Chapter 17

1518 Kata
"Kenapa Momok tidak tahu mengenai ini..." suara lirih Moti. Sret Randra mengapit lembut wajah istrinya dengan kedua tangan. "Moti..." panggil Randra lembut. Moti memandangi wajah suaminya, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu...cukup penderitaan yang telah kau alami dimasa lampau...jangan lagi sekarang..." suara serak Randra. Tes Tes Air mata meluncur dari sudut mata Moti. "Ran..." suara Moti bergetar. "Kenapa keluarga kita...Momok... Momok...takut..." Cup Randra mengecup bibir istrinya. Dia tahu kekhawatiran dari istrinya. Meskipun tragedi masa kelam dari istrinya hampir 50 tahun yang lalu, namun Moti masih saja merasa ketakutan, apalagi dengan kondisi yang sekarang menimpa kedua cucunya. "Aku berjanji, tidak akan ada lagi orang yang mencelakai anak cucu kita, Moti." Ujar Randra berjanji. Moti tidak merespon apa-apa, perempuan 64 tahun itu hanya memeluk suaminya saja. Beruntung emosi Moti dapat terkontrol karena Randra tidak memberitahu langsung kejadian yang menimpa kedua cucu mereka. Randra paling takut jika sang istri sakit lagi. Sudah cukup serangan jantung yang diterima istrinya 16 tahun yang lalu, jangan sekarang lagi. Sudah cukup penderitaan istrinya, jangan ada lagi. °°° "Sudah kau cari identitas asli perempuan itu?" suara dingin terdengar. "Cctv menangkap wajahnya di restoran, namun berdasarkan deteksi pengenalan wajah, wajah itu tidak teridentifikasi." Jawab seorang wanita paruh baya berumur 48 tahun. Aqlam mengangguk mengerti. "Lalu identitas yang memburu adik iparku?" "Semuanya mati ketika di tempat kejadian, total ada sepuluh orang yang mati, mereka semua adalah warna negara Indonesia, berdasarkan hasil pencarian ku, mereka semuanya adalah mantan napi dari kasus narkotika." Jawab wanita itu. Aqlam mengerutkan keningnya. "Mantan napi dari kasus narkotika..." Aqlam terlihat berpikir. "Apakah kehidupan masa lalu mereka bermasalah dengan Basri?" Wanita itu menggeleng. "Berdasarkan hasil pencarian, mereka tidak ada hubungan apa-apa dengan Basri, bahkan mereka tidak pernah bersinggungan dengan Basri." Aqlam menutup matanya, dia terlihat berpikir. "Tidak ada hubungan apa-apa dengan Basri..." Sret Dia membuka matanya. "Bagaimana dengan keluarga mereka?" Wanita itu menggeleng. "Keluarga mereka juga tidak ada hubungan atau tidak pernah bersinggungan dengan Basri." Jawab perempuan 48 tahun itu. "Apa lagi yang kau temukan?" tanya Aqlam. "Plat mobil yang mereka pakai adalah plat mobil yang terdaftar dengan orang yang sudah meninggal, ada tiga plat mobil, dan semuanya sama, atas nama orang yang telah meninggal, dengan orang yang berbeda-beda." Jawab wanita itu. "Tidak ada hubungan apa-apa dengan pemilik plat mobil itu," lanjut wanita itu. Aqlam mengangguk mengerti. "Sudah direncanakan acak." Perempuan itu mengangguk. Sret Aqlam melihat serius ke arah perempuan di depannya. "Miki." "Ya tuan." Sahut perempuan 48 tahun itu. "Aku ingin kamu periksa mengenai setiap kasus narkotika yang menjerat mereka, cari tahu darimana asal narkotika yang mereka dapatkan, dan siapa-siapa saja pihak yang menyelidiki, tempat mereka ditangkap dan lain-lain, kamu pasti mengerti, kan?" "Mengerti tuan." Perempuan 48 tahun itu mengangguk. Dia telah mengabdi kepada dua keluarga sekaligus, yaitu Farikin dan Nabhan. Karena Lia Rahmawati masih hidup dan dia yang menjadi penghubung di semua pengawal dari Farikin dan Nabhan, dari itu hubungan Nabhan dan Farikin tidak pernah goyang atau bersinggungan. Orang-orang Farikin pasti tahu siapa itu Lia Rahmawati Nabhan, Lia masih menjadi tuan mereka, meskipun Lia sekarang telah pikun dan lupa ingatan tentang orang-orang disekitarnya, namun orang-orang Farikin akan selalu ingat Lia. Anak, cucu dan cicit dari Lia juga menjadi tuan mereka disamping keturunan Farikin. Salah satu tuan yang terkenal di Farikin adalah Busran yang mengambil alih bisnis seafood Farikin. Dia satu-satunya anak dari Lia yang memberi nama cucunya dengan nama Farikin. Mengingat dia menghormati nama ibunya, Lia Rahmawati Farikin. °°° Hap "Aku akan bantu." Suara seorang pria terdengar serak ditelinga seorang wanita yang dia peluk. Sret Wanita itu membalikan tubuhnya menghadap pria yang merupakan suaminya. "Ini terjadi lagi...kisah keluargaku tidak pernah damai...orang-orang ingin sekali menjatuhkan kita..." suara perempuan itu serak. Sret Kedua tangannya dipegang pria itu. "Cinta, aku berjanji, tidak akan terjadi apa-apa lagi pada keluargamu, aku telah memberi perintah pada bawahanku untuk mengawasi seluruh anggota keluargamu." Glung glung Bushra, perempuan yang kini telah berusia 34 tahun itu menganggukkan kepalanya. "Mom, Lia kecil ingin bertemu nenek Lia..." terdengar suara gadis kecil mendekat ke arah Bushra dan suaminya. Bushra dan suaminya menoleh ke arah gadis berumur tiga tahun itu. Bushra tersenyum hangat. "Baik, kita akan segera naik pesawat dan bertemu nenek Lia..." Gadis itu tersenyum. "Mom, siapa namaku?" gadis manis itu bertanya ke arah Bushra. "Lia Rahmawati Farikin," jawab Bushra lembut. Glung glung "Bagus! Aku tidak ingin nama yang lain! Aku ingin nama ini saja!" ujar gadis 3 tahun itu sambil mengangguk puas. Bushra tertawa geli ketika melihat tingkah anaknya. Ayahnya, Busran memberi nama Farikin pada nama putrinya, awalnya nama putrinya adalah Ariela Achtiana Farikin. Ariela diambil dari nama ibu mertuanya, dan Achtiana dari nama tengah ibunya, Gea. Dan Farikin diberikan oleh ayahnya sebagai tanda penghormatan terhadap neneknya, Lia. Namun semenjak enam bulan yang lalu, tiba-tiba putri mereka bangun dari tidur di tengah malam dan mengatakan kepada mereka bahwa namanya bukan Ariela Achtiana Farikin, tetapi Lia Rahmawati Farikin. Ariela berteriak nyaring dan mempertahankan namanya sampai sekarang. Bushra dan suaminya tidak bisa berbuat apa-apa, mereka sudah memberitahu orang tua Bushra. Busran berdiskusi dengan ayahnya, Agri. Agri menyetujui nama itu, karena dia juga menyukai cicitnya itu. Cicit perempuannya itu sangat menyukai istrinya, Lia. °°° Tak Tak Tak Ceklek "Huh! Huh! Huh!" Seorang wanita membuka pintu rawat rumah sakit dan berdiri di pintu, dia terlihat menetralkan pernapasannya yang tak karuan. "Mama!" Ben melihat ke arah wanita paruh baya yang rambutnya telah memutih sebagian. Tes Tes Tak Tak Tak "Cucuku! Hiks! Hiks! Hiks!" Mali berjalan cepat ke arah bed rumah sakit yang ditiduri oleh Chana. Hap "Hiks! Hiks! Hiks!" Mali menangis sambil memeluk cucu perempuannya. Popy yang melihat ibu mertuanya itu hanya terdiam. Dia tidak mau mengganggu ibu mertuanya. "Hiks! Hiks! Hiks! Emmmppph! Hiks! Hiks! Hiks!" Mali tak bisa berhenti menangis. °°° Mali memandang sedih ke arah Chana yang menutup matanya. Tes Tes Sret Sret Dia menghapus air mata yang turun. "Koma..." Mali menahan tangis. Setelah mendapat kabar dari Ben bahwa cucunya Chana terjadi kecelakaan, Mali menangis ke arah suaminya sambil memohon-mohon ingin pulang ke Indonesia untuk menemui kedua cucunya. Silvio mengijinkan istrinya ke Indonesia dengan pengawalan ketat. Sedangkan Silvio sendiri tidak bisa ke Indonesia, dia tidak pernah bertemu dengan kedua cucunya, ini karena masalah masa lalu, Randra tidak ingin kedua cucunya terlibat dengan keluarga Ruiz. "Bagaimana dengan pelakunya?" tanya Mali. "Masih mencari." Jawab Ben. Mali memandang serius ke arah anaknya. "Ben, mama ingin temukan pelakunya, temukan mereka semua! Mama tidak ingin cucu-cucu mama menjadi korban dari siapapun." Ujar Mali. "Ben mengerti." Tanpa Mali menyuruh pun Ben akan mencari pelaku yang mencelakai anak-anaknya. °°° Pada saat yang bersamaan, sebuah mobil memasuki gerbang rumah mewah. Mobil itu berhenti di depan pintu rumah. Sret Wush "Lia!" Bushra berseru ke arah putrinya yang tiba-tiba membuka pintu mobil dan turun berlari masuk ke arah pintu rumah itu. Mobil yang mereka naiki belum berhenti sempurna. Tak Tak Tak "Lia jangan lari!" Bushra berseru khawatir. Namun putrinya tidak mendengar. Tak Tak Tak "Nenek Lia! Nenek Lia!" gadis 3 tahun itu berlari-lari masuk ke dalam rumah. "Eh?" Jihan Kamala memandang terkejut ke arah datangnya gadis itu. Tak Tak Wush "Ariela?!" panggil Jihan. Sret Gadis kecil itu berhenti berlari dan berbalik ke arah Jihan. Sret Dia menongka pingganya dengan kedua tangan. "Nenek Lala! Siapa itu Areila? Aku adalah Lia! Namaku adalah Lia Rahmawati Farikin!" "Heum!" dengus gadis itu. "??!!!" Jihan menjatuhkan rahang bawahnya, dua buah telur mungkin saja bisa muat ke dalam mulutnya. Tak Tak Tak Gadis 3 tahun itu melanjutkan acara lari-larinya. Sret Tiba-tiba dia berhenti berlari dan berbalik ke arah Jihan yang masih dalam mode syok. "Oh, dimana nenek Lia berada?" tanya gadis itu. "..." Jihan Kamala mangap-mangap ke arah gadis kecil itu. "Ck!" gadis itu berdecak. Dia menongka pingganya lagi. "Dimana nenek Lia?" tanya gadis itu lagi. Sret Jihan sadar dan menunjuk ke arah taman. "Di taman--eh?! Kemana dia?" Wush Tak Tak Tak Jihan terbengong melihat ke tempat gadis 3 tahun tadi berdiri. Gadis itu tiba-tiba menghilang. Gleng gleng Jihan menggelengkan kepalanya. "Hah! Mungkin aku terlalu banyak pikiran dan khawatir karena masalah Aqlam dan Chana beberapa hari ini, jadi aku menghayal cucu dari Busran," ujar Jihan meyakinkan dirinya bahwa gadis kecil yang dia lihat tadi adalah hayalan atau ilusinya saja. "Mungkin karena aku tidak punya cucu perempuan jadi menghayal cucu perempuan orang lain..." "Huh! Seharusnya Atika melahirkan cucu perempuan yang imut supaya jangan aku berkhayal terus..." gumam Jihan. Dua anak perempuannya yang lain juga hanya punya anak laki-laki saja. Tak Tak Tak Terdengar langkah kaki mendekat ke arah Jihan. "Tante Lala!" Sret "Oh? Bushra?!" Jihan melototkan matanya ke arah Bushra yang baru saja memasuki rumah. "K-kau...kau nyata kan?" Jihan mengucek-ngucek kedua matanya. "Eh?" Bushra memandang bingung ke arah tantenya. "Tentu saja Bushra nyata, memangnya Tante Lala tidak lihat Bushra ada disini?" Twek twek Jihan mengedip-ngedipkan matanya. Tak Tak Sret "Nyata!" Jihan berjalan maju dan menyentuh Bushra. "???" wajah Bushra penuh dengan tanda tanya. Sret Jihan menoleh ke arah taman. "Berarti anak perempuan yang aku lihat tadi benar-benar Ariela..." °°° "Nenek Lia! Nenek Lia!" Gadis itu berlari bersemangat mendekat ke arah tempat sampah di pinggir taman. "Eh?" Lia berhenti meraih buah anggur di dalam tempat sampah. "Ada yang memanggil namaku..." gumam Lia. "Nenek Lia! Nenek Lia!" Sret Agri yang duduk di dekat istrinya itu melihat ke arah depan, terlihat seorang gadis kecil berlari seperti angin ke arahnya dan Lia. "Nenek Lia! Nenek Lia!" Hap "Oh! Pinggangku..." Sret Hap Agri dengan kekuatan tercepatnya memeluk istrinya yang hampir terjungkal ke belakang karena gadis kecil yang berlari ke arah mereka membuang bebas dirinya dipelukan sang istri. "Hati-hati Lia," ujar Agri dengan suara tua. Sret Gadis kecil itu memandang ke arah Agri dan tersenyum lebar dan manis. "Kakek Agri...Lia kecil merindukanmu...eh...tapi Lia kecil lebih rindu nenek Lia..." "Mmcccuuuh!" ciuman panjang dia berikan ke arah pipi Lia yang sudah tua itu. Sret Gadis itu memisahkan tubuhnya dari Lia dan tersenyum manis. "Nenek Lia, apakah nenek Lia juga merindukan Lia kecil?" "Oh?" Lia menatap lama ke arah gadis kecil itu, sementara gadis kecil itu sedang menunggu jawaban yang dia harapkan dari sang nenek buyut. Sret "Suamiku..." "Aku disini," Agri menyahut panggilan sang istri. Lia menoleh ke arah suaminya. Dengan wajah serius dia mengatakan sebuah kalimat. "Bagaimana cara mempermuda diriku seperti gadis ini?" "Uh?!" °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN