia telah menyerang anak muridku hingga babak belur, anak muridku dipukul dan pingsan," terdengar suara dingin dari seorang wanita 30-an. Rupanya dia adalah wali kelas dari bocah pemimpin tadi. Tak Tak Tak Wanita itu berjalan mendekat ke arah bocah yang sedang berbaring di bed klinik kesehatan sekolah. "Aaaaaakkhh! Siapa yang melakukan ini pada putra bungsuku?!" wanita berumur 39 tahun itu histeris ketika melihat wajah putra bungsunya. °°° "Nyonya Marchetti, seperti yang sudah dijelaskan oleh Naufal bahwa kejadian itu terjadi karena pembelaan diri dari Naufal," ujar Alamsyah dengan suara wibawanya. "Aku tidak terima ini! Bocah sialan itu memukul hidung putraku sampai patah!" wanita yang merupakan nyonya Marchetti itu histeris menunjuk ke arah Naufal yang sedang santai. "Anak terkutuk!" lanjut wanita itu arogan. "Nyonya, mohon jaga bicara dan kata anda." Ujar Alamsyah tegas. "Aku akan beritahu suamiku! Anda tahu siapa suamiku? Dia adalah pemimpin Marchitti Group! Marchitti Group adalah perusahaan raksasa di Italia dan disini, suamiku akan datang dan menuntut kamu!" wanita itu menunjuk ke arah Naufal dengan wajah marah. "Nyonya, mohon tenang ini--" "Jangan membantahku! Anda hanya seorang polisi baru!" perempuan itu menunjuk arogan ke arah Alamsyah. "Bocah sialan!" wanita itu memandang nyalang ke arah Naufal. Glik Bunyi gemeletuk gigi-gigi Alamsyah, dia berusaha mengontrol kadar emosinya di depan wanita yang berteriak histeris ke arah keponakannya. Naufal terlihat merogoh ponselnya, dia memanggil seseorang. Tak berapa lama kemudian panggilan tersambung. Sret Naufal meloudspeaker panggilan itu. "Halo Naufal, ada apa?" terdengar suara serak dari pria tua dari seberang telepon. "Halo kakek Ran, aku Naufal Mochtar Basri cucu sah dari Randra Adilan Basri dan Moti Alila Baqi dikatakan 'anak sialan dan anak terkutuk' dari seorang wanita yang anaknya aku pukul karena dia telah melecehkan kakak perempuanku, Marwa dengan perkataan tidak menyenangkan," ujar Naufal membalas ucapan kakeknya, Randra. "...." Tiba-tiba suasana di ruang kepala sekolah itu hening. Sang kepala sekolah dan wali kelas dari masing-masing siswa yang bersangkutan dalam masalah ini menggigil ketakutan. Wali kelas dari korban pukulan Naufal menciutkan badannya agar tak terlihat oleh siapapun. Dia menggigil takut. Tak Tak Sret Seorang lelaki berusia 43 tahun berhenti di depan pintu kepala sekolah. Setelah tiga detik jeda suara Randra terdengar dingin, "siapa yang mengatakannya?" "Hmpph!" sang kepala sekolah membungkam mulutnya tak bersuara, dia kenal suara dingin yang keluar dari speaker ponsel yang di pegang oleh Naufal. Naufal menjawab dengan datar tanpa ekspresi. "Nyonya Marchetti dari group raksasa Marchitti Group berbasis di Italia dan Indonesia," "...." Untuk lima detik terdengar nada sunyi dari seberang telepon. "Baik, kakek Ran mengerti, mereka akan segera angkat kaki dari Indonesia." Jawab Randra dingin. "Hamph!" nyonya Marchitti membungkam mulutnya kaget, dia melotot ke arah Naufal yang mengakhiri panggilannya. Matanya seperti akan melompat keluar. Randra Adilan Basri, dia sebagai istri pengusaha tentu saja tahu siapa Randra Adilan Basri itu. "Baik kek, titip salam Opal untuk nenek Momok, cepat pulang ke Jakarta, Opal kangen nenek Momok, tenang saja, ilmu beladiri dari kakek Ran, Opal pakai untuk kebaikan, tidak menindas orang. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Balas Randra. Klik Panggilan diakhiri. °°° "Ini kesalahan dari anak saya, saya sebagai ayah tidak mendidik baik putra saya sehingga dia menjadi arogan dan pemarah tanpa bisa mengontrol emosinya, mohon bapak Baqi memaafkan anak saya," "Saya Varoni Bianco Marchetti akan mengajarkan anak saya sopan santun lagi," ujar pria 43 tahun itu ke arah Alamsyah, pria Asli Italia itu menunduk bersalah ke arah Alamsyah. Alamsyah memandang ke arah Varoni dengan tegas dan berwibawa. "Saya harap tuan Marchetti mampu mendisplinkan tata krama dan bahasa dari nyonya Marchetti." "Baik," sahut Varoni. "Silakan bawa putra dan istri anda pulang, masalah ini telah diselesaikan, kedepannya jika terjadi hal yang sama, saya tidak bisa menjamin jika anak anda akan terlibat kasus pidana anak," ujar Alamsyah. "Melecehkan anak perempuan saya, meskipun saya seorang polisi rendahan dimata istri anda, namun saya juga adalah seorang ayah yang akan melindungi anaknya," lanjut Alamsyah. "Tidak akan ada kejadian ini dimasa depan, saya berjanji." Ujar Varoni tegas. "Baik, saya pegang janji anda, tuan Marchetti." Varoni mengangguk, dia hendak keluar dari ruang kerja Alamsyah, namun Alamsyah terlihat mengingat sesuatu. "Ah, tuan Marchetti, ada sesuatu yang lupa aku beritahu pada anda." Sret Varoni berhenti, dia berbalik dan melihat ke arah Alamsyah. Dia kembali duduk di kursi. Sret Alamsyah terlihat menekan tombol panggilan pada anak buahnya, tak berapa lama seorang polwan cantik mengetuk pintu kerja Alamsyah. Tok Tok Tok "Masuk," ujar Alamsyah. Ceklek "Saya pak," ujar polwan itu. "Barang yang saya berikan untuk diproses oleh kepolisian tadi pagi apakah masih ada?" tanya Alamsnyah. "Masih ada pak, apakah bapak membutuhkan?" sahut polwan itu. Alamsyah mengangguk. "Ya." °°° Sret Sebuah ponsel hitam mewah diletakan di atas meja kerja Alamsyah. "Ini adalah ponsel yang putri saya temukan kemarin ketika dia pulang dari sekolah, putri saya adalah pindahan dari sekolah lain tiga hari ini, dia menemukan ponsel ini, berdasarkan hasil pencarian informasi, ada seorang keponakan laki-laki saya yang mengenal orang di layar ponsel ini, dia asumsikan bahwa pemilik ponsel ini bernama Ricardo Valentino Marchetti, mungkinkah anda mengenalnya?" Alamsyah menjelaskan. Varoni mengangguk. "Putra sulung saya," jawab Varoni. Alamsyah mengangguk mengerti. "Baik, saya kembalikan ponsel ini pada anda, kedepannya tolong katakan pada putra anda mohon berhati-hati dengan barang-barang berharganya." Varoni mengangguk. "Baik, terima kasih saya pada putri bapak Baqi, saya tidak tahu bahwa masalah ini akan terjadi," Alamsyah mengangguk. "Tidak apa-apa." °°° "Saya datang ke sini untuk mengklarifikasi ucapan saya tadi siang pada putra anda, saya terbawa emosi yang bodoh, tanpa menanyakan pendapat orang lain, saya menyimpulkan sendiri bahwa anak saya telah dianiaya," ujar wanita 39 tahun itu ke arah Popy dan Ben. Popy terlihat berpikir dan mencerna ucapan dari wanita yang merupakan nyonya Marchetti itu. "Saya terlalu memanjakan anak bungsu saya, saya hanya melihat sisi dari putra saya tanpa melihat sisi lain, saya sangat menyesal dengan ucapan saya yang mengatakan bahwa anak anda adalah 'anak sialan dan anak terkutuk', itu bukan maksud saya, saya terlalu terbawa emosi dan arogan tadi siang." Ujar wanita itu. Popy menganggukan kepalanya. "Tidak masalah, ini hanya masalah anak-anak, saya berharap kedepannya Naufal bisa berteman baik dengan teman-temannya, maafkan dia karena dia telah memukul wajah anak ibu, sesungguhnya putra saya itu telah diajarkan bertahan hidup dari bahaya oleh ayah saya," Nyonya Marchetti mengangguk. "Tidak perlu dibahas lagi mengenai pemukulan itu, saya akan mengajarkan putra saya sopan santun," Popy mengangguk, dia memandang ke arah tuan Marchetti sambil tersenyum tipis. "Kita adalah mitra bisnis dalam pengembangan produk baru mesin cuci, jadi saya harap masalah ini tidak mempengaruhi kerja sama kedua perusahaan kami." Ujar Popy. Tuan Marchetti menggeleng. "Saya yang seharusnya mengatakan itu, saya harap ibu Popy tidak mengambil hati apa yang telah diperbuat oleh anak dan istri saya," ujarnya dengan nada menyesal. Popy mengangguk. Tuan Marchetti menoleh ke anak bungsunya, "minta maaf pada Naufal dan nona, akui kesalahanmu." Ujarnya tegas. Sret Bocah yang merupakan korban pukulan dari Naufal itu berdiri dan berjalan mendekat ke arah Naufal, dia melihat ke arah Naufal dengan tatapan penuh penyesalan, hidungnya diperban karena patah akibat pukulan kuat dari Naufal. "Maafkan aku, itu salahku, aku berjanji tidak akan melakukan kekerasan lagi padamu," ujar Bocah itu dengan nada takut bercampur menyesal. "Tidak akan melakukan kekerasan pada semua orang, kecuali mereka yang meminta dan kondisi tertentu." Naufal mengoreksi ucapan bocah itu. Bocah itu menunduk takut mendengar suara dingin dari Naufal. "Aku tidak akan melakukan kekerasan pada semua orang, kecuali mereka yang meminta dan kondisi tertentu." Naufal berpose cool dan mengangguk, lalu dia mendekat ke arah bocah itu. Sret "Namaku Naufal Mochtar Basri, kelas satu a, siapa namamu?" Naufal mengulurkan tangannya ke arah bocah itu. "Eh?!" bocah itu melihat ke arah Naufal. Naufal menggerakkan telapak tangannya, meminta agar bocah itu menjabatnya. "Namaku Jonathan Valentino Marchitti," jawab bocah itu. Naufal mengangguk mengerti. "Baik, Jonathan, sekarang kita adalah teman." Ujar Naufal. Bocah yang bernama Jonathan itu memandang haru ke arah Naufal, anak yang dia remehkan dan ejek memaafkannya dan menjadikan dia teman. "Um..." Jonathan mengangguk kuat. "Mulai sekarang kita adalah teman." Hap Naufal memeluk Jonathan. Popy tersenyum ketika melihat tingkah dua bocah itu. Nyonya Marchetti menangis haru, dia tidak menyangka bahwa tuan muda kecil Basri akan memaafkan dan menerima mudah orang yang memusuhinya. °°° "Jadi yang Naufal pukul itu adalah adik dari saingan cinta Aqlam?" Popy melihat geli ke arah Ben. "Hahahahaha!" dia mengeluarkan tawanya. Ben tertawa geli, dia mengacungkan jempolnya ke arah anak laki-lakinya yang berusia tujuh tahun itu. Sikap Naufal sungguh pemberani, dia berani membela dan melindungi saudara perempuannya dikala bahaya datang. "Itu yang papa Ben harapkan darimu," ujar Ben puas. Naufal mengangkat dagunya bangga. Buk Buk Buk Dia menepuk dadanya bangga, Naufal membusungkan dadanya ke arah ayah dan ibunya. "Siapa aku?! Aku adalah cucu terhebat dan tersayang dari kakekku, Randra Adilan Basri!" "Hahahahahaha!" Tawa keluarga Basri menggema. °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN