Hukuman (bagian 5)

1013 Kata
Aarumi menghela napas panjang. Percuma dia marah, tugasnya hanyalah meringkas inti sari itu saja. "Lagian ngapain sih Aarumi sampai kebawa cerita?" gumam Aarumi mencoba merendam rasa kesalnya dan kembali mengambil kertas selanjutnya meski dengan raut sedikit kesal. "Baiklah, sekarang artike lagi ...." Aarumi menghela napas panjang. "Karl Max merupakan tokoh yang berperan penting dalam terbagunnya pahaman Sosialisme. Selain itu, Karl Max juga merupakan tokoh yang sering memperhatikan nasib buruh, Karl Max bahkan membuat kurikulum untuk anak buruh agar tetap bisa bekerja dan belajar, meski pada zamannya pendapat itu tidak digubris kaum elit yang tidak mau rugi dengan menyewa dua anak buruh untuk melakukan shif. Komodifikasi menurut Karl Max sendiri dalam buku Evens (2004: 16) yaitu segala sesuatu yang diberi nilai ekonomi meski awalnya tidak memiliki nilai dan hilangnya nilai sosial yang ada digantikan oleh nilai pasar. " "Kak Aafiffah sering banget baca buku yang ada nama Karl Max, " gumam Aarumi, sebelum melanjutkan bacaannya lagi. "Seperti yang diketahui sebelum, bahwa Karl Max sering menkritik sistem kapitalis yang dianggapnya selalu menekan golongan bawah, proletar dan menindas hak buruh demi kepentingan para brojuis. Pengkritikan terhadap 'sesuatu yang tidak bernilai ekonomi disulap menjadi bernilai ekonomi' salah satu buah pikir Karl Max yang selalu percaya bahwa individu tidak memilik kemampuan dalam mengolah kepemilikan pribadi, sehingga kepemilikan pribadi haruslah dikuasi pemerintah untuk menghasilkan kepentingan bersama." Meski tidak terlalu paham Aarumi terus membaca dengan lantang lembar selanjutnya "Teori uses and Grafiticion lahir sabagai kritik atas teori jarum hipodermik yang menganggap bahwa manusia sebagai objek pasif yang hanya menerima begitu saja apa yang media sajikan tanpa bisa memilih. Teori ini mendapat dukungan para teoretis karena dianggap mampu menjelaskan bagaimana kebutuhan mampu mempengaruhi dan membentuk respon seseorang dalam memilih media." "Menurut teori uses and Grafiticion, bahwa manusia merupakan objek yang aktif yang mampu memilih medianya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya seperti, seorang pengamat politik menonton berita politik, guna mengetahui perkembangan dan gejolak politik yang ada. Hal ini menujukkan bahwa manusia tidak bersifat pasif." "Ck... ini lumayan sulit." Aarumi mengentak pulpennya setelah selesai menulis kesimpulan dari yang dia baca. Tangannya terasa kebas. Aarumi memilih istirahat sejenak dengan mengelurakan roti dari dalam tasnya. Seraya mengunyah makannya, Aarumi menatap tumpukan kertas di hadapannya itu. Rasa malas memenuhi hatinya, tapi Aarumi tahu jika dia terus-terusan mengikuti rasa malasanya itu, tumpukan hukumannya itu tidak akan berkurang. "Oke, baca lagi ....,"putus Aarumi, memasukan setengah roti kembali ke dalam bungkus, kemudian meraih kertas selanjutnya. "Ini kisah Inspiratif, " gumam Aarumi. "Joseph Figlioli, pria asal Amerika Serikat yang memutuskan menjadi mualaf sejak sembilan tahun yang lalu. Joseph menjelaskan bahwa keputusannya itu diambil bukan dari paksaan atau bujukan siapapun, melainkan ia menemukan kenyamanan setelah memeluk islam. Di mana Islam menjawab semua pertanyaannya selama ini." "Sejak remaja, Joseph yang kini mengganti nama menjadi Yusuf, memiliki banyak pertanyaan mengenai keyakinan yang dia anut. Sebelumnya Josep beragama Kristen. Kemudian saat belajar sejarah di sekolahnya, Joseph mulai mengenal banyak agama. Dan hanya agama Islam yang menarik perhatiannya, berbagai kewajiban yang harus dijalankan umat muslim seperti salat lima waktu, berpuasa, berzakat, berhaji dan mengucapkan dua kalimat syahadat, semua itu membuat Joseph tertarik untuk mempelajari Islam lebih dalam. Kala itu, ia baru sadar bahwa Islam yang dia pelajari sangat berbeda dengan yang selama ini diberitakan oleh media-media yang seringkali di tampilkan secara negatif." "Niat baik Joseph untuk mengenal Islam, dipermudah oleh Allah, Joseph dipertemukan dengan seorang teman muslim yang membantunya untuk mengenal Islam lebih jauh. Setelah dua tahun menjadi Muslim, Joseph akhirnya memberanikan diri untuk memberi tahu keluarganya mengenai identitasnya sebagai seorang muslim. Awalnya ibu Joseph sangat tidak senang. Dia mengira Joseph menjadi Muslim karena ada paksaan dari luar. proses dialog terjadi sangat panjang, hingga akhirnya mereka menerima keputusan Joseph." "Kebiasaan Joseph sebagai Muslim tentu berbeda dengan keluarganya kini. Misalnya ketika Joseph menghadiri pesta pernikahan sepupunya. Joseph dihadapkan pada adat atau kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol di acara pernikahan. Meski tahu Joseph seorang Muslim, ada saja anggota keluarganya yang mengajaknya untuk minum minuman beralkohol." "Namun, Joseph tetap menolak ajakan mereka meski terus dipaksa. Sempat Joseph akan luluh pada paksaan mereka, tetapi hal itu tidak sampai terjadi. Dia telah berjanji kepada dirinya sendiri sebagai seorang Muslim untuk tidak mengonsumsi minuman beralkohol." "Di tengah respons keluarganya yang kurang mendukung, Joseph tetap bersyukur karena bertemu dengan komunitas Muslim yang beraneka ragam. Baginya, mereka sangat terbuka terutama kepada mualaf seperti dirinya. Di Masjid Bengali, Masjid Pakistan, dan Masjid Arab terdapat beberapa komunitas muslim yang dia ketahui. Namun, karena Joseph merupakan orang kulit putih, ketika mendatangi masjid tersebut seringkali dia mendapatkan tatapan aneh dari orang sekitar." "Namun terkadang ada kendala yang Joshep harus hadapi seperti, banyak orang yang berpapasan dengannya mengira Joseph tersesat atau salah arah jalan. Begitu juga ketika dia telah berada di dalam masjid, tidak jarang sedikit jamaah masjid di depan gerbang menunjukkan arah jalan keluar kepadanya. Saat di sana beberapa orang memperhatikannya secara terang-terangan dengan pandangan mata langsung mengarah ke wajahnya." "Kini, semua orang melihat Joseph, lebih sering mengenakan jubah dan kufi, peci bulat. Menurutnya pakaian yang dikenakannya menjadi identitas untuk menunjukkan bahwa dia seorang Muslim. Meski tidak jarang ada Muslim di Amerika Serikat yang mengenakan jubah dan kufi hanya ketika salat Jumat atau salat saat hari raya banyak Muslim saja. Joseph beranggapan mengekspresikan identitas melalui pakaian mengajarkan dia untuk tetap ingat bahwa Allah selalu memperhatikannya." "Masyallah ...." gumam Aarumi tanpa sadar menitikan air mata. Aarumi memang bukan gadis religus yang banyak tahu tentang agamanya—Islam, tapi Aarumi sangat bersyukur terlahir sebagai seorang muslim. Aarumi tidak bisa membayangkan seadanya dia lahir di keluarga pemeluk agama lain, apa dia akan bisa sehebat mereka untuk berani berjuang meraih hidayah ? Aarumi tidak yakin dia akan seberani itu. "Duh kok malah sedih sih ..." Aarumi mencoba menghentikan air matanya yang terus jatuh membasahi pipinya. Aarumi paling anti jika ada orang yang melihat dia dalam kondisi seperti ini. Dia tidak ingin siapa pun melihat air mata, meski air matanya tidak akan berubah menjadi berlian seperti para duyung di cerita rakyat, tetap saja Aarumi posesif terhadap air matanya. "Selesai. Oke, selanjutnya," seru Aarumi, mengingatkan dirinya. Sekarang yang Aarumi hadapi sekarang, bukan artikelnya sedikit berbeda. Aarumi sedikit gugup, otaknya berseru, kayaknya ini bakal berat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN